Lombok Barat, NTB (Antaranews Papua) - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), mencatat sebanyak pengelola 117 dari total 192 hotel yang ada di daerah itu memilih tutup sementara karena sepinya wisatawan yang menginap pascagempa bumi.

Kepala Bapenda Kabupaten Lombok Barat Hj Lale Prayatni di Gerung, ibu kota Kabupaten Lombok Barat, Sabtu, mengatakan penghentian sementara operasional hotel tersebut tentu berdampak pada pemanfaatan tenaga kerja.

"Sebagian besar hotel yang sementara berhenti beroperasi berada di kawasan wisata pantai Senggigi. Rata-rata merumahkan sementara para pegawainya," katanya.

Setiap tahun, menurut dia, kawasan wisata pantai Senggigi biasanya ramai wisatawan pada Juli-Desember.

Namun, kondisi sebaliknya terjadi pada 2018. Hal itu terjadi setelah terjadi dua kali gempa bumi berkekuatan 7 Skala Richter yang mengguncang Pulau Lombok pada 5 dan 19 Agustus.

Kondisi kawasan wisata tersebut saat ini masih sepi. Hal itu, kata Lale, membuat manajemen hotel meminta solusi kepada Pemkab Lombok Barat.

Rata-rata meminta dispensasi, berupa penundaan pembayaran, pengurangan, bahkan penghapusan pajak.

"Intinya kita harus bantu mereka. Termasuk dengan pemberitaan bahwa Lombok sudah aman dari gempa dan bagaimana mempromosikan lagi potensi wisata kita," ujarnya.

Mengenai keringanan tersebut, Lale mengaku sedang melakukan kajian.

"Kami sedang mengkajinya, toh secara aturan dibolehkan, apalagi semua diakibatkan oleh bencana," ucapnya.

Ia mengatakan sepinya tingkat hunian hotel juga menjadi pukulan tersendiri terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Lombok Barat.

Mestinya, kata dia, dari target PAD sebesar Rp301 miliar pada 2018, sekitar Rp129 miliar harus dipenuhi oleh Bapenda Lombok Barat. Hal itu disebabkan ada potensi kehilangan PAD sebesar Rp41 miliar akibat sepinya kunjungan wisatawan pascagempa.

"Sepinya wisatawan berkunjung berdampak pada pendapatan pajak dan retribusi hotel, restoran serta hiburan," katanya.

Sementara itu, Manajer Pemasaran Hotel Kila Senggigi, Fauzan Akbar mengatakan pihaknya tetap beroperasi di tengah sepinya pengunjung karena kerusakan di hotelnya hanya sedikit.

Menurut dia, sepinya okupansi tentu memberatkan biaya operasional hotel. Pihaknya tetap harus menyiapkan rata-rata Rp1 miliar per bulan untuk membiayai seluruh operasional hotelnya.

"Kami sudah khawatir dengan kondisi sepi pengunjung saat ini," ujar Fauzan sambil menyebutkan tingkat hunian hotelnya hanya 50 persen pascagempa.

Pewarta : Awaludin
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024