Jayapura (Antaranews Papua) - Pengurus Asosiasi Rekanan Perdaganagan Barang dan Distribusi Indonesia (Ardin) Provinsi Papua meminta pemerintah segera menyosialisasikan kesepakatan kerja sama proteksi dan pengendalian penyakit hewan serta tumbuhan RI-Papua Nugini kepada dunia usaha.

"Kerja sama antara karantina Indonesia dan PNG kami harapkan kedua belah pihak sama-sama terbuka. Kalau pun ada standarisasi yang diberikan masing-masing karantina tentunya itu harus diinfokan ke dunia usaha," ujar Sekretaris Umum Ardin Papua, Jacky Kajagi, di Jayapura, Selasa.

Ia menegaskan kesepakatan yang dibuat kedua belah pihak akan menjadi percuma bila tidak disosialisasikan ke dunia usaha karena merekalah yang akan menjadi objek dari kesepakatan tersebut.

Namun, ia mengakui kesepakatan tersebut merupakan hal baik bagi dunia usaha di Papua, khususnya Jayapura, karena selama ini ada keinginan dari dunia usaha untuk membuka perdagangan ke PNG.

"Rencananya dari Jayapura ingin mengekspor telur dan buah naga ke PNG, tetapi standarisasinya belum dipegang dunia usaha, sekarang kesepakatan ini yang harus disosialisasikan," kata dia.

Jacky memandang dari sisi produk dengan akan adanya distribusi barang ke PNG, tidak akan menganggu pemenuhan kebutuhan lokal karena para produsen pasti sudah mengantisipasi dengan membuat kuota baru.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Papua Nugini menyepakati kerja sama proteksi dan pengendalian penyakit hewan serta tumbuhan untuk membuka peluang perdagangan produk pangan yang lebih besar di kedua negara, di Kuta, Provinsi Bali, pada 20 April 2018.

"Melalui penandatanganan kerja sama ini statistik ekspor impor bisa tertata dan terdata," kata Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian RI Banun Harpini.

Penandatanganan kerja sama itu dilakukan bersama dengan Direktur Pelaksana Otoritas Inspeksi dan Karantina Pertanian Papua Nugini Joel Alu disaksikan perwakilan instansi terkait kedua negara.

Banun mengungkapkan nilai perdagangan produk pertanian wilayah perbatasan RI dan Papua Nugini selama 2016-2017 mencapai 178 juta dolar AS atau sekitar Rp2,5 triliun.

"Kami prediksi setelah adanya `MoU` ini nilai perdagangan bisa dua kali lipat," katanya. (*)

Pewarta : Dhias Suwandi
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024