Jakarta (Antaranews Papua) - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak permohonan sengketa hasil Pilkada Deiyai Provinsi Papua yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 4 dalam Pilkada Kabupaten Deiyai, Inarius Douw dan Anakletus Doo.
"Dalam pokok permohonan menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung MK Jakarta, Rabu.
Mahkamah dalam pertimbanganya menyebutkan dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Terkait erat dengan dalil lain yang telah dipertimbangkan dan ternyata tidak dibuktikan lebih lanjut oleh pemohon, Mahkamah berpendapat dalil-dalil tersebut tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih lanjut," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna membacakan pertimbangan Mahkamah.
Oleh karena itu, MK menyatakan hasil akhir perolehan suara dalam Pilkada Deiyai Provinsi Papua sebagaimana tertuang dalam Keputusan KPU Kabupaten Deiyai Nomor 30/HK.03.1-Kpt/9128/KPU-Kab/X/2018 tentang penetapan rekapitulasi hasil akhir penghitungan suara dalam Pilkada Kabupaten Deiyai Provinsi Papua pasca putusan MK bertanggal 18 Oktober 2018, harus dinyatakan sah dan harus dilaksanakan.
Putusan MK untuk perkara ini terkait dengan hasil pemungutan suara ulang atau PSU di beberapa wilayah Kabupaten Deiyai yang kembali diperkarakan pasangan Inarius-Anakletus.
Pasangan Inarius-Anakletus, melalui kuasa hukumnya M Salman Darwis berpendapat telah terjadi pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Deiyai bersama-sama dengan paslon nomor urut 1 dalam Pilkada Kabupaten Deiyai, Ateng Edowai - Hengky Pigai.
Inarius-Anakletus menduga KPU tidak bersikap independen karena berpihak pada paslon nomor urut 1, karena KPU diduga memanipulasi hasil kesepakatan masyarakat Kampung Komauto, Distrik Kapiraya, yang memberikan 1.208 suara kepada paslon nomor urut 1.
Selain itu, KPU beserta paslon nomor urut 1 diduga menggunakan kekerasan dan intimidasi kepada masyarakat Kampung Diyai 1, untuk melakukan manipulasi hasil kesepakatan masyarakat Kampung Diyai I, Distrik Tigi Barat memberikan 2.000 suara kepada Paslon Nomor Urut 1.
Berdasarkan hasil tersebut, Salman mengatakan pihak pemohon seharusnya ditetapkan sebagai pemenang dalam Pilbup Kabupaten Deiyai Tahun 2018 dengan akumulasi perolehan 17.346 suara ditambah 3.273 menjadi 20.619 suara.
Karena itu, Inarius-Anakletus meminta mahkamah untuk membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Deiyai Nomor: 30/HK.03.1-Kpt/9128/KPU-Kab/X/2018 tentang Penghitungan Suara dari Setiap Distrik di Tingkat Kabupaten dalam Pilbup Kabupaten Deiyai, mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 karena melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif.
Selain itu, pemohon juga meminta Mahkamah untuk menetapkan perolehan suara hasil Pilkada Kabupaten Deiyai Tahun 2018 yang benar menurut pemohon, yaitu Ateng Edowai dan Hengky Pigai (paslon nomor urut 1) memperoleh 17.605 suara, Keni Ikamou dan Abraham Tekege (Paslon Nomor Urut 2) memperoleh 7.548 suara, Dance Takimai dan Robert Dawapa (paslon nomor urut 3) memeroleh 15.226 suara, dan pemohon memperoleh 20.619 suara.
"Dalam pokok permohonan menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung MK Jakarta, Rabu.
Mahkamah dalam pertimbanganya menyebutkan dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Terkait erat dengan dalil lain yang telah dipertimbangkan dan ternyata tidak dibuktikan lebih lanjut oleh pemohon, Mahkamah berpendapat dalil-dalil tersebut tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih lanjut," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna membacakan pertimbangan Mahkamah.
Oleh karena itu, MK menyatakan hasil akhir perolehan suara dalam Pilkada Deiyai Provinsi Papua sebagaimana tertuang dalam Keputusan KPU Kabupaten Deiyai Nomor 30/HK.03.1-Kpt/9128/KPU-Kab/X/2018 tentang penetapan rekapitulasi hasil akhir penghitungan suara dalam Pilkada Kabupaten Deiyai Provinsi Papua pasca putusan MK bertanggal 18 Oktober 2018, harus dinyatakan sah dan harus dilaksanakan.
Putusan MK untuk perkara ini terkait dengan hasil pemungutan suara ulang atau PSU di beberapa wilayah Kabupaten Deiyai yang kembali diperkarakan pasangan Inarius-Anakletus.
Pasangan Inarius-Anakletus, melalui kuasa hukumnya M Salman Darwis berpendapat telah terjadi pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Deiyai bersama-sama dengan paslon nomor urut 1 dalam Pilkada Kabupaten Deiyai, Ateng Edowai - Hengky Pigai.
Inarius-Anakletus menduga KPU tidak bersikap independen karena berpihak pada paslon nomor urut 1, karena KPU diduga memanipulasi hasil kesepakatan masyarakat Kampung Komauto, Distrik Kapiraya, yang memberikan 1.208 suara kepada paslon nomor urut 1.
Selain itu, KPU beserta paslon nomor urut 1 diduga menggunakan kekerasan dan intimidasi kepada masyarakat Kampung Diyai 1, untuk melakukan manipulasi hasil kesepakatan masyarakat Kampung Diyai I, Distrik Tigi Barat memberikan 2.000 suara kepada Paslon Nomor Urut 1.
Berdasarkan hasil tersebut, Salman mengatakan pihak pemohon seharusnya ditetapkan sebagai pemenang dalam Pilbup Kabupaten Deiyai Tahun 2018 dengan akumulasi perolehan 17.346 suara ditambah 3.273 menjadi 20.619 suara.
Karena itu, Inarius-Anakletus meminta mahkamah untuk membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Deiyai Nomor: 30/HK.03.1-Kpt/9128/KPU-Kab/X/2018 tentang Penghitungan Suara dari Setiap Distrik di Tingkat Kabupaten dalam Pilbup Kabupaten Deiyai, mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 karena melakukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif.
Selain itu, pemohon juga meminta Mahkamah untuk menetapkan perolehan suara hasil Pilkada Kabupaten Deiyai Tahun 2018 yang benar menurut pemohon, yaitu Ateng Edowai dan Hengky Pigai (paslon nomor urut 1) memperoleh 17.605 suara, Keni Ikamou dan Abraham Tekege (Paslon Nomor Urut 2) memperoleh 7.548 suara, Dance Takimai dan Robert Dawapa (paslon nomor urut 3) memeroleh 15.226 suara, dan pemohon memperoleh 20.619 suara.