Jakarta (ANTARA News Papua) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Pemerintah Provinsi Papua Barat menjadi yang paling rendah pada tingkat kepatuhan pelaporan harta kekayaan pada 2018.

"Yang paling rendah pertama Papua Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Sumatera Selatan," kata Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Berdasarkan data yang dirilis KPK pada Senin, dari 517 wajib lapor pada Pemprov Papua hanya 0,39 persen yang melaporkan harta kekayaannya.

Selanjutnya, dari 532 wajib lapor pada Pemprov Sulawesi Selatan hanya 1,50 persen yang melaporkan kekayaannya.

Kemudian Pemprov Maluku, dari 698 wajib lapor hanya 1,72 persen yang melaporkan kekayaannya.

Pemprov Sumatera Selatan dari 557 wajib lapor hanya 2,51 persen yang melaporkan kekayaannya.

Pahala menjelaskan bahwa dibutuhkan komitmen dari kepala daerah masing-masing terkait tingkat kepatuhan tersebut, misalnya tidak boleh ada promosi dan pelantikan jika belum melaporkan harta kekayaan.

"Ini kan Sulsel gubernur baru, kemarin datang ke sini sudah saya sampaikan juga, Maluku juga dan sama untuk gubernur juga sama biasanya kalau gubernurnya 'keras' bilang tidak boleh ada promosi, tidak boleh dilantik," ucap Pahala.

Selain pada Pemprov, KPK juga merilis kepatuhan pelaporan harta kekayaan pada legislatif tingkat provinsi.

Terdapat tiga DPRD Provinsi yang tingkat kepatuhannya 0,00 persen antara lain DKI Jakarta, Lampung, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.

"Jadi, DKI, Lampung, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara. Mohon kalau ada korespondennya di sana ditanyai kenapa tidak mau lapor kan kalau empat tidak mau lapor berarti 30 (DPRD Provinsi) mau lapor," ucap Pahala.

Ia pun menyatakan bahwa pelaporan harta kekayaan untuk tingkat DPRD agak sulit.

"Karena kalau kita dorong Ketua DPRD-nya, dia bilang "waduh pak itu anggota masing-masing", gubernurnya tidak bisa juga, sekwannya tidak bisa juga. Jadi, ini benar-benar dari partai atau fraksinya yang mendorong," ungkap Pahala.

Untuk diketahui, KPK menginformasikan bahwa terdapat 64,05 persen wajib lapor yang melaporkan harta kekayaan pada 2018 melalui aplikasi e-Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (e-LHKPN).

Angka tersebut menurun dibandingkan pelaporan pada 2017 sebesar 78 persen yang masih menggunakan sistem manual.

"Dulu lagi zaman kertas, kita rata-rata nasional sudah 78 persen tetapi begitu elektronik malah 64 persen itu juga juga 46 ribunya terlambat. Jadi, kita pikir katanya dulu susah begitu digampangin malah kepatuhannya rendah," ucap Pahala.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam kesempatan sama menyatakan bahwa data yang disampaikan KPK itu merupakan pelaporan harta kekayaan di tahun 2018 untuk kekayaan selama 2017.

"Jadi, kekayaannya di tahun 2017 yang wajib dilaporkan pada tahun 2018," kata Febri.

Pewarta : Benardy Ferdiansyah
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024