Wamena (Antaranews Papua) - Kapolres Jayawijaya AKBP Yan Pieter Reba mengatakan dari hasil autopsi diketahui bocah Clarita meninggal dunia karena ada penyumbatan darah di otak sehingga tidak ada asupan oksigen.

"Penyumbatan di otak ini lantaran seringnya kepala korban dibenturkan ke dinding, dan ini memang sengaja dan dilakukan terus berulang kali, sehingga kami perkiraan saat melakukan penganiayaan, kepalanya dibenturkan ke dinding secara berulang kali dalam waktu yang berbeda," kata Yan di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya.

Ia mengemukakan hal itu, usai memantau proses pemakaman Clarita di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sinakma, Kabupaten Jayawijaya.

Yan juga menginformsikan bahwa hasil visum lengkap kemungkinan akan dikirim dari Kota Jayapura ke Jayawijaya pada Rabu (23/1).

Melalui hasil visum yang nantinya dikirim, kepolisian memiliki cukup bukti untuk menjerat pelaku penganiyaan yang menyebabkan bocah Clarita meninggal dunia setelah sempat dirawat di RSUD Wamena.


Sejumlah warga yang mengantar jenazah bocah Clarita ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sinakma di Kabupaten Jayawijaya, Papua, Selasa (23/1) (Foto: Antaranews Papua/Marius Frisson Yewun)

Walau hasil visum sudah diterima nanti, kepolisian akan terus melanjutkan penyelindikan untuk memastikan apakah perlakuan kekerasan terhadap anak itu dilakukan oleh satu orang atau lebih.

"Hasil visum akan kita jadikan bukti yang kuat sebagai dasar untuk menindak tersangka yang tidak lain adalah ibu kandungnya sendiri, dan dimungkinkan kita juga akan mengembangkan untuk mencari pelaku lain yang terlibat," katanya.

Berdasarkan pantauan Antara, jenazah bocah Clarita yang sebelumnya dikirim dari Jayawijaya ke Kota Jayapura untuk diautopsi di Rumah Sakit Bhayangkara, telah dikirim kembali dan selanjutnya dimakamkan.

Terlihat sejumlah simpatisan Clarita yang mengantar jenazah menuju tempat pemakaman, dikawal oleh personel Lantas Polres Jayawijaya hingga selesai pemakaman. (*)

Pewarta : Marius Frisson Yewun
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024