Manokwari (ANTARA) - Pangdam XVIII/Kasuari Mayjen I Nyoman Cantiasa mengajak insan pers di Provinsi Papua Barat bersinergi dalam mengawal akselerasi pembangunan di daerah tersebut.
"Pers alat komunikasi massal, peranya sangat strategis dalam akselerasi pembangunan. Tentunya juga untuk menciptakan serta menjaga situasi keamanan di daerah agar tetap kondusif," ucap Pangdam pada bersilaturahim dengan insan pers di Manokwari, Jumat.
Ia mengutarakan bahwa media sebagai alat kontrol sekaligus agen perubahan. Bagi masyarakat, diharapkan media jadi forum pembinaan, pendampingan serta pengawasan.
"Harapanya masyarakat bisa maju dan sejahtera. Media juga sebagai alat edukasi untuk mencerdaskam masyarakat," katanya.
Menurut Cantiasa, wartawan di Papua Barat memiliki tantangan berbeda dibandingkan dengan di Pulau Jawa dan daerah lain. Begitu pula dengan personel TNI dan Polri dalam mengawal pembangunan di daerah.
Untuk itu, sebut Pangdam, dibutuhkan kepiawaian dalam meramu dan menyuguhkan berita. Pers memiliki kewajiban moral untuk ikut berperan dalam proses pembangunan.
"TNI juga demikian. Kita butuh kepiawaian dalam menyikapi dimanika serta persoalan di Papua Barat. Karaketeristik sosial masyarakat di Papua secara umum berbeda dengan daerah lain," katanya.
Kembali dia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi, termasuk antara TNI dengan pers. Pihaknya tak ingin ada konflik antara TNI dengan pers di Papua Barat.
"Untuk menyelesaikan masalah bangsa itu kita tidak bisa kerja sendiri-sendiri. Pers pun punya peran dan kemampuan mengawal itu untuk Indonesia maju," katanya.
Pada kesempatan itu, Cantiasa pun berharap media di Papua Barat terus bekerja profesional dan tidak menjadi alat provokasi bagi pihak mana pun. Di tengah pandemi COVID-19 pers diminta terlibat sebagai alat kontrol.
"Senjata pena itu lebih tajam dari peluru. Satu peluru TNI hanya bisa membunuh satu kepala, tapi satu pena milik pers bisa membunuh 100 kepala, bahkan lebih," demikian kata Mayjen Cantiasa.
"Pers alat komunikasi massal, peranya sangat strategis dalam akselerasi pembangunan. Tentunya juga untuk menciptakan serta menjaga situasi keamanan di daerah agar tetap kondusif," ucap Pangdam pada bersilaturahim dengan insan pers di Manokwari, Jumat.
Ia mengutarakan bahwa media sebagai alat kontrol sekaligus agen perubahan. Bagi masyarakat, diharapkan media jadi forum pembinaan, pendampingan serta pengawasan.
"Harapanya masyarakat bisa maju dan sejahtera. Media juga sebagai alat edukasi untuk mencerdaskam masyarakat," katanya.
Menurut Cantiasa, wartawan di Papua Barat memiliki tantangan berbeda dibandingkan dengan di Pulau Jawa dan daerah lain. Begitu pula dengan personel TNI dan Polri dalam mengawal pembangunan di daerah.
Untuk itu, sebut Pangdam, dibutuhkan kepiawaian dalam meramu dan menyuguhkan berita. Pers memiliki kewajiban moral untuk ikut berperan dalam proses pembangunan.
"TNI juga demikian. Kita butuh kepiawaian dalam menyikapi dimanika serta persoalan di Papua Barat. Karaketeristik sosial masyarakat di Papua secara umum berbeda dengan daerah lain," katanya.
Kembali dia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi, termasuk antara TNI dengan pers. Pihaknya tak ingin ada konflik antara TNI dengan pers di Papua Barat.
"Untuk menyelesaikan masalah bangsa itu kita tidak bisa kerja sendiri-sendiri. Pers pun punya peran dan kemampuan mengawal itu untuk Indonesia maju," katanya.
Pada kesempatan itu, Cantiasa pun berharap media di Papua Barat terus bekerja profesional dan tidak menjadi alat provokasi bagi pihak mana pun. Di tengah pandemi COVID-19 pers diminta terlibat sebagai alat kontrol.
"Senjata pena itu lebih tajam dari peluru. Satu peluru TNI hanya bisa membunuh satu kepala, tapi satu pena milik pers bisa membunuh 100 kepala, bahkan lebih," demikian kata Mayjen Cantiasa.