Padang, (ANTARA) - Antropolog Universitas Andalas (Unand) Padang Dr Yevita Nurti mengemukakan rendang merupakan makanan klasik Minangkabau yang bukan hanya sekadar makanan namun telah menjadi identitas budaya Minang yang mendunia.
"Rendang bukan lagi sebatas makanan tapi sudah mengglobal dibuktikan ketika seseorang bepergian ke luar negeri atau daerah lain begitu menyebut rendang akan diidentikkan dengan Padang dan Minang," kata dia di Padang, Sabtu.
Menurut dia, rendang telah menjadi identitas budaya dan di semua tempat di Tanah Air maupun luar negeri yang namanya rumah makan Padang pasti ada menu rendang.
"Demikian juga bagi orang Minang yang tengah berada di luar Sumbar atau sedang merantau, masakan Minang akan tetap melekat di lidah mereka sebagai salah satu identitas budaya," kata dia.
Ia mengemukakan bahan yang digunakan untuk membuat rendang penuh dengan filosofi dan simbol yang diolah dengan tahapan tertentu untuk menanamkan kesabaran hingga hasilnya pun hadir rendang sebagai makanan yang tahan lama hingga satu bulan.
Akan tetapi ia melihat rendang yang dibuat orang Minang tempo dulu dengan yang sekarang sudah mengalami banyak perubahan.
Ia mengungkap rendang tempo dulu dibuat dengan bahan terbaik dan dimasak dalam waktu lama menggunakan kayu bakar.
Sementara rendang saat ini, menurut dia, banyak yang sudah instan dan dimasak menggunakan kompor gas dalam waktu cepat.
Selain itu saat ini masyarakat sudah lebih kreatif dalam mengolah rendang dengan bahan lain mulai dari belut, ikan, telur, pakis dan lainnya.
Yevita memaparkan unsur budaya melekat kuat dalam rendang dan tergantung sumber daya lingkungan yang ada di sekitar.
Kemudian kompleksnya campuran bumbu rendang amat dipengaruhi oleh masuknya pedagang asal India ke Minang membawa rempah yang kemudian terjadi akulturasi budaya dalam makanan.
Terkait dengan masakan Minang yang identik dengan penggunaan santan dan cita rasa pedas ia menyampaikan terdapat pepatah dalam adat yaitu "condong mato ka nan rancak, condong salero ka nan lamak" yang artinya kecenderungan mata melihat yang indah dan kecenderungan selera merasakan yang enak.
"Bagi orang Minang yang namanya makanan enak itu betul-betul ada di lidah yang harus kaya dengan rasa," ujarnya.
"Rendang bukan lagi sebatas makanan tapi sudah mengglobal dibuktikan ketika seseorang bepergian ke luar negeri atau daerah lain begitu menyebut rendang akan diidentikkan dengan Padang dan Minang," kata dia di Padang, Sabtu.
Menurut dia, rendang telah menjadi identitas budaya dan di semua tempat di Tanah Air maupun luar negeri yang namanya rumah makan Padang pasti ada menu rendang.
"Demikian juga bagi orang Minang yang tengah berada di luar Sumbar atau sedang merantau, masakan Minang akan tetap melekat di lidah mereka sebagai salah satu identitas budaya," kata dia.
Ia mengemukakan bahan yang digunakan untuk membuat rendang penuh dengan filosofi dan simbol yang diolah dengan tahapan tertentu untuk menanamkan kesabaran hingga hasilnya pun hadir rendang sebagai makanan yang tahan lama hingga satu bulan.
Akan tetapi ia melihat rendang yang dibuat orang Minang tempo dulu dengan yang sekarang sudah mengalami banyak perubahan.
Ia mengungkap rendang tempo dulu dibuat dengan bahan terbaik dan dimasak dalam waktu lama menggunakan kayu bakar.
Sementara rendang saat ini, menurut dia, banyak yang sudah instan dan dimasak menggunakan kompor gas dalam waktu cepat.
Selain itu saat ini masyarakat sudah lebih kreatif dalam mengolah rendang dengan bahan lain mulai dari belut, ikan, telur, pakis dan lainnya.
Yevita memaparkan unsur budaya melekat kuat dalam rendang dan tergantung sumber daya lingkungan yang ada di sekitar.
Kemudian kompleksnya campuran bumbu rendang amat dipengaruhi oleh masuknya pedagang asal India ke Minang membawa rempah yang kemudian terjadi akulturasi budaya dalam makanan.
Terkait dengan masakan Minang yang identik dengan penggunaan santan dan cita rasa pedas ia menyampaikan terdapat pepatah dalam adat yaitu "condong mato ka nan rancak, condong salero ka nan lamak" yang artinya kecenderungan mata melihat yang indah dan kecenderungan selera merasakan yang enak.
"Bagi orang Minang yang namanya makanan enak itu betul-betul ada di lidah yang harus kaya dengan rasa," ujarnya.