Jakarta (ANTARA) - Pengamat kebijakan dan komunikasi strategis dari Universitas Daegu, Korea Selatan, Prof. Gil H. Park menyarankan agar pemerintah Indonesia mengimplementasikan sistem teknologi informasi (IT) berbasis big data dan georeference seperti yang dilakukan pemerintah Korea Selatan dalam mengendalikan penyebaran pandemi COVID-19.
"Pemerintah Indonesia perlu membuat sistem pengelolaan yang baik di tataran pemerintah pusat terkait pendekatan georeference dan big data untuk menanggulangi pandemi COVID-19 dalam jangka panjang," ujar Gil H. Park dalam seminar daring yang digelar CSIS di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan bahwa jika pemerintah Indonesia dan sejumlah ahli berupaya membangun sistem informasi semacam itu akan sangat membantu bukan hanya saat mengatasi COVID-19, namun juga dalam hal menanggulangi pandemi penyakit lainnya, risiko ekonomi dan sosial, serta bencana.
"Saya menilai teknologi informasi serta komunikasi dan big data terkait data-data lokasi, koordinat atau georeference sangat penting dalam upaya memerangi pandemi Covid-19," kata Park yang juga menjabat sebagai Head of the Regional and Policy Institute tersebut.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa terdapat platform dan aplikasi berteknologi big data di Korea Selatan, di mana salah satu contohnya adalah platform sistem suplai masker bagi kebutuhan publik.
Melalui sistem tersebut pemerintah Korea Selatan dapat mengetahui jumlah stok masker untuk apotek. Dengan demikian penerapan teknologi big data membantu pemerintah Korea Selatan untuk mengetahui ketersediaan stok masker secara nasional.
Contoh lainnya adalah aplikasi yang dikembangkan perusahaan startup Korea dan dapat diunduh secara gratis oleh masyarakat umum, di mana aplikasi itu menyediakan informasi publik da mendeteksi lokasi kasus-kasus konfirmasi atau positif COVID-19 dalam jarak 100 meter di layar telepom pintar sehingga dapat memperingatkan masyarakat untuk menghindari lokasi itu.
Profesor Gil H. Park juga mengungkapkan selain faktor penerapan teknologi komunikasi dan informasi, terdapat beberapa faktor kunci bagaimana Korea Selatan berhasil menanggulangi pandemi COVID-19.
Pertama, Korea Selatan berhasil membuat dan mengembangkan alat tes COVID-19 oleh perusahaan swasta serta pemerintah Korea menyetujuinya melalui public emergency use authorization.
Kemudian terdapat pengendalian penyebaran COVID-19 yang tersistematis oleh KCDC dan pemerintah pusat Korea Selatan. Selain itu masyarakat Korea Selatan bekerjasama dan berusaha mematuhi pedoman, arahan pemerintah serta pembatasan sosial yang diberlakukan dalam rangka menanggulangi penyebaran COVID-19.
"Contoh pembatasan sosial di Korea dijalankan oleh warganya berdasarkan pemahaman sosial dan kesadaran mereka sendiri bukan karena anjuran kesehatan oleh pemerintah. Di samping itu jika salah satu anggota keluarga ada yang terinfeksi maka anggota keluarga itu secara sukarela mau mengisolasi dirinya di dalam kamar," ujar Gil H. Park.
Sebelumnya pengamat kebijakan Profesor Tikki Pangestu dari National University of Singapore menyarankan agar Indonesia menerapkan teknologi sistem informasi seperti yang dilakukan Singapura dalam membantu melakukan pelacakan terhadap individu yang melakukan atau menjalin kontak dengan kasus-kasus COVID-19 di masyarakat.
"Pemerintah Indonesia perlu membuat sistem pengelolaan yang baik di tataran pemerintah pusat terkait pendekatan georeference dan big data untuk menanggulangi pandemi COVID-19 dalam jangka panjang," ujar Gil H. Park dalam seminar daring yang digelar CSIS di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan bahwa jika pemerintah Indonesia dan sejumlah ahli berupaya membangun sistem informasi semacam itu akan sangat membantu bukan hanya saat mengatasi COVID-19, namun juga dalam hal menanggulangi pandemi penyakit lainnya, risiko ekonomi dan sosial, serta bencana.
"Saya menilai teknologi informasi serta komunikasi dan big data terkait data-data lokasi, koordinat atau georeference sangat penting dalam upaya memerangi pandemi Covid-19," kata Park yang juga menjabat sebagai Head of the Regional and Policy Institute tersebut.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa terdapat platform dan aplikasi berteknologi big data di Korea Selatan, di mana salah satu contohnya adalah platform sistem suplai masker bagi kebutuhan publik.
Melalui sistem tersebut pemerintah Korea Selatan dapat mengetahui jumlah stok masker untuk apotek. Dengan demikian penerapan teknologi big data membantu pemerintah Korea Selatan untuk mengetahui ketersediaan stok masker secara nasional.
Contoh lainnya adalah aplikasi yang dikembangkan perusahaan startup Korea dan dapat diunduh secara gratis oleh masyarakat umum, di mana aplikasi itu menyediakan informasi publik da mendeteksi lokasi kasus-kasus konfirmasi atau positif COVID-19 dalam jarak 100 meter di layar telepom pintar sehingga dapat memperingatkan masyarakat untuk menghindari lokasi itu.
Profesor Gil H. Park juga mengungkapkan selain faktor penerapan teknologi komunikasi dan informasi, terdapat beberapa faktor kunci bagaimana Korea Selatan berhasil menanggulangi pandemi COVID-19.
Pertama, Korea Selatan berhasil membuat dan mengembangkan alat tes COVID-19 oleh perusahaan swasta serta pemerintah Korea menyetujuinya melalui public emergency use authorization.
Kemudian terdapat pengendalian penyebaran COVID-19 yang tersistematis oleh KCDC dan pemerintah pusat Korea Selatan. Selain itu masyarakat Korea Selatan bekerjasama dan berusaha mematuhi pedoman, arahan pemerintah serta pembatasan sosial yang diberlakukan dalam rangka menanggulangi penyebaran COVID-19.
"Contoh pembatasan sosial di Korea dijalankan oleh warganya berdasarkan pemahaman sosial dan kesadaran mereka sendiri bukan karena anjuran kesehatan oleh pemerintah. Di samping itu jika salah satu anggota keluarga ada yang terinfeksi maka anggota keluarga itu secara sukarela mau mengisolasi dirinya di dalam kamar," ujar Gil H. Park.
Sebelumnya pengamat kebijakan Profesor Tikki Pangestu dari National University of Singapore menyarankan agar Indonesia menerapkan teknologi sistem informasi seperti yang dilakukan Singapura dalam membantu melakukan pelacakan terhadap individu yang melakukan atau menjalin kontak dengan kasus-kasus COVID-19 di masyarakat.