Jakarta (ANTARA) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengimbau seluruh masyarakat pers, terutama para penanggung jawab media agar dalam pemberitaan mengenai virus Corona hendaknya mengedukasi, menciptakan ketenangan di tengah masyarakat, dan tidak menciptakan kepanikan.
Dalam keterangan tertulisnya yang diterima Antara, Selasa, Ketua Umum PWI Atal Sembiring Depari meminta agar dalam pemberitaan mengenai virus Corona memberikan pemahaman mendalam kepada publik.
Diingatkan pula terhadap kewajiban pers melindungi identitas atau data pribadi masyarakat yang tengah dalam dalam penanganan medis virus Corona.
"Silakan para wartawan menyampaikan informasi yang bermanfaat terkait virus Corona ini, namun secara bersamaan melindungi data atau identitas pribadi korban virus yang tengah dalam perawatan medis," kata Atal.
Pernyataan Pengurus PWI itu disampaikan sebagai respons atas adanya keluhan masyarakat terhadap pemberitaan sebagian media yang menyiarkan identitas pribadi pasien yang diduga mengalami infeksi virus Corona.
Pernyataan PWI tersebut juga telah dibahas dalam rapat pleno pengurus PWI Pusat.
"Silakan wartawan atau media menyampaikan fakta-fakta yang telah terkonfirmasi. Tetapi, jangan lupa juga harus menghormati hak-hak pribadi korban. Jangan sampai diungkap secara vulgar. Ini jelas mengganggu hak pribadi pasien dan keluarganya. Bahkan masyarakat yang tinggal di lingkungan rumah pasien,” tambah Atal.
PWI Pusat mengingatkan wartawan dan para pengelola "newsroom" sebagai "gate keeper" berita agar tetap menghormati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam mengembangkan berita terkait kasus virus Corona.
Pasal 9 KEJ secara tegas menyebutkan, "Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik."
Menurut dia, menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati, sementara kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Selain itu, Pasal 17 huruf h UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik juga melarang identitas dan riwayat kesehatan seseorang dibuka ke publik tanpa seizin yang bersangkutan.
Pasal 17 huruf h tersebut berbunyi, "Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: 1. riwayat dan kondisi anggota keluarga; 2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;…"
PWI juga mengimbau kepada para narasumber, baik itu dari tenaga medis, pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, maupun masyarakat umum agar tidak mudah juga mengungkap identitas korban tanpa seizin yang bersangkutan.
Bagi mereka yang telah disebutkan identitasnya, PWI meminta pemerintah maupun narasumber terkait agar segera merehabilitasi nama korban, apabila secara medis mereka dinyatakan negatif virus Corona.
"Kami menilai ada beberapa media yang pemberitaannya sudah keluar dari koridor peraturan tersebut dan bisa menciptakan trauma kepada pasien maupun keluarga pasien. Karena itu, kami mengingatkan semua masyarakat pers, lebih khusus kepada para pemred atau penanggungjawab media, supaya tetap menghormati hak-hak pasien," ujar Atal.
Dalam keterangan tertulisnya yang diterima Antara, Selasa, Ketua Umum PWI Atal Sembiring Depari meminta agar dalam pemberitaan mengenai virus Corona memberikan pemahaman mendalam kepada publik.
Diingatkan pula terhadap kewajiban pers melindungi identitas atau data pribadi masyarakat yang tengah dalam dalam penanganan medis virus Corona.
"Silakan para wartawan menyampaikan informasi yang bermanfaat terkait virus Corona ini, namun secara bersamaan melindungi data atau identitas pribadi korban virus yang tengah dalam perawatan medis," kata Atal.
Pernyataan Pengurus PWI itu disampaikan sebagai respons atas adanya keluhan masyarakat terhadap pemberitaan sebagian media yang menyiarkan identitas pribadi pasien yang diduga mengalami infeksi virus Corona.
Pernyataan PWI tersebut juga telah dibahas dalam rapat pleno pengurus PWI Pusat.
"Silakan wartawan atau media menyampaikan fakta-fakta yang telah terkonfirmasi. Tetapi, jangan lupa juga harus menghormati hak-hak pribadi korban. Jangan sampai diungkap secara vulgar. Ini jelas mengganggu hak pribadi pasien dan keluarganya. Bahkan masyarakat yang tinggal di lingkungan rumah pasien,” tambah Atal.
PWI Pusat mengingatkan wartawan dan para pengelola "newsroom" sebagai "gate keeper" berita agar tetap menghormati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam mengembangkan berita terkait kasus virus Corona.
Pasal 9 KEJ secara tegas menyebutkan, "Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik."
Menurut dia, menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati, sementara kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Selain itu, Pasal 17 huruf h UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik juga melarang identitas dan riwayat kesehatan seseorang dibuka ke publik tanpa seizin yang bersangkutan.
Pasal 17 huruf h tersebut berbunyi, "Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: 1. riwayat dan kondisi anggota keluarga; 2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;…"
PWI juga mengimbau kepada para narasumber, baik itu dari tenaga medis, pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, maupun masyarakat umum agar tidak mudah juga mengungkap identitas korban tanpa seizin yang bersangkutan.
Bagi mereka yang telah disebutkan identitasnya, PWI meminta pemerintah maupun narasumber terkait agar segera merehabilitasi nama korban, apabila secara medis mereka dinyatakan negatif virus Corona.
"Kami menilai ada beberapa media yang pemberitaannya sudah keluar dari koridor peraturan tersebut dan bisa menciptakan trauma kepada pasien maupun keluarga pasien. Karena itu, kami mengingatkan semua masyarakat pers, lebih khusus kepada para pemred atau penanggungjawab media, supaya tetap menghormati hak-hak pasien," ujar Atal.