Timika (Antaranews Papua) - DPRD Kabupaten Mimika, Papua, terpaksa menunda pertemuan pembahasan tuntutan para guru SMA dan SMK, yang sedianya akan digelar bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), bupati/wakil bupati dan sekda, pada Kamis.

Penundaan dilatarbelakangi oleh ketidakhadiran pejabat Pemkab Mimika, padahal Sekretariat DPRD Mimika telah mengundang pihak terkait, antara lain TAPD, bupati, wakil bupati hingga sekretaris daerah.

Bahkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika Jeni O Usmani pun tidak hadir.
Wakil Ketua II DPRD Mimika Nataniel Murib menyesalkan ketidakhadiran pejabat Pemkab Mimika dalam pertemuan bersama perwakilan 1.065 guru dari 43 SMA/SMK se-Mimika yang telah melakukan mogok mengajar sejak Rabu (17/10) itu.

"Kami melihat Pemkab Mimika tidak bisa bertanggung jawab. Mereka harusnya bekerja sama untuk mencari solusi, koordinasi, agar kita mencari solusi bersama-sama. Ini sebenarnya bukan masalah rumit karena aturannya sudah jelas," kata Nataniel.

Menurut Nataniel, surat edaran Pemprov Papua yang ditandatangani Sekda Papua Herry Dosinaen sudah jelas sebagai dasar untuk membayarkan hak-hak para guru.

Walaupun edaran tersebut terlambat karena dikeluarkan setelah penetapan APBD, namun menurutnya tentu saja ada kebijakan lain yang bisa ditempuh.

"Yang bisa menjawab itu adalah TAPD, bupati, wakil bupati, sekda serta kepala dinas pendidikan. Kebutuhan ini sangat mendesak. Kalau tidak dibayar, maka guru-guru akan melanjutkan mogok mengajar dan proses belajar mengajar tidak berjalan," katanya.

Ia kembali mengingatan agar pada Senin (22/10) pejabat pengambil keputusan di jajaran Pemkab Mimika harus hadir dalam pertemuan yang akan digelar di gedung serbaguna DPRD Mimika.

Pertemuan tersebut dipandang penting karena untuk menuntaskan persoalan guru mogok mengajar, sehingga tidak semakin mengorbankan siswa.

"Tidak ada alasan, hari Senin depan semua pihak harus hadir, kesibukan apapun itu harus datang menyelesaikan persoalan ini. Kami tidak mau ini terus berlanjut, bagaimanapun solusinya harus segera dibayar," katanya.

Ketua Forum Komunikasi Guru dan Tenaga Kependidikan SMA dan SMK di Kabupaten Mimika Sulijo mengaku hanya diberikan harapan palsu dalam serangkaian pertemuan yang digelar sebanyak 17 kali bersama para pejabat Pemkab Mimika dan Pemprov Papua.

"Kalau tidak ada kejelasan seperti ini, kami lanjut mogok mengajar. Ini kesepakatan bersama seluruh kepala sekolah SMA/SMK se-Mimika. Kami guru-guru tidak mau di berikan harapan palsu. Karena disampaikan bahwa akan dibayarkan, tapi pada akhirnya katanya tidak ada uang," ujarnya.

Adapun total 1.065 guru yang mogok mengajar terdiri dari 304 ASN dan 761 honorer berasal dari 43 SMA dan SMK menuntut pembayaran tunjangan perbaikan penghasilan (TPP), uang lauk pauk (ULP), insentif untuk guru honorer.

Total keseluruhan hak-hak guru yang akan dibayar tersebut sekitar Rp22,5 miliar.

TTP dan insentif dibagi dalam tiga kategori yaitu guru yang mengajar di wilayah kota Rp1,5 juta/bulan, kategori dekat Rp1,6 juta/bulan, dan kategori jauh Rp2 juta/bulan.

Pembayaran hak guru ASN maupun honorer SMA dan SMK di Mimika terhambat setelah pengalihan kewenangan SMA dan SMK ke provinsi menyusul penerapan UU No. 23 tahun 2014 yang mewajibkan dilakukan penyesuain organisasi perangkat daerah (OPD).

Sekda Provinsi Papua telah mengeluarkan surat pemberitahuan terkait penganggaran hak-hak guru SMA dan SMK yang masih harus ditanggung pemerintah kabupaten/kota hingga pengesahan Peraturan Gubernur Papua.

Pewarta : Jeremias Rahadat
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024