Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog dari Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat Defriman Djafri mengingatkan pemerintah agar betul-betul menyiapkan vaksinator atau orang yang melakukan vaksinasi sudah terlatih dan profesional.
"Jangan sampai nanti kesalahan prosedur atau SOP yang dijalankan vaksinator menimbulkan dampak bahaya bagi masyarakat," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Sebagai contoh ibu hamil tidak boleh melakukan vaksinasi. Jika vaksinator tidak jeli atau teliti pada saat skrining awal dan tidak mengetahui individu tersebut sedang hamil, maka bisa celaka bila terlanjur divaksin.
Selain itu, orang yang akan divaksin juga diminta jujur kepada vaksinator apabila mengidap penyakit tertentu termasuk penderita komorbiditas harus melaporkannya.
"Kalau skrining di awal salah bisa bahaya. Makanya harus teliti dan masyarakat juga harus jujur," kata Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat tersebut.
Oleh sebab itu, bila vaksin sudah ada, efikasinya pun sudah bagus maka vaksinator juga harus terlatih dan profesional.
Untuk wilayah kota-kota besar mungkin saja tenaga vaksinator sudah terlatih dan mumpuni. Namun, khusus di daerah apalagi yang terpencil hal ini perlu mendapat perhatian lebih.
Apalagi, vaksinasi dilakukan dalam kondisi pandemi COVID-19 sehingga butuh ekstra kehati-hatian dari tenaga kesehatan terutama vaksinator.
"Jangan sampai orang berbondong-bondong lalu abai protokol kesehatan," kata Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Provinsi Sumatera Barat tersebut.
Akibatnya, kondisi itu malah bisa menimbulkan klaster penyebaran baru di tengah masyarakat. "Ini yang perlu diantisipasi. Jangan sampai itu terjadi sehingga vaksinasi gagal dan capaian target tahap satu tidak tercapai," ujarnya.
"Jangan sampai nanti kesalahan prosedur atau SOP yang dijalankan vaksinator menimbulkan dampak bahaya bagi masyarakat," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Sebagai contoh ibu hamil tidak boleh melakukan vaksinasi. Jika vaksinator tidak jeli atau teliti pada saat skrining awal dan tidak mengetahui individu tersebut sedang hamil, maka bisa celaka bila terlanjur divaksin.
Selain itu, orang yang akan divaksin juga diminta jujur kepada vaksinator apabila mengidap penyakit tertentu termasuk penderita komorbiditas harus melaporkannya.
"Kalau skrining di awal salah bisa bahaya. Makanya harus teliti dan masyarakat juga harus jujur," kata Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat tersebut.
Oleh sebab itu, bila vaksin sudah ada, efikasinya pun sudah bagus maka vaksinator juga harus terlatih dan profesional.
Untuk wilayah kota-kota besar mungkin saja tenaga vaksinator sudah terlatih dan mumpuni. Namun, khusus di daerah apalagi yang terpencil hal ini perlu mendapat perhatian lebih.
Apalagi, vaksinasi dilakukan dalam kondisi pandemi COVID-19 sehingga butuh ekstra kehati-hatian dari tenaga kesehatan terutama vaksinator.
"Jangan sampai orang berbondong-bondong lalu abai protokol kesehatan," kata Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Provinsi Sumatera Barat tersebut.
Akibatnya, kondisi itu malah bisa menimbulkan klaster penyebaran baru di tengah masyarakat. "Ini yang perlu diantisipasi. Jangan sampai itu terjadi sehingga vaksinasi gagal dan capaian target tahap satu tidak tercapai," ujarnya.