Jayapura (Antaranews Papua) - Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) mengundang Dinas Kesehatan (Dinkes) provinsi setempat dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menggelar pertemuan di Jayapura, Jumat, guna membahas integrasi Kartu Papua Sehat (KPS) dengan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yakni kartu Indonesia Sehat.

Wakil Ketua Komisi V DPRP Papua, Maria Duwitau setelah pertemuan mengatakan integrasi KPS dengan BPJS Kesehatan harus mengacu pada mutu pelayanan kesehatan kepada orang asli Papua dan kepada orang Papua yakni orang lama di Papua.

Menurut dia, integrasi bisa dilakukan namun harus melihat kepentingan-kepentingan orang asli Papua yang mana ketika ada pasien dirujuk dari daerah datang ke Jayapura atau harus ke Surabaya dan rumah sakit yang bermitra dengan Pemerintah Provinsi Papua, berintegrasi tidak bisa memberikan kelimpahan sepenuhnya kepada BPJS Kesehatan.

Untuk itu, KPS tetap ada tetapi mungkin namanya dirubah menjadi Kartu Jaminan Kesehatan Papua (JKP), itu yang dirubah untuk itu perlu dibicarakan dan perlu disepakati bersama.

Hal serupa juga disampaikan Kepala Dinkes Provinsi Papua, Aloysius Giyai.

"Terkait integrasi KPS-KIS yang dikelola oleh BPJS Kesehatan ini, saran saya secara halus kita beritahu kepada teman-teman di kabupaten bahwa rakyat itu ada dimasing-masing kabupaten di Provinsi Papua," katanya.

Untuk itu, menurutnya kabupaten harus segera berintegrasi dengan BPJS Kesehatan.

Ia mengatakan, KPS itu kan punya pemerintah provinsi bukan kabupaten. Jadi provinsi punya KPS ini dipertahankan untuk menutupi yang tidak dibiayai oleh kabupaten.

"Itu yang BPJS Kesehatan ini tidak marah-marah saya, rakyat juga tidak korban. Jadi hingga ini saya dorong kabupaten yang integrasi dengan BPJS Kesehatan dengan menggunakan alokasi dana APBD kabupaten, mau ambil darimana yang penting anggaran dari kabupaten bukan ganggu anggaran KPS di Provinsi," ujarnya.

Oleh karena itu KPS ada untuk menjaga masyarakat Papua sebanyak-banyaknya yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Namun, yang perlu dipikirkan adalah bagimana nasib masyarakat di kabupaten, terutama di wilayah pedalaman Papua yang sakit lalu hendak ke kota untuk berobat tapi tidak mempunyai biaya yang cukup apakah bisa dibiayai oleh BPJS Kesehatan atau tidak karena rata-rata mereka belum mengantongi NIK.

Ia menambahkan hingga kini KPS yang membantu membekap masyarakat yang kekurangan biaya kesehatan.

Sementara itu, Anike Panggabean dari BPJS Kesehatan Cabang Jayapura mengemukakan terkait integrasi sementara ini BPJS Kesehatan melakukan berbagai upaya sosialisasi dengan instansi terkait baik itu dengan Dinas Kesehatan maupun Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) terutama terkait NIK karena syarat utama untuk kepesertaan jaminan kesehatan nasional Kesehatan yakni harus memiliki NIK.

"Namun untuk integrasi ini kami terlebih dahulu melakukan integrasi KPS-JKN dengan kabupaten-kabupaten dan itu sudah dilakukan," ujarnya.

Pihaknya juga sementara mewacanakan pengurusan NIK bagi warga yang belum memiliki NIK ketika masuk rumah sakit, dicek namanya masuk tidak dalam daftar dalam daftar namanya kepesertaan BPJS Kesehatan jika tidak ada maka dikasih kartun BPJS Kesehatan sementara kemudian dikoordinasikan dengan Dinas Sosial dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

"Ini baru diwacanakan tapi sementara masih tunggu keputusan dari pimpinan," tambah Anike.

Pewarta : Musa Abubar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024