Timika, 29/6 (Antara) - Jajaran Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura, Timika mendorong segera dibentuknya satuan tugas pertambangan liar atau illegal mining di Papua sekaligus mengawasi keberadaan tenaga kerja asing yang masuk secara ilegal ke wilayah itu.

Kepala Kantor Imigrasi Tembagapura Jesaja Samuel Enock di Timika, Jumat, mengatakan berdasarkan hasil inspeksi ke sejumlah lokasi tambang emas rakyat di daerah Bifasik, Lagari dan sepanjang aliran Sungai Musaigo, Distrik Makime, Kabupaten Nabire pada 10 Juni, terdapat indikasi kuat bahwa masih banyak lokasi tambang emas rakyat di pedalaman Papua yang mempekerjakan tenaga kerja asing ilegal.

"Kami mengakui ada banyak tempat seperti itu di Papua yang diindikasikan menampung tenaga kerja asing secara ilegal. Saat kami melakukan inspeksi ke empat lokasi tambang rakyat di Kabupaten Nabire itu, kami menargetkan untuk bisa menjaring 200-300 orang asing. Kenyataan yang terjadi, kami hanya sanggup mengamankan 37 orang. Yang lainnya kabur ke hutan," kata Samuel.

Ia mengatakan jauhnya lokasi tambang emas rakyat itu dan sulitnya akses ke lokasi itu mengakibatkan kesulitan bagi petugas Imigrasi untuk melakukan pengawasan orang asing.

"Berkaca dari pengalaman itu, kami berharap ke depan perlu dibentuk semacam satgas ilegal mining di Papua yang melibatkan semua komponen terkait baik TNI, Polri, Pemda melalui Dinas Pertambangan, Dinas Kehutanan, Dinas Tenaga Kerja, Bea Cukai dan lainnya sehingga semua hal bisa ditangani secara bersama," usul Samuel.

Menurut dia, pembentukan satgas illlegal mining itu sangat penting tidak saja untuk mengawasi keberadaan orang asing yang masuk secara ilegal ke Papua, tetapi lebih dari itu juga demi menyelamatkan kekayaan sumber daya alam, terutama mineral Papua.

"Kondisi seperti ini sangat berbahaya kalau dibiarkan. Kami meyakini masih banyak tempat lain di Papua yang juga seperti itu. Kekayaan alam Papua ini harus diselamatkan dan dikelola dengan baik supaya memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat. Kami juga merasa prihatin dengan kondisi kerusakan lingkungan yang terjadi akibat dari adanya tambang-tambang rakyat itu," kata Samuel.

Visa wisata disalahgunakan
Beberapa waktu lalu, Samuel Enock bersama empat orang stafnya mendatangi lokasi tambang emas rakyat di daerah Bifasik, Lagari dan sepanjang aliran Sungai Musaigo, Distrik Makime, Kabupaten Nabire.

Dalam operasi pengawasan orang asing itu, jajaran Kantor Imigrasi Tembagapura Timika mengamankan 37 warga negara asing asal Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan yang menyalahi visa bebas kunjungan wisata ke Indonesia.

Setelah diinterogasi oleh jajaran Imigrasi Tembagapura Timika, puluhan pekerja asing ilegal itu diketahui menerima gaji fantastis hingga mencapai Rp40 juta per bulan.

"Dari investigasi yang kami lakukan, mereka semua digaji rata-rata 7.000-8.000 Yuan (mata uang Tiongkok) atau sekitar Rp14 juta-Rp15 juta per bulan. Bahkan ada yang sampai Rp40 juta. Itu keterangan mereka," kata Samuel.

Empat lokasi tambang emas rakyat di Nabire itu dieksploitasi oleh sebuah perusahaan bernama Pacific Mining Jaya yang berkedudukan di Nabire.

Kini pemilik perusahaan tersebut berinisial BE menjadi target utama pihak Imigrasi Tembagapura, Timika untuk diajukan ke kursi pesakitan lantaran mempekerjakan puluhan pekerja asing tanpa dokumen resmi alias menyalahi izin tinggal.

"Dari 21 orang warga negara asing yang sudah kami periksa di Kantor Imigrasi Tembagapura, Timika, ada yang menggunakan bebas visa kunjungan wisata, ada yang menggunakan visa kunjungan. Rata-rata mereka beralamat di Jakarta. Ini sudah pelanggaran karena keberadaan mereka tidak sesuai dengan tempat tinggalnya," jelasnya.

Sebanyak 21 pekerja asing yang sudah ada di Timika dan sebagian lagi yaitu sebanyak 16 orang asing yang berada di Nabire, seluruhnya nanti akan diajukan ke pengadilan dengan sangkaan melakukan tindak pidana keimigrasian sebagaimana diatur dalam Pasal 122 huruf a UU Nomor 6 Tahun 2011, dimana ancaman hukumannya yaitu selama lima tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta.

"Nanti semuanya akan menjalani proses pidana, tidak ada yang kami deportasi. Dari catatan Paspor mereka, ada yang sudah berulang kali keluar masuk Indonesia. Ada yang pernah bekerja di Sulawesi, ada yang pernah bekerja di Maluku Utara. Kami melihat ada suatu kesengajaan dari pihak-pihak tertentu untuk mendatangkan orang asing ke tempat-tempat tersebut," kata Samuel.

Dari keterangan awal para pekerja asing tersebut, mereka telah bekerja di lokasi tambang emas rakyat di Kabupaten Nabire dalam jangka waktu bervariasi mulai dari tiga bulan hingga enam bulan.

Pekerjaan yang mereka geluti di lokasi tambang emas rakyat di Nabire bermacam-macam mulai dari sopir dum truk, operator eksavator, operator peralatan pemurnian emas, bahkan ada yang bekerja sebagai tukang masak.

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024