Jakarta (ANTARA) - Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Letjen TNI Doni Monardo mengatakan perilaku disiplin penerapan protokol kesehatan masih menjadi kunci untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 karena hingga kini vaksin untuk penyembuhan virus tersebut belum ditemukan.
"Hanya kalau kita bisa melakukan perubahan perilaku dengan disiplin, disiplin dan disiplin serta patuh protokol kesehatan maka kita akan mampu memutus mata rantai penularan," kata dia saat menjadi pemateri pada diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Sabtu.
Dikatakan, perilaku disiplin dan menerapkan protokol kesehatan menjadi alat atau kekuatan utama yang dimiliki masyarakat Indonesia karena sampai saat ini obat COVID-19 belum ada.
"Vaksin pun baru bisa efektif beberapa bulan ke depan," katanya.
Menjelang vaksin benar-benar ditemukan dan dapat diproduksi massal, maka akan ada sejumlah kemungkinan-kemungkinan yang masih bisa terjadi.
Ia menjelaskan perubahan perilaku yang diminta untuk diterapkan masyarakat tadi juga merujuk pada kesadaran kolektif dan peran dari seluruh komponen bangsa.
"Ada 63 persen keberhasilan kita dalam menangani COVID-19 adalah di bidang sosialisasi," ujar dia.
Oleh karena itu, peran komunikasi publik adalah hal yang mendasar dan memiliki peranan besar dalam upaya memutus mata rantai penyebaran virus.
Mengacu pada pentingnya komunikasi publik tersebut, Doni mengingatkan sebuah kalimat "kenali dirimu, kenali musuhmu. Seribu kali kau akan menang, seribu kali kau berperang, seribu kali kau akan menang".
Penggalan kalimat-kalimat tersebut, ujarnya, relevan untuk disandingkan dengan keadaan saat ini. Tujuannya agar masyarakat paham betapa bahayanya virus corona.
"COVID-19 memang berbahaya,tetapi proses seseorang terpapar itu karena ada yang membawanya yaitu manusia. Oleh karena itu, butuh upaya memutus penyebaran yang bisa menciptakan kesehatan masyarakat," katanya.
"Hanya kalau kita bisa melakukan perubahan perilaku dengan disiplin, disiplin dan disiplin serta patuh protokol kesehatan maka kita akan mampu memutus mata rantai penularan," kata dia saat menjadi pemateri pada diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Sabtu.
Dikatakan, perilaku disiplin dan menerapkan protokol kesehatan menjadi alat atau kekuatan utama yang dimiliki masyarakat Indonesia karena sampai saat ini obat COVID-19 belum ada.
"Vaksin pun baru bisa efektif beberapa bulan ke depan," katanya.
Menjelang vaksin benar-benar ditemukan dan dapat diproduksi massal, maka akan ada sejumlah kemungkinan-kemungkinan yang masih bisa terjadi.
Ia menjelaskan perubahan perilaku yang diminta untuk diterapkan masyarakat tadi juga merujuk pada kesadaran kolektif dan peran dari seluruh komponen bangsa.
"Ada 63 persen keberhasilan kita dalam menangani COVID-19 adalah di bidang sosialisasi," ujar dia.
Oleh karena itu, peran komunikasi publik adalah hal yang mendasar dan memiliki peranan besar dalam upaya memutus mata rantai penyebaran virus.
Mengacu pada pentingnya komunikasi publik tersebut, Doni mengingatkan sebuah kalimat "kenali dirimu, kenali musuhmu. Seribu kali kau akan menang, seribu kali kau berperang, seribu kali kau akan menang".
Penggalan kalimat-kalimat tersebut, ujarnya, relevan untuk disandingkan dengan keadaan saat ini. Tujuannya agar masyarakat paham betapa bahayanya virus corona.
"COVID-19 memang berbahaya,tetapi proses seseorang terpapar itu karena ada yang membawanya yaitu manusia. Oleh karena itu, butuh upaya memutus penyebaran yang bisa menciptakan kesehatan masyarakat," katanya.