Jayapura (ANTARA) - Pemuda Mandala Trikora (PMT) Provinsi Papua mendorong agar implementasi Otonomi Khusus (Otsus) jilid II dari kebijakan pemerintah pusat bisa diberlakukan di Papua dan Papua Barat guna mengejar pembangunan di berbagai bidang.
"Karena Otsus tahun 2001 akan segera berakhir, sementara pembangunan di segala bidang Provinsi Papua masih diperlukan, terutama sektor pembangunan SDM atau pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, ekonomi dan lainnya," kata Ketua DPD PMT Provinsi Papua Ali Kabiay di Kota Jayapura, Sabtu malam.
Menurut dia, lahirnya Otsus di Bumi Cenderawasih merupakan posisi tawar politik agar rakyat Papua bisa sejahtera dan bisa bersaing dengan masyarakat Indonesia lainnya.
"Otsus lahir karena hadirnya isu keinginan memisahkan dari NKRI, sehingga pemerintah tentu memberikan otsus Papua agar rakyat Papua bisa sejahtera, bisa bersaing bahkan bisa membangun daerahnya masing-masing di Papua," katanya.
Masyarakat Papua tentu sangat setuju apabila Otsus jilid II benar-benar di terapkan di Papua, lanjutnya, meski ada narasi penolakan yang dilakukan oleh beberapa kelompok, organisasi, atau elit legislatif, birokrasi, tokoh-tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, kelompok- kelompok mahasiswa.
"Karena itu adalah sebuah dinamika dan hal yang wajar dalam berdemokrasi, tetapi yang harus kita lihat di sini adalah alasan mereka menolak Otsus jilid II, apakah itu benar ini adalah aspirasi rakyat Papua atau ada sebuah intrik politik lain, hal inilah yang harus kita lihat secara mendetail," katanya.
Berdasarkan pengamatan dan analisa sebagai anak muda asli Papua, menurut Ali Kabiay, secara geopolitik global, dan geopolitik nasional, sebenarnya ada upaya untuk mengiring isu Otsus jilid II keluar dari jalurnya dengan beragam alasan.
Di antaranya alerginya sejumlah elit tertentu terhadap wacana audit dan evaluasi secara menyeluruh pengunaan dana Otsus jilid I, dana Otsus yang diduga dikorupsi dan isu referendum.
"Dimana pada saat ada wacana dari pemerintah pusat untuk mengevaluasi otsus jilid 1 dan mengaudit dana Otsus secara menyeluruh di Papua, secara tiba-tiba muncul beberapa aksi-aksi dari kelompok-kelompok, organisasi, elit-elit di Papua serta beberapa organisasi yang bertentangan dengan berbagai asalan, salah satunya adalah Otsus jilid I telah gagal," katanya.
Padahal ini tentu menjadi suatu pertanyaan bagi seluruh rakyat di Papua, mengapa tiba-tiba setelah ada upaya dan wacana dari Pemerintah pusat untuk melakukan evaluasi dan audit terhadap penggunaan dana Otsus jilid 1 dan tiba-tiba mau di tolak, ini yang menjadi pertanyaan.
"Ada apa ini? Apakah dana otsus telah disalah-gunakan, tentu hal inilah yang sedang terjadi di Papua, bukan menjadi rahasia lagi bahwa dana Otsus sedang di korupsi secara massif dan terstruktur. Kelompok-kelompok yang menolak Otsus jilid II terlihat alergi terhadap evaluasi dan audit dana Otsus jilid I yang dalam satu dua tahun lagi berakhir," katanya.
Sejak 2001 hingga kini, lanjut Ali, diduga kuat dana Otsus yang mengalir ke tanah Papua (Papua dan Papua Barat) senilai Rp94 triliun telah dan sedang di korupsi serta dikebiri oleh beberapa kalangan tertentu di Papua.
Sehingga dana tersebut tidak terserap dengan baik ke masyarakat asli Papua yang membutuhkan, karena hingga hari ini, kehidupan masyarakat asli Papua masih tertinggal di beberapa sektor pembangunan.
"Kemana dana Otsus semua itu mengalir? Sejak 2001 atau 2002 hingga 2010 penerimaan dana Otsus untuk Papua dan Papua Barat sebanyak Rp28,842 triliun raib menguap entah kemana. Badan Pemeriksa Keuangan juga telah mengumumkan beberapa waktu lalu bahwa mereka telah menemukan adanya pemnyimpangan dana Otsus senilai Rp4,281 triliyun dari total dana yang disalurkan untuk Papua dan Papua Barat, ini saya baca dari informasi berita di Kantor Berita ANTARA," katanya
Sedangkan dalam kurun waktu 2008 hingga 2010 dana Otsus senilai Rp1,85 triliun di depositokan, padahal penempatan dana Otsus dalam bentuk deposito bertentangan
dengan pasal 73 ayat 1 dan 2 Permendagri 13 tahun 2006.
"Beberapa alasan di atas tentu menjadi dasar yang cukup kuat mengapa Otsus jilid II di tolak dengan berbagai alasan dan argumentasi, tentu hal ini membuat rakyat Papua menjadi bingung serta bisa menjadi korban dari elit-elit di Papua yang sudah merasakan dana Otsus, bahkan menyimpan dana Otsus demi kepentingan kelompok, organisasi dan suku," katanya.
Isu-isu
Beberapa isu juga sengaja dibangun beberapa elit-elit di Papua agar pemerintah pusat mengurungkan niatnya untuk mengevaluasi dan mengaudit dana Otsus jilid 1 secara menyeluruh.
Di antaranya isu referendum terus menerus di hembuskan oleh beberapa kelompok dan organisasi di Papua agar mengganggu konsentrasi Pemerintah Pusat untuk mengevaluasi dan mengaudit dana otsus jilid I di Papua secara menyeluruh, serta mempersiapkan jalannya Otsus jilid II di Papua.
"Jika ada kelompok atau organisasi organisasi yang mendorong referendum sebagai solusi bagi rakyat Papua, maka rakyat patut dan wajib bertanya, apakah kelompok-kelompok ini mampu memberikan kesejateraan bagi rakyat Papua di kemudian hari," katanya.
Kemudian, isu bahwa Otsus telah gagal mensejahterahkan orang asli Papua,menurut Ali Kabiay, isu ini juga dengan sengaja dihembuskan dan didorong secara masif agar tercipta iklim politik yang non kondusif agar konsentrasi pemerintah pusat terpecah serta tidak fokus untuk melihat persoalan yang sedang terjadi di Papua.
Lalu, munculnya isu pemisahan Papua yang tak luput dari oknum tertentu di tanah Papua, baik secara langsung maupun secara tidak langsung sehingga membuat masyarakat kalangan bawa menjadi kehilangan arah dalam melakukan proses bermasyarakat di Papua.
Dimana masyarakat terus-menerus disodorkan isu-isu pro pemisahan Papua yang tidak jelas sehinga masyarakat seperti kehilangan jati diri dan kehilangan rasa kepercayaan kepada pemerintah membangun Papua menjadi lebih baik dan setara dengan daerah - daerah lain di Indonesia.
"Kita juga sebagai rakyat Papua harus bertanya juga kepada kelompok- kelompok atau organisasi-organisasi yang menginginkan Papua lepas dari Indonesia, apakah isu ini akan menjamin kita hidup aman, damai dan nyaman. Lalu, bagaimana dengan urusan kenegaraan kalau merdeka, siapa presiden, bagaimana kabinetnya, mata uang hingga urusan ekonomi," katanya.
Tentu tidak mudah untuk membentuk suatu negara yang merdeka, selain itu PBB sebagai otoritas pemersatu bangsa-bangsa di dunia telah mengakui bahwa Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Adapun kesimpulannya adalah Otonomi Khusus jilid II tetap harus berjalan dan diterapkan di Papua dan Papua Barat, tetapi tentu sebelum diterapkan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua, Papua Barat, DPRP, MRP, Dewan Adat Papua, harus duduk bersama-sama mencari solusi serta kelemahan-kelemahan apa yang harus dibenahi didalam amanah Otsus," katanya.
Termasuk regulasi-regulasinya yang harus dilihat lagi dan dibenahi, serta perlu adanya suatu evaluasi dan audit yang menyeluruh untuk Otsus jilid I, sehingga Pemerintah bisa tahu apa saja kekurangannya dan sektor-sektor apa yang harus di benahi.
"Agar nantinya Otsus jilid II bisa bermanfaat langsung kepada rakyat Papua, bila perlu dana Otsus jilid II dibagi saja secara merata ke setiap rekening Orang Asli Papua (OAP), hal ini juga dapat meminimalisir gerakan-gerakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kedaulatan berbangsa dan bernegara, ini usul saja, tentunya pemerintah akan melihat yang terbaik," katanya.
Ali juga meminta agar pemerintah pusat mendorong KPK, Kepolisian, Kejaksaaan dan BPK serta komponen terkait untuk secara berkala mengaudit penggunaan anggaran di Papua dan Papua Barat, sehingga tujuan untuk memajukan orang asli Papua bisa sesuai visi dan misi dari negara ini.
"Saya juga menghimbau kepada kepada saudara-saudara saya di Papua agar tidak terpengaruh serta terprovokasi kelompok-kelompok yang bertentangan dengan pemerintah seperti KNPB, ULMWP dan AMP serta beberapa kelompok lainnya di dalam Papua atau pun di luar yang menginginkan Papua lepas dari NKRI, sebab merekalah justru pihak-pihak yang sedang dimanfaatkan oleh elit-elit di Papua yang alergi dan resisten terhadap evaluasi dan audit dana Otsus jilid I sebelum dilanjutkan lagi ke tahap Otsus jilid II," katanya.
"Karena Otsus tahun 2001 akan segera berakhir, sementara pembangunan di segala bidang Provinsi Papua masih diperlukan, terutama sektor pembangunan SDM atau pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, ekonomi dan lainnya," kata Ketua DPD PMT Provinsi Papua Ali Kabiay di Kota Jayapura, Sabtu malam.
Menurut dia, lahirnya Otsus di Bumi Cenderawasih merupakan posisi tawar politik agar rakyat Papua bisa sejahtera dan bisa bersaing dengan masyarakat Indonesia lainnya.
"Otsus lahir karena hadirnya isu keinginan memisahkan dari NKRI, sehingga pemerintah tentu memberikan otsus Papua agar rakyat Papua bisa sejahtera, bisa bersaing bahkan bisa membangun daerahnya masing-masing di Papua," katanya.
Masyarakat Papua tentu sangat setuju apabila Otsus jilid II benar-benar di terapkan di Papua, lanjutnya, meski ada narasi penolakan yang dilakukan oleh beberapa kelompok, organisasi, atau elit legislatif, birokrasi, tokoh-tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, kelompok- kelompok mahasiswa.
"Karena itu adalah sebuah dinamika dan hal yang wajar dalam berdemokrasi, tetapi yang harus kita lihat di sini adalah alasan mereka menolak Otsus jilid II, apakah itu benar ini adalah aspirasi rakyat Papua atau ada sebuah intrik politik lain, hal inilah yang harus kita lihat secara mendetail," katanya.
Berdasarkan pengamatan dan analisa sebagai anak muda asli Papua, menurut Ali Kabiay, secara geopolitik global, dan geopolitik nasional, sebenarnya ada upaya untuk mengiring isu Otsus jilid II keluar dari jalurnya dengan beragam alasan.
Di antaranya alerginya sejumlah elit tertentu terhadap wacana audit dan evaluasi secara menyeluruh pengunaan dana Otsus jilid I, dana Otsus yang diduga dikorupsi dan isu referendum.
"Dimana pada saat ada wacana dari pemerintah pusat untuk mengevaluasi otsus jilid 1 dan mengaudit dana Otsus secara menyeluruh di Papua, secara tiba-tiba muncul beberapa aksi-aksi dari kelompok-kelompok, organisasi, elit-elit di Papua serta beberapa organisasi yang bertentangan dengan berbagai asalan, salah satunya adalah Otsus jilid I telah gagal," katanya.
Padahal ini tentu menjadi suatu pertanyaan bagi seluruh rakyat di Papua, mengapa tiba-tiba setelah ada upaya dan wacana dari Pemerintah pusat untuk melakukan evaluasi dan audit terhadap penggunaan dana Otsus jilid 1 dan tiba-tiba mau di tolak, ini yang menjadi pertanyaan.
"Ada apa ini? Apakah dana otsus telah disalah-gunakan, tentu hal inilah yang sedang terjadi di Papua, bukan menjadi rahasia lagi bahwa dana Otsus sedang di korupsi secara massif dan terstruktur. Kelompok-kelompok yang menolak Otsus jilid II terlihat alergi terhadap evaluasi dan audit dana Otsus jilid I yang dalam satu dua tahun lagi berakhir," katanya.
Sejak 2001 hingga kini, lanjut Ali, diduga kuat dana Otsus yang mengalir ke tanah Papua (Papua dan Papua Barat) senilai Rp94 triliun telah dan sedang di korupsi serta dikebiri oleh beberapa kalangan tertentu di Papua.
Sehingga dana tersebut tidak terserap dengan baik ke masyarakat asli Papua yang membutuhkan, karena hingga hari ini, kehidupan masyarakat asli Papua masih tertinggal di beberapa sektor pembangunan.
"Kemana dana Otsus semua itu mengalir? Sejak 2001 atau 2002 hingga 2010 penerimaan dana Otsus untuk Papua dan Papua Barat sebanyak Rp28,842 triliun raib menguap entah kemana. Badan Pemeriksa Keuangan juga telah mengumumkan beberapa waktu lalu bahwa mereka telah menemukan adanya pemnyimpangan dana Otsus senilai Rp4,281 triliyun dari total dana yang disalurkan untuk Papua dan Papua Barat, ini saya baca dari informasi berita di Kantor Berita ANTARA," katanya
Sedangkan dalam kurun waktu 2008 hingga 2010 dana Otsus senilai Rp1,85 triliun di depositokan, padahal penempatan dana Otsus dalam bentuk deposito bertentangan
dengan pasal 73 ayat 1 dan 2 Permendagri 13 tahun 2006.
"Beberapa alasan di atas tentu menjadi dasar yang cukup kuat mengapa Otsus jilid II di tolak dengan berbagai alasan dan argumentasi, tentu hal ini membuat rakyat Papua menjadi bingung serta bisa menjadi korban dari elit-elit di Papua yang sudah merasakan dana Otsus, bahkan menyimpan dana Otsus demi kepentingan kelompok, organisasi dan suku," katanya.
Isu-isu
Beberapa isu juga sengaja dibangun beberapa elit-elit di Papua agar pemerintah pusat mengurungkan niatnya untuk mengevaluasi dan mengaudit dana Otsus jilid 1 secara menyeluruh.
Di antaranya isu referendum terus menerus di hembuskan oleh beberapa kelompok dan organisasi di Papua agar mengganggu konsentrasi Pemerintah Pusat untuk mengevaluasi dan mengaudit dana otsus jilid I di Papua secara menyeluruh, serta mempersiapkan jalannya Otsus jilid II di Papua.
"Jika ada kelompok atau organisasi organisasi yang mendorong referendum sebagai solusi bagi rakyat Papua, maka rakyat patut dan wajib bertanya, apakah kelompok-kelompok ini mampu memberikan kesejateraan bagi rakyat Papua di kemudian hari," katanya.
Kemudian, isu bahwa Otsus telah gagal mensejahterahkan orang asli Papua,menurut Ali Kabiay, isu ini juga dengan sengaja dihembuskan dan didorong secara masif agar tercipta iklim politik yang non kondusif agar konsentrasi pemerintah pusat terpecah serta tidak fokus untuk melihat persoalan yang sedang terjadi di Papua.
Lalu, munculnya isu pemisahan Papua yang tak luput dari oknum tertentu di tanah Papua, baik secara langsung maupun secara tidak langsung sehingga membuat masyarakat kalangan bawa menjadi kehilangan arah dalam melakukan proses bermasyarakat di Papua.
Dimana masyarakat terus-menerus disodorkan isu-isu pro pemisahan Papua yang tidak jelas sehinga masyarakat seperti kehilangan jati diri dan kehilangan rasa kepercayaan kepada pemerintah membangun Papua menjadi lebih baik dan setara dengan daerah - daerah lain di Indonesia.
"Kita juga sebagai rakyat Papua harus bertanya juga kepada kelompok- kelompok atau organisasi-organisasi yang menginginkan Papua lepas dari Indonesia, apakah isu ini akan menjamin kita hidup aman, damai dan nyaman. Lalu, bagaimana dengan urusan kenegaraan kalau merdeka, siapa presiden, bagaimana kabinetnya, mata uang hingga urusan ekonomi," katanya.
Tentu tidak mudah untuk membentuk suatu negara yang merdeka, selain itu PBB sebagai otoritas pemersatu bangsa-bangsa di dunia telah mengakui bahwa Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Adapun kesimpulannya adalah Otonomi Khusus jilid II tetap harus berjalan dan diterapkan di Papua dan Papua Barat, tetapi tentu sebelum diterapkan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua, Papua Barat, DPRP, MRP, Dewan Adat Papua, harus duduk bersama-sama mencari solusi serta kelemahan-kelemahan apa yang harus dibenahi didalam amanah Otsus," katanya.
Termasuk regulasi-regulasinya yang harus dilihat lagi dan dibenahi, serta perlu adanya suatu evaluasi dan audit yang menyeluruh untuk Otsus jilid I, sehingga Pemerintah bisa tahu apa saja kekurangannya dan sektor-sektor apa yang harus di benahi.
"Agar nantinya Otsus jilid II bisa bermanfaat langsung kepada rakyat Papua, bila perlu dana Otsus jilid II dibagi saja secara merata ke setiap rekening Orang Asli Papua (OAP), hal ini juga dapat meminimalisir gerakan-gerakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kedaulatan berbangsa dan bernegara, ini usul saja, tentunya pemerintah akan melihat yang terbaik," katanya.
Ali juga meminta agar pemerintah pusat mendorong KPK, Kepolisian, Kejaksaaan dan BPK serta komponen terkait untuk secara berkala mengaudit penggunaan anggaran di Papua dan Papua Barat, sehingga tujuan untuk memajukan orang asli Papua bisa sesuai visi dan misi dari negara ini.
"Saya juga menghimbau kepada kepada saudara-saudara saya di Papua agar tidak terpengaruh serta terprovokasi kelompok-kelompok yang bertentangan dengan pemerintah seperti KNPB, ULMWP dan AMP serta beberapa kelompok lainnya di dalam Papua atau pun di luar yang menginginkan Papua lepas dari NKRI, sebab merekalah justru pihak-pihak yang sedang dimanfaatkan oleh elit-elit di Papua yang alergi dan resisten terhadap evaluasi dan audit dana Otsus jilid I sebelum dilanjutkan lagi ke tahap Otsus jilid II," katanya.