Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang baru dilantik Hinsa Siburian mengaku akan menaati aturan terkait dengan rangkap jabatan.
"Kita sesuaikan dengan aturan perundang-undangan saya taat hukum taat asas. Saya sesuaikan saja peraturan perundangan, kita ingin taat azas," kata Hinsa di Istana Negara Jakarta, Selasa.
Presiden Joko Widodo melantik Hinsa Siburian sebagai Kepala BSSN berdasarkan Keputusan Presiden No 56/P tahun 2019 tentang Pengangkatan Kepala BSSN per tanggal 20 Mei 2019.
Hinsa diketahui adalah salah satu komisaris PT Freeport Indonesia.
"Saya komisaris di PT Freeport, itu baru setelah divestasi bulan Desember kemarin," ungkap Hinsa.
Ia pun mengaku menjadi Kepala BSSN adalah tanggung jawab yang akan ia kerjakan sebaik mungkin.
"Ini amanah dari Tuhan, saya juga sangat hormat dengan beliau karena beliau kan, saya anggap ini kepercayaan dari beliau dan bagaimana saya dapat jaga semampu saya dan tentu dibantu dengan semua staf, ini kan sudah cukup banyak juga, ada sampai 1200 orang, kekuatan yang saya pikir mudah-mudahan bisa berbuat yang terbaik untuk negara," tambah Hinsa.
Hinsa mengaku baru diberitahu akan menjabat sebagai Kepala BSSN pada Senin (20/5).
Aturan mengenai rangkap jabatan termuat dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 17 yang menyebutkan pejabat pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD.
Pejabat pelaksana pelayanan publik adalah pejabat yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik dan ASN tentu termasuk di dalamnya.
Sedangkan menurut Pasal 23 UU Kementerian Negara, Menteri dilarang merangkap jabatan apabila jabatan yang dimaksud adalah sebagai pejabat Negara lainnya, atau menjadi komisaris/direksi pada perusahaan Negara/perusahaan swasta, atau merangkap sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN/APBD.
Di luar batasan yang sifatnya limatatif tersebut, menteri atau pejabat Negara setingkat menteri yang melakukan rangkap jabatan, tidak bisa dilengserkan dari jabatannya, kecuali diberhentikan oleh Presiden seperti syarat yang diatur dalam Pasal 24 UU No.39 Tahun 2008.
"Kita sesuaikan dengan aturan perundang-undangan saya taat hukum taat asas. Saya sesuaikan saja peraturan perundangan, kita ingin taat azas," kata Hinsa di Istana Negara Jakarta, Selasa.
Presiden Joko Widodo melantik Hinsa Siburian sebagai Kepala BSSN berdasarkan Keputusan Presiden No 56/P tahun 2019 tentang Pengangkatan Kepala BSSN per tanggal 20 Mei 2019.
Hinsa diketahui adalah salah satu komisaris PT Freeport Indonesia.
"Saya komisaris di PT Freeport, itu baru setelah divestasi bulan Desember kemarin," ungkap Hinsa.
Ia pun mengaku menjadi Kepala BSSN adalah tanggung jawab yang akan ia kerjakan sebaik mungkin.
"Ini amanah dari Tuhan, saya juga sangat hormat dengan beliau karena beliau kan, saya anggap ini kepercayaan dari beliau dan bagaimana saya dapat jaga semampu saya dan tentu dibantu dengan semua staf, ini kan sudah cukup banyak juga, ada sampai 1200 orang, kekuatan yang saya pikir mudah-mudahan bisa berbuat yang terbaik untuk negara," tambah Hinsa.
Hinsa mengaku baru diberitahu akan menjabat sebagai Kepala BSSN pada Senin (20/5).
Aturan mengenai rangkap jabatan termuat dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 17 yang menyebutkan pejabat pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD.
Pejabat pelaksana pelayanan publik adalah pejabat yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik dan ASN tentu termasuk di dalamnya.
Sedangkan menurut Pasal 23 UU Kementerian Negara, Menteri dilarang merangkap jabatan apabila jabatan yang dimaksud adalah sebagai pejabat Negara lainnya, atau menjadi komisaris/direksi pada perusahaan Negara/perusahaan swasta, atau merangkap sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN/APBD.
Di luar batasan yang sifatnya limatatif tersebut, menteri atau pejabat Negara setingkat menteri yang melakukan rangkap jabatan, tidak bisa dilengserkan dari jabatannya, kecuali diberhentikan oleh Presiden seperti syarat yang diatur dalam Pasal 24 UU No.39 Tahun 2008.