Jayapura (Antaranews Papua) - Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Provinsi Papua menyambangi "hutan perempuan" yang terletak di Kampung Enggros, Kota Jayapura, sebagai bagian dari rangkaian peringatan HUT ke-139 Kartini.

Ketua FJPI Papua Yuliana Lantipo ketika ditemui di Kota Jayapura, Sabtu, bersama sejumlah pengurus yakni Cornelia Mudumi, Mega Batkorumbawa, Nunung Kusmiati, Katarina dan Nety mengaku memilih "hutan perempuan" untuk dikunjungi guna memaknai Hari Kartini.

Hutan tersebut merupakan tempat mencari `bia` atau kerang bagi kaum hawa dari Kampung Enggros.

"Pada momentum ini, bertepatan dengan HUT RA Kartini, kami dari FJIP Papua ingin melihat lebih dekat bagaimana kaum perempuan atau mama-mama dari Kampung Enggros mencari bia di hutan perempuan," katanya.

Menurut dia, hingga kini hutan tersebut terus dijaga dan menjadi tempat yang sangat privasi bagi kehidupan kaum perempuan setempat.

Kaum pria dilarang memasuki kawasan hutan tersebut, ketika kaum perempuan sedang beraktivitas. Mama-mama Kampung Enggros sedang mencari bia di Hutan Perempuan di Kampung Enggros, Kota Jayapura, Papua, Jumat (20/4) (Foto: Bendahara FJPI Papua/Elsye Sanyi )
Jika dilanggar, maka akan berkonsekuensi pada denda adat berupa manik-manik bernilai puluhan juta, hingga hukuman mati.

"Yang kami dengar hutan perempuan ini dijaga oleh warga Kampung Enggros secara turun temurun, disini kami bisa melihat kegigihan kaum perempuan bagaimana mencari bia," kata Yuliana.

Salah satu warga Kampung Enggros, Mama Merauje (62) mengatakan dalam bahasa lokal setempat, hutan perempuan disebut `Tonotwiyat` yang memiliki luas 8 hektar dan terletak tepat didepan kampung tertua di Port Numbay, julukan bagi Kota Jayapura.

Untuk bisa tiba di hutan itu, kata dia, hanya bisa dilakukan dengan menumpangi perahu cepat atau kole-kole, sebutan untuk perahu kayu.

Letak Tonotwiyat dikelilingi hutan bakau dan menjadi tempat bagi perempuan Kampung Enggros untuk mencari bia atau kerang.

Bia yang didapatkan, bisa untuk dijual kembali atau hanya sekedar untuk menjadi lauk makan bagi keluarga.

"Hutan perempuan sangat privasi bagi kehidupan perempuan di Kampung Enggros. Salah satunya dikarenakan, perempuan yang mencari bia di hutan ini harus tidak mengenakan pakaian apapun," katanya.

Menurut dia, kebiasaan itu telah menjadi turun menurun oleh kaum hawa di kampung tersebut.

"Jadi, kami percaya jika mencari bia dengan tidak mengenakan pakaian, maka bia akan cepat kita dapatkan. Berbeda jika kita menggunakan pakaian saat mencari bia, pasti badan kita akan gatal-gatal. Ini sebabnya, hutan perempuan tidak bisa didatangi oleh laki-laki," ujar Mama Maria.

Kepala Kampung Enggros, Orgenes Meraudje menyebutkan hutan perempuan hanya bisa didatangi oleh kaum perempuan. Ada sanksi adat bagi laki-laki yang secara sengaja datang di hutan itu.

"Akan ada peraturan kampung, agar hutan perempuan tetap dilindungi oleh semua pihak, bagi warga kampung dan orang luar yang datang ke kampung. Misalnya, tidak boleh menebang hutan sembarangan di hutan itu," katanya.

Menurut Orgenes, jika terus dilestarikan, hutan perempuan akan menjadi wisata alam yang bisa dikunjungi khususnya untuk perempuan.

Sementara itu, reporter iNews Jayapura Cornelia Mudumi yang ikut dalam kegiatan tersebut menilai bahwa kaum perempuan atau mama-mama di Kampung Enggros merupakan sosok Kartini masa kini yang mau berusaha untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya dengan mencari bia untuk dikonsumsi sendiri ataupun dijual untuk mendapatkan rupiah.

"Kartini yang kita temui saat ini melakukan pekerjaan untuk orang banyak. Sang mama di hutan perempuan mencari makan untuk keluarganya dan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya," katanya.

Kata Conny, panggilan akrab Cornelia, sosok kartini saat ini tak bisa dipandang sebelah mata. Perempuan bukan lagi menjadi mahluk lemah yang harus berada di belakang laki-laki.

"Tapi, perempuan juga harus tampil di depan dengan segala kelebihannya," katanya. (*)

Pewarta : Alfian Rumagit
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024