Jakarta (ANTARA) - Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB (AHB) dan mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi (RS) yang telah menjadi tersangka menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin.
"Keduanya tiba di gedung KPK, Senin sekitar pukul 08.30 WIB dan saat ini penyidik sedang melakukan pemeriksaan. Perkembangannya akan kami sampaikan lebih lanjut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, tim penyidik KPK menangkap dua tersangka tersebut, Minggu (26/4) dalam pengembangan kasus suap terkait proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Muara Enim yang sebelumnya menjerat Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani.
"Tim penyidik KPK melalukan penangkapan terhadap dua tersangka dalam perkara pengembangan penyidikan kasus korupsi Kabupaten Muara Enim atas nama tersangka RS dan tersangka AHB, Minggu 26 April 2020 pukul 07.00 dan 08.30 WIB di rumah tersangka di Palembang," ucap Ali.
Diketahui sebelumnya, KPK total telah menetapkan tiga tersangka terkait kasus tersebut, yakni sebagai pemberi Robi Okta Fahlefi dari unsur swasta atau pemilik PT Enra Sari.
Sedangkan sebagai penerima, yakni Ahmad Yani dan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar.
Untuk tersangka Robi telah dijatuhi vonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang selama 3 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Diduga suap itu terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim.
Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa pada awal 2019, Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan untuk Tahun Anggaran 2019.
Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut, diduga terdapat syarat pemberian "commitment fee" sebesar 10 persen sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan.
Diduga terdapat permintaan dari Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim dengan para calon pelaksana pekerjaan fisik di Dinas PUPR Muara Enim. Diduga Ahmad Yani meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui Elfin Muhtar.
Robi merupakan pemilik PT Enra Sari perusahaan kontraktor yang bersedia memberikan "commitment fee" 10 persen dan pada akhirnya mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai total sekitar Rp130 miliar.
Pada 31 Agustus 2019, Elfin meminta kepada Robi agar menyiapkan uang pada 2 September 2019 dalam pecahan dolar sejumlah "Lima Kosong Kosong".
Pada 1 September 2019, Elfin berkomunikasi dengan Robi membicarakan mengenai
kesiapan uang sejumlah Rp500 juta dalam bentuk dolar AS. Uang Rp500 juta tersebut ditukar menjadi 35 ribu dolar AS.
Selain penyerahan uang 35 ribu dolar AS ini, tim KPK juga mengidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebulumnya dengan total Rp13,4 miliar sebagai "fee" yang diterima bupati dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Muara Enim.
"Keduanya tiba di gedung KPK, Senin sekitar pukul 08.30 WIB dan saat ini penyidik sedang melakukan pemeriksaan. Perkembangannya akan kami sampaikan lebih lanjut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, tim penyidik KPK menangkap dua tersangka tersebut, Minggu (26/4) dalam pengembangan kasus suap terkait proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Muara Enim yang sebelumnya menjerat Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani.
"Tim penyidik KPK melalukan penangkapan terhadap dua tersangka dalam perkara pengembangan penyidikan kasus korupsi Kabupaten Muara Enim atas nama tersangka RS dan tersangka AHB, Minggu 26 April 2020 pukul 07.00 dan 08.30 WIB di rumah tersangka di Palembang," ucap Ali.
Diketahui sebelumnya, KPK total telah menetapkan tiga tersangka terkait kasus tersebut, yakni sebagai pemberi Robi Okta Fahlefi dari unsur swasta atau pemilik PT Enra Sari.
Sedangkan sebagai penerima, yakni Ahmad Yani dan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar.
Untuk tersangka Robi telah dijatuhi vonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang selama 3 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Diduga suap itu terkait dengan 16 proyek peningkatan pembangunan jalan di Kabupaten Muara Enim.
Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa pada awal 2019, Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan untuk Tahun Anggaran 2019.
Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut, diduga terdapat syarat pemberian "commitment fee" sebesar 10 persen sebagai syarat terpilihnya kontraktor pekerjaan.
Diduga terdapat permintaan dari Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim dengan para calon pelaksana pekerjaan fisik di Dinas PUPR Muara Enim. Diduga Ahmad Yani meminta kegiatan terkait pengadaan dilakukan satu pintu melalui Elfin Muhtar.
Robi merupakan pemilik PT Enra Sari perusahaan kontraktor yang bersedia memberikan "commitment fee" 10 persen dan pada akhirnya mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai total sekitar Rp130 miliar.
Pada 31 Agustus 2019, Elfin meminta kepada Robi agar menyiapkan uang pada 2 September 2019 dalam pecahan dolar sejumlah "Lima Kosong Kosong".
Pada 1 September 2019, Elfin berkomunikasi dengan Robi membicarakan mengenai
kesiapan uang sejumlah Rp500 juta dalam bentuk dolar AS. Uang Rp500 juta tersebut ditukar menjadi 35 ribu dolar AS.
Selain penyerahan uang 35 ribu dolar AS ini, tim KPK juga mengidentifikasi dugaan penerimaan sudah terjadi sebulumnya dengan total Rp13,4 miliar sebagai "fee" yang diterima bupati dari berbagai paket pekerjaan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Muara Enim.