Wamena (Antaranews Papua) - Abrasi Kali Uwe di Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, yang memicu aksi pengungsian warga setempat dikhawatirkan berlangsung hingga 2019 sebab pemerintah daerah mengklaim tidak ada anggaran untuk penanganannya di 2018.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jayawijaya Petrus Mahuze di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Jumat, mengatakan tahun ini tidak ada program atau dana untuk pembangunan penangkal abrasi Kali Uwe.
"Pembangunan jalan ini (yang terkenda abrasi) memang membutuhkan biaya besar, sehingga kita akan coba meminta lewat Musrenbang Papua untuk tahun 2019, dan juga akan diteruskan kepada pemerintah pusat untuk bisa membantu," katanya.
Pemerintah Jayawijaya telah mengkalkulasi besaran anggaran yang dibutuhkan untuk rehabilitasi dan penanganan abrasi kali tersebut, yakni sebesar Rp22 miliar.
"Ini anggaran yang besar sehingga tahun ini pemerintah daerah belum bisa membiayai untuk perbaikan itu," katanya.
Agar abrasi tidak cepat meluas, pemerintah mengimbau pengusaha yang melakukan galian material di Kali Uwe, mengurangi aktivitas mereka.
Petrus mengatakan jika tidak dilakukan pencegahan terhadap aktivitas penggalian material maka diprediksi 10 tahun kemudian ibu kota Wamena akan dilanda banjir yang merupakan luapan Kali Uwe.
"Kami berharap aktivitas yang dilakukan di Kali Uwe ini tidak terus-terusan karena dapat menimbulkan abrasi dan berdampak kepada Kabupaten Jayawijaya, dalam arti bisa terjadi banjir pada wilayah-wilayah di sekitar situ," katanya.
Sebelumnya, Yustinus Wuka, warga setempat mengatakan pertama kali jalan yang rusak akibat abrasi mencapai 50 meter, namun hingga sekarang sudah mencapai 100 meter lebih dan abrasi menuju arah permukiman warga.
Menurut dia, mereka mengharapkan pemerintah melihat persoalan abrasi yang telah menelan dua korban jiwa pada tahun lalu tersebut.
"Kerusakan yang terjadi di jalan penghubung Distrik Wouma dan Distrik Welesi ini kian bertambah parah, bahkan pohon-pohon yang ada di sekitar sungai sudah mulai roboh akibat arus air terus mengikis daratan," katanya. (*)
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jayawijaya Petrus Mahuze di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Jumat, mengatakan tahun ini tidak ada program atau dana untuk pembangunan penangkal abrasi Kali Uwe.
"Pembangunan jalan ini (yang terkenda abrasi) memang membutuhkan biaya besar, sehingga kita akan coba meminta lewat Musrenbang Papua untuk tahun 2019, dan juga akan diteruskan kepada pemerintah pusat untuk bisa membantu," katanya.
Pemerintah Jayawijaya telah mengkalkulasi besaran anggaran yang dibutuhkan untuk rehabilitasi dan penanganan abrasi kali tersebut, yakni sebesar Rp22 miliar.
"Ini anggaran yang besar sehingga tahun ini pemerintah daerah belum bisa membiayai untuk perbaikan itu," katanya.
Agar abrasi tidak cepat meluas, pemerintah mengimbau pengusaha yang melakukan galian material di Kali Uwe, mengurangi aktivitas mereka.
Petrus mengatakan jika tidak dilakukan pencegahan terhadap aktivitas penggalian material maka diprediksi 10 tahun kemudian ibu kota Wamena akan dilanda banjir yang merupakan luapan Kali Uwe.
"Kami berharap aktivitas yang dilakukan di Kali Uwe ini tidak terus-terusan karena dapat menimbulkan abrasi dan berdampak kepada Kabupaten Jayawijaya, dalam arti bisa terjadi banjir pada wilayah-wilayah di sekitar situ," katanya.
Sebelumnya, Yustinus Wuka, warga setempat mengatakan pertama kali jalan yang rusak akibat abrasi mencapai 50 meter, namun hingga sekarang sudah mencapai 100 meter lebih dan abrasi menuju arah permukiman warga.
Menurut dia, mereka mengharapkan pemerintah melihat persoalan abrasi yang telah menelan dua korban jiwa pada tahun lalu tersebut.
"Kerusakan yang terjadi di jalan penghubung Distrik Wouma dan Distrik Welesi ini kian bertambah parah, bahkan pohon-pohon yang ada di sekitar sungai sudah mulai roboh akibat arus air terus mengikis daratan," katanya. (*)