Jakarta (Antaranews Papua) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menginginkan KPK dapat mengusut berbagai pembangunan pembangkit listrik tenaga uap yang tidak diperlukan dan masih menggunakan batu bara yang dinilai sebagai sumber energi kotor oleh LSM tersebut.

"KPK harus mengusut PLTU Batubara IPP (pengadaan pembangkit swasta) lain yang terindikasi tidak diperlukan tetapi dipaksakan untuk dibangun," kata Manajer Kampanye Energi dan Perkotaan Walhi, Dwi Sawung dalam keterangan tertulis, Kamis.

Menurut Dwi Sawung, PLTU IPP tersebut terutama PLTU di Jawa-Bali dan Sumatra yang mengalami surplus listrik yang sangat besar sekali.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Riau Riko Kurniawan mengatakan bahwa pulau Sumatra saat ini mengalami kelebihan pasokan listrik.

Ia mengemukakan bahwa Jaringan Sumatera Bagian Utara saja pada tahun 2017 kelebihan pasokan listrik sebanyak 10 persen di atas beban puncak.

"Hal ini menjadikan penambahan kapasitas pembangkitan di Sumatera patut dipertanyakan untuk kepentingan siapa," tuturnya.

Walhi menyorot kasus dugaan korupsi terkait dengan adanya potensi suap terhadap legislator yang diduga merupakan "commitment fee" dari nilai proyek PLTU MT Riau 1 (2x300 MW).

LSM tersebut juga menyebutkan sejumlah kasus lainnya yang juga melibatkan pengembang pembangkit listrik batu bara di sejumlah daerah seperti kasus yang terkait harga lahan PLTU Indramayu, pembebasan lahan PLTU Bunton Cilacap, dan perizinan proyek PLTU Tarahan.

Meski mengalami kelebihan pasokan listrik, pengadaan pembangkit swasta (IPP) dengan skema pembelian "take or pay" selama 20-25 tahun mengharuskan PLN tetap membayar listrik yang dihasilkan pembangkit swasta tersebut walaupun energi listriknya tidak digunakan oleh konsumen.

Sebagaimana diwartakan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengoptimalkan penggunaan energi lokal (tenaga angin, air, batubara dan surya) sebagai energi primer pembangkit tenaga listrik agar lebih efektif dan efisien.

"Tiap daerah memiliki karakteristik alam yang berbeda beda. Pembuatan energi (pembangkit) harus disesuaikan dengan kemampuan dan potensi masing-masing daerah agar lebih optimal," ujar Jonan di Jakarta, Rabu (18/7).

Jonan menjelaskan bahwa pemerintah terus mendorong PT PLN (Persero) untuk mengoptimalkan penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dengan mempertimbangkan efisiensi harga dan menjaga keseimbangan supply dan demand serta status kesiapan pembangkit.

Indikasi pemilihan lokasi pembangkit juga bagian tak kalah penting. Dengan begitu, pengembangan kapasitas pembangkit secara tidak langsung akan memperhatikan ketersediaan energi primer setempat.

Khusus untuk pengembangan tenaga surya, pemerintah telah mendorong pengembangan energi tersebut dengan membuat regulasi.

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero), target penggunaan energi surya di Indonesia mencapai 1047 MegaWattpeak (MWp) sampai dengan tahun 2025. Sampai dengan tahun 2018, pemanfaatan energi surya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 94,42 MWp.

Pewarta : Muhammad Razi Rahman
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024