Timika (ANTARA) - Tokoh intelektual Suku Kamoro di Kabupaten Mimika, Papua DR Leonardus Tumuka menyoroti proses rekrutmen atau seleksi calon praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di wilayah itu yang terkesan tertutup sehingga tidak ada putra-putri Suku Amungme dan Kamoro yang mendaftar.

"Kami sangat menyayangkan tidak ada satupun anak-anak asli Suku Amungme dan Kamoro yang lolos seleksi calon praja IPDN. Kapan proses seleksinya, bagaimana tahapannya, kelihatan tertutup sekali, tiba-tiba sudah ada nama yang dinyatakan lolos. Informasinya sudah tersebar di berbagai media sosial," kata Leonardus di Timika, Minggu.

Leonardus yang kini bekerja di PT Freeport Indonesia dan menjadi staf pengajar STIE Jambatan Bulan Timika itu mengatakan seharusnya proses seleksi calon praja IPDN dipublikasikan secara meluas untuk memberikan kesempatan kepada siapa saja, termasuk putra-putri Suku Amungme dan Kamoro termasuk tamatan SLTA yang lain untuk mengikuti proses seleksi.

Namun proses seperti itu, katanya, sama sekali tidak dilakukan oleh instansi yang menangani rekrutmen calon praja IPDN di lingkungan Pemkab Mimika.

Ia mengatakan, perlu ada sebuah sistem informasi yang lebih terbuka yang memungkinkan semua orang bisa mengakses informasi itu. Sekarang bukan lagi zaman tertutup tapi zaman sudah terbuka.

"Kami tidak melihat ada informasi yang disampaikan secara meluas oleh Pemkab Mimika tentang adanya proses seleksi dan tahapan rekrutmen calon praja IPDN ini," kata putra asli Suku Kamoro yang menyelesaikan pendidikan doktoralnya pada University of the Philipines Los Banos, Filipina, tahun 2015 pada bidang Community Development itu.

Menurut Leonardus, sejumlah kelompok pemuda dan organisasi intelektual Suku Amungme dan Kamoro serta lembaga adat dari kedua suku itu akan mendatangi Kantor Bupati Mimika pada Senin (29/6) untuk menyakan kebijakan rekrutmen calon praja IPDN yang terkesan tidak transparan tersebut.

"Esok kami akan datang ke kantor bupati Mimika untuk bertemu dengan pejabat yang mengurus barang itu. Kami mau minta klarifikasi mengapa proses ini serba tertutup sehingga tidak ada satupun anak-anak Amungme dan Kamoro yang lolos. Kami akan mengambil langkah yang lebih keras lagi jika praktik-praktik semacam ini masih terus dipelihara di Kabupaten Mimika. Apa gunanya Kabupaten Mimika ada di daerah kami sementara anak-anak asli tidak mendapatkan akses dan kesempatan sama sekali untuk bisa berkembang," ujarnya.

Leonardus mengatakan sejak awal Kabupaten Mimika berdiri, tepatnya pada bulan Oktober 1996 (berstatus kabupaten administratif bergabung dengan kabupaten induk Fakfak), diharapkan semakin banyak generasi muda Suku Amungme dan Kamoro direkrut menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga pada saatnya nanti orang-orang muda asli itulah yang akan mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan di kabupaten yang kaya akan potensi sumber daya pertambangannya itu.

Namun fakta yang terjadi hingga saat ini, kata Leonardus, hampir tidak ada putra-putri Suku Amungme dan Kamoro yang menduduki jabatan penting dan strategis di lingkungan Pemkab Mimika.

Jabatan-jabatan penting dan strategis di Pemkab Mimika, katanya, hingga kini masih dikuasai oleh warga di luar kedua suku asli Mimika itu.

"Kalau praktik seperti ini masih terus terjadi di Mimika, jangan harap 10-15 tahun ke depan ada anak-anak asli yang bisa tampil di level pemerintahan di Kabupaten Mimika. Kondisinya akan tetap sama karena sama sekali tidak ada keberpihakan kebijakan terhadap anak-anak asli negeri Mimika. Ini menjadi catatan penting bagi pengambil kebijakan di Mimika sekarang ini," kata Leonardus.

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024