Jayapura (ANTARA) - Asosiasi Perusahaan Perjalanan dan Wisata Indonesia (Asita) Provinsi Papua mengungkapkan kerusuhan di Jayapura pada Kamis (29/8) berdampak signifikan kepada dunia pariwisata di Bumi Cenderawasih.
Ketua Asita Provinsi Papua, Iwanta Parangin-Angin di Jayapura, Rabu, mengatakan sudah ratusan tur dari wisatawan asing yang membatalkan pemesanan perjalanannya.
"Sudah banyak pembatalan, kalau tur biasa seperti belum lama ini, sudah membatalkan pesanan sekitar 100 orang," katanya.
Menurut Iwanta, batalnya kedatangan kapal pesiar yang seharusnya masuk pada 12 September 2019 dengan sekitar 500-an orang juga imbas dari kericuhan didi Jayapura.
"Dengan mahalnya harga tiket penerbangan dan paket wisata di Papua, mayoritas wisatawan yang datang adalah warga negara asing (WNA)," ujarnya.
Dia menjelaskan turis asing selalu merencanakan perjalanan wisatanya jauh-jauh hari, sehingga meski kericuhan terjadi pada akhir Agustus, pembatalan sudah dilakukan untuk perjalanan beberapa bulan ke depan.
"Sampai Oktober saja sudah ada pembatalan, biasanya turis begitu lihat berita kurang baik langsung membatalkan pesanan, jadi hingga Oktober sudah sekitar 150 turis yang membatalkan," katanya lagi.
Dia menambahkan paling banyak yang membatalkan pesanan adalah turis Eropa dan pihaknya mengalami kerugian lumayan besar, kini turis dari beberapa negara pun sering menanyakan situasi Papua.
Ketua Asita Provinsi Papua, Iwanta Parangin-Angin di Jayapura, Rabu, mengatakan sudah ratusan tur dari wisatawan asing yang membatalkan pemesanan perjalanannya.
"Sudah banyak pembatalan, kalau tur biasa seperti belum lama ini, sudah membatalkan pesanan sekitar 100 orang," katanya.
Menurut Iwanta, batalnya kedatangan kapal pesiar yang seharusnya masuk pada 12 September 2019 dengan sekitar 500-an orang juga imbas dari kericuhan didi Jayapura.
"Dengan mahalnya harga tiket penerbangan dan paket wisata di Papua, mayoritas wisatawan yang datang adalah warga negara asing (WNA)," ujarnya.
Dia menjelaskan turis asing selalu merencanakan perjalanan wisatanya jauh-jauh hari, sehingga meski kericuhan terjadi pada akhir Agustus, pembatalan sudah dilakukan untuk perjalanan beberapa bulan ke depan.
"Sampai Oktober saja sudah ada pembatalan, biasanya turis begitu lihat berita kurang baik langsung membatalkan pesanan, jadi hingga Oktober sudah sekitar 150 turis yang membatalkan," katanya lagi.
Dia menambahkan paling banyak yang membatalkan pesanan adalah turis Eropa dan pihaknya mengalami kerugian lumayan besar, kini turis dari beberapa negara pun sering menanyakan situasi Papua.