Jakarta (Antaranews Papua) - Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto memperkirakan ada 50 orang terlibat dalam aksi anarkis terhadap jamaah Ahmadiyah di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Sabtu (19/5).
"Pelaku 50 orang, tidak ada korban jiwa maupun luka. Tapi rumah dirusak," kata Irjen Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan kronologi insiden ini bermula saat sekelompok massa tiba-tiba merusak beberapa rumah milik warga bernama Zainal, Jasman, Usnawati, Amat dan Artoni.
Pihaknya belum mengetahui penyebab terjadinya penyerangan terhadap rumah jamaah Ahmadiyah ini.
Menurut dia, Polres Lombok Timur masih menyidik kasus ini.
"(Penyebab) masih diteliti polres. Ini (kasus) bukan yang pertama kali," ucapnya seraya menambahkan, polisi masih berjaga di lokasi kejadian.
Ia mengatakan Polri akan bekerja sama dengan Kementerian Agama untuk mencegah terjadinya kasus intoleransi serupa di kemudian hari.
"Polisi berdiri pada garda terdepan dalam penegakan hukumnya. Kalau masalah keyakinan harus melibatkan seluruh 'stakeholder' (pemangku kepentingan)," ujarnya.
Pada Sabtu (19/5) terjadi penyerangan dan perusakan rumah penduduk dan pengusiran terhadap tujuh keluarga di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Penduduk yang diamuk massa brutal itu kemudian diungsikan ke Kantor Polres Lombok Timur.
Teror kemudian berlanjut pada Minggu (20/5) dengan terjadinya penyerangan dan perusakan rumah penduduk di lokasi yang sama bahkan dilakukan di hadapan aparat kepolisian, yang mengakibatkan satu rumah hancur. (*)
"Pelaku 50 orang, tidak ada korban jiwa maupun luka. Tapi rumah dirusak," kata Irjen Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan kronologi insiden ini bermula saat sekelompok massa tiba-tiba merusak beberapa rumah milik warga bernama Zainal, Jasman, Usnawati, Amat dan Artoni.
Pihaknya belum mengetahui penyebab terjadinya penyerangan terhadap rumah jamaah Ahmadiyah ini.
Menurut dia, Polres Lombok Timur masih menyidik kasus ini.
"(Penyebab) masih diteliti polres. Ini (kasus) bukan yang pertama kali," ucapnya seraya menambahkan, polisi masih berjaga di lokasi kejadian.
Ia mengatakan Polri akan bekerja sama dengan Kementerian Agama untuk mencegah terjadinya kasus intoleransi serupa di kemudian hari.
"Polisi berdiri pada garda terdepan dalam penegakan hukumnya. Kalau masalah keyakinan harus melibatkan seluruh 'stakeholder' (pemangku kepentingan)," ujarnya.
Pada Sabtu (19/5) terjadi penyerangan dan perusakan rumah penduduk dan pengusiran terhadap tujuh keluarga di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Penduduk yang diamuk massa brutal itu kemudian diungsikan ke Kantor Polres Lombok Timur.
Teror kemudian berlanjut pada Minggu (20/5) dengan terjadinya penyerangan dan perusakan rumah penduduk di lokasi yang sama bahkan dilakukan di hadapan aparat kepolisian, yang mengakibatkan satu rumah hancur. (*)