Jakarta (ANTARA) - Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (KT HAM) PBB tidak akan menindaklanjuti petisi kemerdekaan Papua yang disampaikan oleh anggota kelompok gerakan separatis Kemerdekaan Papua Barat Benny Wenda saat menyusup dalam pertemuan Vanuatu dengan KT HAM.

Wakil Tetap RI untuk PBB dan organisasi internasional lain di Jenewa, Duta Besar Hasan Kleib, dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta, Sabtu, menyatakan Komisioner Tinggi HAM PBB tidak akan menindaklanjuti hal-hal yang berada di luar mandatnya yang hanya terkait dengan isu-isu HAM.

Dubes Hasan Kleib menjelaskan bahwa Benny Wenda saat diselundupkan dalam pertemuan antara Pemerintah Vanuatu dengan KT HAM sempat menyampaikan satu buku berisi petisi tentang kemerdekaan Papua.

Padahal, pertemuan itu dilakukan dalam rangka pembahasan rekam jejak hak asasi manusia atau Universal Periodic Review (UPR) Vanuatu di Dewan HAM PBB.

"Yang menarik ketika kami berbicara dengan pihak KT HAM, mereka menyatakan bahwa yang diserahkan oleh Benny Wenda itu adalah sebuah buku yang menurut beliau ketika Benny Wenda sudah keluar, dia melihat buku itu tidak ditulis dalam bahasa Inggris dan dalam bahasa yang belum pernah beliau lihat, entah apakah itu bahasa Indonesia atau bukan," ujar Dubes Hasan.

Menurut dia, petisi yang dibawa dan diserahkan oleh Benny Wenda kepada KT HAM tidak hanya meragukan, namun juga buku berisi petisi tersebut ternyata merupakan salinan dari petisi tahun 2017. Hal itu disampaikan berdasarkan pengamatan tim staf KT HAM PBB yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Wakil Tetap RI pun kembali menegaskan bahwa petisi kemerdekaan Papua yang disampaikan oleh Benny Wenda itu tentu tidak akan ditindaklanjuti oleh pihak KT HAM.

"KT HAM tidak memiliki mandat untuk menindaklanjuti petisi yang tidak ada kaitannya dengan masalah HAM. Kalau itu masalah politik tidak akan ditangani dan tidak akan ditindaklanjuti," ujar Dubes Hasan.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mengecam keras langkah manipulatif Pemerintah Vanuatu yang mengelabui Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB dengan menyusupkan anggota kelompok gerakan separatis Kemerdekaan Papua Barat Benny Wenda ke dalam delegasi Vanuatu.

Menurut keterangan dari kantor KT HAM PBB, tanpa sepengetahuan kantor Komisioner Tinggi HAM, Benny Wenda dimasukkan dalam delegasi Vanuatu yang melakukan kunjungan kehormatan ke kantor KT HAM pada Jumat, 25 Januari 2019.

Kunjungan kehormatan itu dilakukan dalam rangka pembahasan rekam jejak hak asasi manusia atau Universal Periodic Review (UPR) Vanuatu di Dewan HAM PBB.

Pihak Kementerian Luar Negeri RI pun menjelaskan bahwa nama anggota kelompok gerakan separatis Kemerdekaan Papua Barat Benny Wenda sebenarnya tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR.       

Karena itu, tindakan Pemerintah Vanuatu yang menyusupkan anggota separatis ke dalam delegasi negaranya merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji, dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB.     

Tidak masuk delegasi resmi Vanuatu
Selain itu, Pemerintah Indonesia membantah pernyataan pemerintah Vanuatu bahwa Benny Wenda anggota kelompok gerakan separatis Kemerdekaan Papua Barat, masuk dalam daftar delegasi resmi Vanuatu saat bertemu dengan Komisioner Tinggi HAM PBB.

Wakil Tetap RI untuk PBB dan organisasi internasional lain di Jenewa, Duta Besar Hasan Kleib, dalam pesan singkatnya yang diterima di Jakarta pada Sabtu menegaskan bahwa nama Benny Wenda tidak masuk dalam delegasi resmi Vanuatu.

Penegasan itu dilakukan Wakil Tetap RI Hasan Kleib menyusul adanya pernyataan dari pihak Vanuatu yang menyangkal pernyataan pemerintah Indonesia bahwa Benny Wenda tidak masuk dalam delegasi resmi Vanuatu.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mengecam keras langkah manipulatif Pemerintah Vanuatu yang mengelabui Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (KT HAM) PBB dengan menyusupkan anggota kelompok gerakan separatis Kemerdekaan Papua Barat, Benny Wenda, ke dalam delegasi Vanuatu.

Menurut keterangan dari kantor KT HAM PBB, tanpa sepengetahuan kantor Komisioner Tinggi HAM, Benny Wenda dimasukkan dalam delegasi Vanuatu yang melakukan kunjungan kehormatan ke kantor KT HAM pada Jumat, 25 Januari 2019.

Kunjungan kehormatan itu dilakukan dalam rangka pembahasan rekam jejak hak asasi manusia atau Universal Periodic Review (UPR) Vanuatu di Dewan HAM PBB.

Pihak Kementerian Luar Negeri RI pun menjelaskan bahwa nama anggota kelompok gerakan separatis Kemerdekaan Papua Barat, Benny Wenda, sebenarnya tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR.  

Untuk itu, Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa Dubes Hasan Kleib kembali menegaskan bahwa Benny Wenda memang tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu berdasarkan Susunan Delegasi UPR Vanuatu sesuai Dokumen Dewan HAM No.A/HRC/WG.6/32/L.7 tanggal 28 Januari 2019 tentang "Report of the Working Group of the Universsal Periodic Review - Vanuatu".

Pihak Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB bahkan menyatakan pihaknya sangat terkejut dengan kehadiran Benny Wenda mengingat pertemuan itu semata-mata dimaksudkan untuk membahas UPR Vanuatu.

"Karena permintaannya untuk bahas UPR Vanuatu sebagaimana disampaikan Komisioner Tinggi HAM Michelle Bachelet makanya beliau 'caught by surprise' (terkejut) (dengan kehadiran Benny Wenda -red)," ujar Dubes Hasan.

"Komisioner Tinggi HAM pun mendasarkan pada 'good intention' (niat baik) negara PBB ketika akan bertemu dengan pihaknya, karenanya tidak pernah meneliti setiap anggota delegasi yang menyertai menterinya," lanjutnya.

Oleh karena itu, tindakan Pemerintah Vanuatu yang menyusupkan anggota separatis ke dalam delegasi negaranya merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB.

Pewarta : Yuni Arisandy Sinaga
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024