Jakarta (Antaranews Papua) - Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) membeberkan permasalahan yang berkaitan dengan pesawat Lion Air JT 610 sebelum jatuh di Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober 2018, dalam rute penerbangan Jakarta-Pangkal Pinang.

Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi Subkomite Penerbangan Nurcahyo Utomo dalam konferensi pers pengumuman "preliminary report" investigasi kecelakaan Lion Air JT 610 di Jakarta, Rabu, mengatakan kemiringan pesawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang di kiri dan kanan sisi badan berbeda 20 derajat.    
   
"Kotak hitam 'flight data recorder' (FDR) merekam adanya perbedaan antara 'angle of attack' kiri dan kanan sekitar 20 derajat yang terjadi terus menerus sampai dengan akhir rekaman," ujarnya.

Nurcahyo menjelaskan bahwa sesaat pesawat udara sebelum lepas landas (rotation), 'stick shaker' pada 'control column' sebelah kiri aktif dan terjadi pada hapir seluruh penerbangan.     

"Stick shaker ini pemberi peringatan atau rangsangan yang memberikan input kepada pilot bahwa indikasi pesawat akan 'stall'," katanya.    

Dia menambahkan "angle of attack" (AoA) sebelah kiri lebih besar dari sebelah kanan.    

"Ini yang akan kita cari tahu apakah korelasinya antara AoA, stick shaker dengan kondisi akan stall, apa yang harus dilakukan pilot agar pesawat kembali ke aliran udara," katanya.    

"Stall" adalah kondisi pesawat kehilangan daya angkat ketika sudut kritis serangan melampaui 15 derajat.     

Nucahyo juga menjelaskan pada saat terbang, co-pilot sempat bertanya kepada petugas pemandu lalu lintas penerbangan untuk memastikan ketinggian serta kecepatan pesawat udara yang ditampilkan pada layar radar petugas pemandu lalu lintas penerbangan (ATC Airnav).     

Co-pilot juga melaporkan masalah kendali pesawat "flight control problem" kepada radar petugas pemandu lalu lintas penerbangan.    

"Setelah flaps dinaikkan, FDR merekam 'trim aircraft nose down' otomatis berhenti ketika flaps diturunkan. Ketika flaps dinaikkan kembali 'trim aircraft nose down' otomatis dan input dari pilot untuk melakukan trim aircraft nose up terjadi kembali dan berlanjut selama penerbangan," katanya.    

Pada pukul 23.32 UTC atau 6.32 WIB, FDR berhenti merekam data.     

Tim investigasi akan melakukan beberapa pemeriksaan termasuk pemeriksaan sensor AoA dan simulasi penerbangan dengan menggunakan engineering simulator milik Boeing.     

"Tim investigasi juga telah mendapatkan 'quick access recrder' (QAR) untuk dilakukan analisis lebih lanjut," kata Nurcahyo.

Oleh karena itu, KNKT menerbitkan dua rekomendasi untuk maskapai Lion Air terkait kecelakaan pesawat PK-LQP nomor penerbangan JT 610 itu.
 
Nurcahyo Utomo menyebutkan dua rekomendasi itu adalah menjamin implementasi dari "operation manual part A subchapter 1.4.2" dalam rangka meningkatkan budaya keselamatan dan untuk menjamin pilot dapat mengambil keputusan untuk meneruskan penerbangan.

Kedua, menjamin semua dokumen operasional diisi dan dikomentasikan secara tepat.

"Jadi ada ketidaksesuaian antara manual book Lion Air dengan kondisi penerbangan rute sebelumnya, yaitu Denpasar-Jakarta. Dengan adanya kerusakan sensor 'angle of attack' seperti itu harusnya pesawat kembali ke bandara asal bukan meneruskan penerbangan," katanya.

Selain itu, lanjut Nurcahyo, ada ketidaksesuaian antara data kru kabin yang dituliskan dengan yang bertugas.

"Di 'weight and balance' tercatat pramugarinya lima, sementara ditulis di dokumen ada enam," katanya.

Hasil rekomendasi tersebut berdasarkan pengunduhan dokumen dari kotak hitam Flight Data Recorder (FDR) yang telah ditemukan namun untuk Cockpit Voice Recorder (CVR) masih belum ditemukan.

Pewarta : Juwita Trisna Rahayu
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024