Tidak bisa dipungkiri bahwa duet antara Joko Widodo (Jokowi), Kepala Negara yang akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden, dengan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto, sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2019, menjadi alternatif menarik bagi masyarakat.

Buktinya, ada 66,9 persen masyarakat yang mengamini opsi tersebut, berdasarkan hasil survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada Januari 2018.

Mengenai kemungkinan duet tersebut, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy mengatakan peluang kerja sama antara dua rival pada Pemilihan Presiden 2014 itu belum pupus.

Bahkan, pemimpin partai berlambang Kabah yang sudah mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi sejak Juli 2017 itu mengatakan, jika kemudian Jokowi memilih Prabowo menjadi pendampingnya pada pemilu mendatang, maka PPP akan menerima keputusan tersebut.

Kolaborasi antara dua tokoh dari partai berseberangan itu juga mendapatkan tanggapan positif dari Wakil Ketua Koordinator Bidang Pratama Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya (Golkar) Bambang Soesatyo.

Politikus salah satu partai pendukung Jokowi, yang lebih dikenal dengan sapaan Bamsoet itu memberikan apresiasinya jika kelak Jokowi serta Prabowo maju bersama dalam perhelatan pemilihan presiden dan wakil presiden mendatang, karena keputusan itu dinilai dapat menyelesaikan masalah yang kerap menghampiri bangsa saat mendekati waktu pelaksanaan pemilu.

Bamsoet yang juga merupakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ini menjelaskan kerja sama dua tokoh nasional tersebut berpotensi mencegah perpecahan di kalangan masyarakat dan menghentikan penyebaran kabar-kabar terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), yang akhir-akhir ini biasanya menjadi alat untuk menjatuhkan lawan politik dalam pesta demokrasi.

Kendati demikian, menurut dia, untuk Pemilihan Presiden 2019, Golkar akan sepenuhnya mempercayakan pengambilan keputusan soal kandidat calon wakil presiden kepada Jokowi.

Partai tempat Jokowi bernaung, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga tidak menepis adanya peluang Jokowi untuk bekerja sama dengan Prabowo pada pemilu mendatang.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan pihaknya masih akan mempertimbangkan kemungkinan kolaborasi tersebut dijalankan, dengan mendengarkan masukan dari para partai pendukung Jokowi pada Pilpres 2019, yaitu Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Selain itu, ia juga menuturkan bahwa PDIP akan turut berpegang pada aspirasi masyarakat untuk kemudian mengambil keputusan terkait menyandingkan Jokowi dengan Prabowo di pilpres.

Menang Seketika
Politisi PDIP Maruarar Sirait memperkirakan jika Joko Widodo dan Prabowo Subianto memutuskan untuk bergabung dalam Pemilihan Presiden 2019, maka elektabilitas mereka tidak akan tertandingi.

Pria yang akrab disapa Ara itu mengatakan baik Jokowi ataupun Prabowo, saat ini diketahui mendapatkan dukungan dari sejumlah partai yang dikenal sebagai "mesin politik" yang kuat.

Selain itu, menurut dia, di luar partai, Jokowi dan Prabowo sama-sama memiliki jaringan yang luas, di antaranya dengan pemuka agama, pemuda, dan tokoh-tokoh nasional, sehingga dukungan terhadap mereka dipastikan tinggi.

Bahkan, berbagai data dan survei saat ini menunjukan bahwa ada dua nama besar yang diidamkan masyarakat untuk memimpin Indonesia, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Oleh karena itu, Ara meyakini jika kedua tokoh yang digadang-gadang sejumlah partai menjadi calon presiden pada 2019 tersebut disandingkan, maka elektabilitas mereka akan melambung dan kemungkinan untuk menang dalam kompetisi tersebut tinggi.

Apalagi, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto serta Ketua Umum PDIP  Megawati Soekarnoputri selama ini memilki hubungan politik yang baik, sehingga tidak mustahil untuk melakukan kerja sama.

Berbeda Visi
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menganggap kerja sama yang dielukan sejumlah pihak, antara partainya dengan PDIP pada pemilu serentak mendatang, sulit terlaksana karena terbentur oleh perbedaan visi.

Menurut dia, selain orientasi tujuan yang berlawanan, cara pandang Jokowi maupun Prabowo dalam menghadirkan sebuah kebijakan juga tidak sama.

Apalagi, Gerindra telah memastikan akan mengusung Prabowo sebagai calon presiden 2019, bukan calon wakil presiden, ungkap Fadli.

Ia menambahkan jika Prabowo disandingkan dengan Jokowi, maka kemungkinan besar pada pilpres mendatang hanya akan ada calon tunggal.

Hal ini karena Partai Keadilan Sejahtera, yang sudah menjadi teman koalisi Partai Gerindra sejak Pilpres 2014, bisa dipastikan bakal mengikuti jejak partai berlambang elang emas tersebut, yang bergabung dengan pemerintah.

Ia menambahkan munculnya calon tunggal pada Pilpres 2019 bisa merusak demokrasi karena masyarakat tidak punya calon alternatif untuk mereka pilih.      

Tidak Intervensi
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyampaikan pemerintah tidak akan mengintervensi jumlah pasangan calon yang akan muncul dalam Pemilihan Presiden 2019.

Mantan Panglima TNI itu menuturkan jumlah pasangan calon pada perhelatan demokrasi mendatang sepenuhnya menjadi keputusan partai politik yang dihormati pemerintah sebagai bentuk diterapkannya sistem demokrasi.

Ia hanya meminta kepada para politisi yang tergabung dalam partai politik, agar pada Pemilu Serentak mendatang ikut menciptakan suasana kondusif, di antaranya dengan tidak menyebarkan berita bohong, tidak menggunakan politik uang, atau memakai ujaran kebencian dalam pelaksanaan pemilihan umum. (*)

Pewarta : Agita Tarigan
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024