Manokwari (ANTARA) - Suku Besar Arfak pada Minggu menggelar tatap muka masyarakat adat untuk menyikapi situasi keamanan di Kabupaten Manokwari, Papua Barat.
Pascakerusuhan yang terjadi di Manokwari pada 19 Agustus 2019, situasi keamanan di daerah tersebut belum 100 persen pulih.
Meskipun aktivitas masyarakat sudah berjalan lancar, namun kekhawatiran akan adanya aksi susulan masih menghantui warga.
Temu adat yang dipimpin tiga Kepala Suku Kesar Arfak, yakni Dominggus Mandacan, Keliopas Maidodga serta Nataniel Mandacan ini dilakukan untuk mempercepat proses pemulihan keamanan di daerah ini.
Selain tiga kepala suku besar, pertemuan yang menghadirkan ribuan warga Suku Arfak itu juga dihadiri para tokoh intelektual, pemuda serta perempuan dari kalangan suku tersebut, termasuk tokoh Suku Besar Arfak yang kini menjadi Bupati Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak dan Teluk Bintuni.
Wilayah adat Suku Besar Arfak meliputi Manokwari, Pegunungan Arfak, Manokwari Selatan, Teluk Bintuni, Tambrauw hingga sebagian wilayah Teluk Wondama.
"Manokwari adalah rumah kita, pusat pemerintahan adat ada di sini," kata Dominggus Mandacan pada pertemuan itu.
Mandacan mengajak seluruh warga suku tersebut bersatu menjaga Manokwari. Ia tak ingin peristiwa 19 Agustus terulang kembali.
"Kita punya kantor DPR sudah dibakar, begitu pula kantor MRP, termasuk fasilitas lain serta tempat usaha masyarakat. Jangan sampai kantor gubernur lagi dibakar, awas di sana ada Kepala Suku Besar Arfak di lantai lima," kata Mandacan.
Ia pun berharap masyarakat Arfak terutama para kepala suku terbuka dan bisa mencegah kemungkinan buruk yang dapat terjadi. Para kepala suku diminta untuk merangkul seluruh masyarakat di lingkungannya.
"Orang tua kita dulu menerima semua masyarakat yang datang dari suku apapun ke sini, bahkan mereka diberikan tanah supaya bisa bikin rumah dan bisa mencari makan. Maka sekarang kita minta mereka menghargai kita, jangan merusak rumah orang," kata Dominggus.
Ia pun mengajak masyarakat Arfak tetap tenang serta tidak mengambil langkah yang dapat memperkeruh suasana.
"Kita harus saling menjaga, Suku Arfak harus bisa memberikan rasa aman supaya rumah besar ini damai, tidak ada aksi anarkis, tidak ada perusakan, tidak ada pembakaran dan penjarahan," katanya.
"Sejak Penginjil masuk ke Pulau Mansinam, tanah ini sudah diberkati, termasuk manusianya. Sekarang kita harus menjadi berkat bagi orang lain, berkat bagi Tanah Papua, berkat bagi Indonesia dan berkat bagi masyarakat dari seluruh suku yang ada," kata dia.
Dalam jumpa pers usai pertemuan tersebut Dominggus menjelaskan, melalui temu adat itu dia ingin masyarakat dari seluruh Suku Besar Arfak bersatu.
Selanjutnya, seluruh suku yang ada di daerah tersebut baik Papua maupun non-Papua akan dirangkul.
"Sekali lagi saya sampaikan, Manokwari ini rumah kita bersama. Maka semua suku harus saling menghargai dalam kerangka NKRI dan semua harus berkomitmen untuk jaga Manokwari," kata dia.
Pascakerusuhan yang terjadi di Manokwari pada 19 Agustus 2019, situasi keamanan di daerah tersebut belum 100 persen pulih.
Meskipun aktivitas masyarakat sudah berjalan lancar, namun kekhawatiran akan adanya aksi susulan masih menghantui warga.
Temu adat yang dipimpin tiga Kepala Suku Kesar Arfak, yakni Dominggus Mandacan, Keliopas Maidodga serta Nataniel Mandacan ini dilakukan untuk mempercepat proses pemulihan keamanan di daerah ini.
Selain tiga kepala suku besar, pertemuan yang menghadirkan ribuan warga Suku Arfak itu juga dihadiri para tokoh intelektual, pemuda serta perempuan dari kalangan suku tersebut, termasuk tokoh Suku Besar Arfak yang kini menjadi Bupati Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak dan Teluk Bintuni.
Wilayah adat Suku Besar Arfak meliputi Manokwari, Pegunungan Arfak, Manokwari Selatan, Teluk Bintuni, Tambrauw hingga sebagian wilayah Teluk Wondama.
"Manokwari adalah rumah kita, pusat pemerintahan adat ada di sini," kata Dominggus Mandacan pada pertemuan itu.
Mandacan mengajak seluruh warga suku tersebut bersatu menjaga Manokwari. Ia tak ingin peristiwa 19 Agustus terulang kembali.
"Kita punya kantor DPR sudah dibakar, begitu pula kantor MRP, termasuk fasilitas lain serta tempat usaha masyarakat. Jangan sampai kantor gubernur lagi dibakar, awas di sana ada Kepala Suku Besar Arfak di lantai lima," kata Mandacan.
Ia pun berharap masyarakat Arfak terutama para kepala suku terbuka dan bisa mencegah kemungkinan buruk yang dapat terjadi. Para kepala suku diminta untuk merangkul seluruh masyarakat di lingkungannya.
"Orang tua kita dulu menerima semua masyarakat yang datang dari suku apapun ke sini, bahkan mereka diberikan tanah supaya bisa bikin rumah dan bisa mencari makan. Maka sekarang kita minta mereka menghargai kita, jangan merusak rumah orang," kata Dominggus.
Ia pun mengajak masyarakat Arfak tetap tenang serta tidak mengambil langkah yang dapat memperkeruh suasana.
"Kita harus saling menjaga, Suku Arfak harus bisa memberikan rasa aman supaya rumah besar ini damai, tidak ada aksi anarkis, tidak ada perusakan, tidak ada pembakaran dan penjarahan," katanya.
"Sejak Penginjil masuk ke Pulau Mansinam, tanah ini sudah diberkati, termasuk manusianya. Sekarang kita harus menjadi berkat bagi orang lain, berkat bagi Tanah Papua, berkat bagi Indonesia dan berkat bagi masyarakat dari seluruh suku yang ada," kata dia.
Dalam jumpa pers usai pertemuan tersebut Dominggus menjelaskan, melalui temu adat itu dia ingin masyarakat dari seluruh Suku Besar Arfak bersatu.
Selanjutnya, seluruh suku yang ada di daerah tersebut baik Papua maupun non-Papua akan dirangkul.
"Sekali lagi saya sampaikan, Manokwari ini rumah kita bersama. Maka semua suku harus saling menghargai dalam kerangka NKRI dan semua harus berkomitmen untuk jaga Manokwari," kata dia.