Timika (Antaranews Papua) - Pegiat masalah HIV-AIDS di Timika Pastor Bert Hogendoorn OFM mendukung penuh program desentralisasi obat Anti Retro Viral (ARV) ke tingkat kabupaten di Provinsi Papua.

Dukungan itu dimaksudkan agar para penderita HIV-AIDS semakin mudah mengakses obat yang dianggap ampuh menekan laju pertumbuhan virus HIV tersebut.

"Saya rasa desentralisasi ARV sangat positif dengan harapan setiap Puskesmas nantinya bisa lebih efektif dalam melakukan pengobatan secara teratur dan semakin lebih mudah dijangkau oleh penderita HIV-AIDS," katanya di Timika, Senin.

Direktur Yayasan Peduli AIDS Timika itu mengakui selama ini banyak kasus kegagalan minum obat ARV di Papua salah satunya disebabkan oleh kesulitan penderita mengakses layanan obat ARV lantaran biaya transportasi yang cukup mahal.

Jika obat ARV tersedia di setiap Puskesmas, Bert meyakini tidak akan ada lagi keluhan dari para pasien soal kesulitan biaya transportasi sebab jarak antara Puskesmas dengan tempat tinggal mereka cukup dekat.

Misionaris asal Belanda yang sudah puluhan tahun berkarya di Papua itu mengatakan pertumbuhan kasus HIV-AIDS di Mimika hingga kini masih cukup tinggi dengan kisaran temuan kasus baru lebih dari 400 setiap tahun dalam lima tahun terakhir.

Bert meminta semua pihak serius memperhatikan semakin meluasnya epidemi kasus HIV-AIDS di Papua, termasuk di Mimika.

"Apa yang terjadi sekarang ini sebenarnya kita sedang memanen kasus dari beberapa tahun lalu. Pada saat diberikan perhatian serius, ditemukanlah kasus-kasus baru yang banyak itu," jelasnya.

YPAT, katanya, selama ini memberi perhatian khusus pada penyuluhan masalah HIV-AIDS di kalangan kaum muda.

Bert tidak sependapat dengan pandangan yang menyatakan bahwa penemuan semakin banyak kasus baru HIV-AIDS di Papua, termasuk Mimika menunjukkan kegagalan program penyuluhan yang dilakukan oleh berbagai instansi selama ini.

"Menjadi soal bahwa tingkat mobilitas warga Papua termasuk di Timika sangat tinggi. Orang yang sekarang mendapat penyuluhan belum tentu bertahan di suatu tempat. Nanti tahun depan ada orang baru lagi yang datang. Pergantian orang yang terus-menerus menjadi salah satu faktor mengapa kita terus menemukan kasus baru," tuturnya.

Kepala Seksi HIV-AIDS dan IMS pada Dinas Kesehatan Provinsi Papua Dr Rindang Pribadi Marahaba beberapa waktu lalu mengatakan jumlah orang Papua yang kini terinfeksi HIV-AIDS tercatat sudah mencapai lebih dari 37.991 jiwa.

Sejumlah kabupaten di Papua, katanya, kini sudah dapat mengakses obat ARV sendiri ke pusat, tanpa melalui provinsi.

Beberapa kabupaten di Papua yang sudah melakukan desentralisasi obat ARV yaitu Kabupaten Jayapura, Nabire, Mimika dan Jayawijaya. Beberapa kabupaten lain masih memesan obat ARV melalui Dinkes Provinsi Papua seperti Kota Jayapura, Mappi, Boven Digul, Merauke, Biak, Puncak Jaya.

Hal serupa juga akan dilakukan untuk kabupaten Tolikara, Yalimo, Lanny Jaya, Yapen, dan Waropen.

"Proses desentralisasi obat ARV baik ke kabupaten ataupun provinsi tidak semudah yang dibayangkan karena berkaitan dengan manajemen pencatatan dan pelaporan baik jumlah temuan kasus maupun logistik ARV," jelas Rindang.

Ia memastikan persediaan obat ARV di Papua hingga kini masih aman.

Ia berharap para petugas pelayanan obat ARV benar-benar mengatur persediaan dan pendistribusian obat tersebut dengan baik guna menghindari kasus stok out ARV atau kehabisan stok obat ARV.

"Kami sudah memerintahkan penghentian pemberian obat ARV kepada pasien untuk kebutuhan sampai empat bulan karena berisiko terjadi kasus stok out ARV," ujarnya.

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024