Timika (Antaranews Papua) - Lokataru Foundation, lembaga advokasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) mendesak manajemen PT Freeport Indonesia (PTFI)agar mempekerjakan kembali karyawan mogok kerja (moker) yang telah diberhentikan secara sepihak.
Advokat Lokataru Foundation Nurkholis yang dihubungi di Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Selasa, mengatakan desakan tersebut berdasarkan beberapa keputusan penting dan berpihak kepada pekerja yang lahir selama bulan September dan Oktober 2018.
"Pertama, pada 12 September 2018 selesainya telaah hukum dan laporan penyelesaian kasus pekerja PT Freeport Indonesia yang dikeluarkan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Papua yang menyatakan mogok kerja para pekerja sah dan telah sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Pengawas Ketenagakerjaan juga menyatakan bahwa PHK akibat mangkir yang diklaim PTFI tidak sah dan bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan," katanya.
"Kedua, keluarnya Anjuran Perselisihan PHK untuk 73 pekerja PT. FI yang mengalami furlough dan di-PHK yang diterbitkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mimika pada tanggal 20 September 2018 yang menganjurkan PT FI untuk mempekerjakan kembali para pekerja dan membayarkan seluruh hak-haknya yang tidak dibayarkan dan tertunda selama ini," ucapnya lagi.
Menurut Nurkholis, lahirnya dua dokumen tersebut, menambah deretan rekomendasi dan desakan yang sebelumnya telah ada dan ditujukan kepada PT. Freeport Indonesia seperti yang dikeluarkan oleh Komnas HAM dan Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Sebelumnya, pada 2017, Komnas HAM telah mengeluarkan hasil telaahnya dan merekomendasikan kepada PTFI untuk mempekerjakan kembali para pekerja yang mengelami furlough dan di PHK karena melakukan mogok kerja.
Sebelumnya juga, pada 31 Agustus 2017, Dewan Jaminan Sosial Nasional telah menyelesaikan verifikasi dan kajian yang menyimpulkan bahwa belum ada PHK terhadap para Pekerja PT Freeport Indonesia yang dengan demikian tindakan sepihak PTFI yang menonaktifkan kepesertaan BPJS Kesehatan para pekerja adalah melanggar sejumlah ketentuan dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS Kesehatan.
"Dengan telah dinyatakan sahnya mogok kerja para pekerja PTFI maka dengan demikian sebagaimana pasal 140 UU Ketenagakerjaan, perusahaan wajib untuk menghormati pemogokan tersebut dan dilarang untuk melakukan tindakan yang bertujuan untuk menolak dan mengganggu pemogokan," ujarnya.
"Semua tindakan yang dilakukan manajemen PT.FI seperti melakukan skorsing, mem-PHK ?serta memaksa para pekerja untuk menerima uang kebijakan perusahaan harus dianggap melawan hukum dan juga bisa dikualifikasikan sebagai sebuah kejahatan anti pemogokan sebagaimana diatur dalam Pasal UU Ketenagakerjaan," katanya menambahkan.
Selain itu, kata Nurcholis, PT Freeport Indonesia wajib menghormati rekomendasi-rekomendasi dan keputusan-keputusan tersebut diatas. Sebagaimana diketahui, dalam sejumlah kesempatan, manajemen PTFI terus menantang para pekerja untuk menempuh upaya hukum.
"Dalam kesempatan ini kami perlu tegaskan bahwa keputusan Dinas Tenaga Kerja mengenai status sahnya pemogokan para pekerja merupakan bentuk penyelesaian atas dugaan pelanggaran hak-hak perburuhan yang diatur dan dilindungi UU Ketenagakerjaan. Oleh karenanya tidak ada alasan bagi PT.FI untuk terus membantah dan menantang para pekerja untuk melakukan upaya hukum," ujarnya.
Selanjutnya, kata Nurkholis sebagai perusahaan yang mengaku berkomitmen terhadap hak asasi manusia dan hak-hak para pekerja, pihaknya mendesak PT Freeport Indonesia untuk menghormati hukum Indonesia dan sejumlah keputusan dan rekomendasi tersebut diatas.
Manajemen PT Freeport Indonesia kata Nurcholis harus segera menindaklanjuti keputusan dan anjuran tersebut dengan segera membatalkan keputusan PHK sepihak terhadap para pekerja yang melakukan mogok kerja dan mengalami furlough.
"Kami juga mendesak Kepolisian Republik Indonesia khususnya Kepolisian Resort Mimika untuk melanjutkan penyidikan atas tindak pidana anti pemogokan (pasal 143 jo Pasal 185 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) yang diduga dilakukan oleh manajemen PT Freeport Indonesia," kata Nurkholis.
Advokat Lokataru Foundation Nurkholis yang dihubungi di Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Selasa, mengatakan desakan tersebut berdasarkan beberapa keputusan penting dan berpihak kepada pekerja yang lahir selama bulan September dan Oktober 2018.
"Pertama, pada 12 September 2018 selesainya telaah hukum dan laporan penyelesaian kasus pekerja PT Freeport Indonesia yang dikeluarkan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Papua yang menyatakan mogok kerja para pekerja sah dan telah sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Pengawas Ketenagakerjaan juga menyatakan bahwa PHK akibat mangkir yang diklaim PTFI tidak sah dan bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan," katanya.
"Kedua, keluarnya Anjuran Perselisihan PHK untuk 73 pekerja PT. FI yang mengalami furlough dan di-PHK yang diterbitkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Mimika pada tanggal 20 September 2018 yang menganjurkan PT FI untuk mempekerjakan kembali para pekerja dan membayarkan seluruh hak-haknya yang tidak dibayarkan dan tertunda selama ini," ucapnya lagi.
Menurut Nurkholis, lahirnya dua dokumen tersebut, menambah deretan rekomendasi dan desakan yang sebelumnya telah ada dan ditujukan kepada PT. Freeport Indonesia seperti yang dikeluarkan oleh Komnas HAM dan Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Sebelumnya, pada 2017, Komnas HAM telah mengeluarkan hasil telaahnya dan merekomendasikan kepada PTFI untuk mempekerjakan kembali para pekerja yang mengelami furlough dan di PHK karena melakukan mogok kerja.
Sebelumnya juga, pada 31 Agustus 2017, Dewan Jaminan Sosial Nasional telah menyelesaikan verifikasi dan kajian yang menyimpulkan bahwa belum ada PHK terhadap para Pekerja PT Freeport Indonesia yang dengan demikian tindakan sepihak PTFI yang menonaktifkan kepesertaan BPJS Kesehatan para pekerja adalah melanggar sejumlah ketentuan dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS Kesehatan.
"Dengan telah dinyatakan sahnya mogok kerja para pekerja PTFI maka dengan demikian sebagaimana pasal 140 UU Ketenagakerjaan, perusahaan wajib untuk menghormati pemogokan tersebut dan dilarang untuk melakukan tindakan yang bertujuan untuk menolak dan mengganggu pemogokan," ujarnya.
"Semua tindakan yang dilakukan manajemen PT.FI seperti melakukan skorsing, mem-PHK ?serta memaksa para pekerja untuk menerima uang kebijakan perusahaan harus dianggap melawan hukum dan juga bisa dikualifikasikan sebagai sebuah kejahatan anti pemogokan sebagaimana diatur dalam Pasal UU Ketenagakerjaan," katanya menambahkan.
Selain itu, kata Nurcholis, PT Freeport Indonesia wajib menghormati rekomendasi-rekomendasi dan keputusan-keputusan tersebut diatas. Sebagaimana diketahui, dalam sejumlah kesempatan, manajemen PTFI terus menantang para pekerja untuk menempuh upaya hukum.
"Dalam kesempatan ini kami perlu tegaskan bahwa keputusan Dinas Tenaga Kerja mengenai status sahnya pemogokan para pekerja merupakan bentuk penyelesaian atas dugaan pelanggaran hak-hak perburuhan yang diatur dan dilindungi UU Ketenagakerjaan. Oleh karenanya tidak ada alasan bagi PT.FI untuk terus membantah dan menantang para pekerja untuk melakukan upaya hukum," ujarnya.
Selanjutnya, kata Nurkholis sebagai perusahaan yang mengaku berkomitmen terhadap hak asasi manusia dan hak-hak para pekerja, pihaknya mendesak PT Freeport Indonesia untuk menghormati hukum Indonesia dan sejumlah keputusan dan rekomendasi tersebut diatas.
Manajemen PT Freeport Indonesia kata Nurcholis harus segera menindaklanjuti keputusan dan anjuran tersebut dengan segera membatalkan keputusan PHK sepihak terhadap para pekerja yang melakukan mogok kerja dan mengalami furlough.
"Kami juga mendesak Kepolisian Republik Indonesia khususnya Kepolisian Resort Mimika untuk melanjutkan penyidikan atas tindak pidana anti pemogokan (pasal 143 jo Pasal 185 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) yang diduga dilakukan oleh manajemen PT Freeport Indonesia," kata Nurkholis.