Timika (ANTARA) - Gereja Katolik Keuskupan Timika, Papua, sejak Selasa pagi, mengirimkan bantuan bahan kebutuhan pokok ke Paroki Bilogai, Kabupaten Intan Jaya.
Ketua Pengembangan Sumber Daya Ekonomi (PSE) Keuskupan Timika Beni Meo di Timika, Selasa, mengatakan untuk pengiriman perdana ini sebanyak 1.210 kg atau 1,2 ton bahan kebutuhan pokok diangkut dari Timika ke Sugapa, Intan Jaya, menggunakan maskapai Alda Air yang disewa oleh Kesukupan Timika.
“Bahan pokok yang kami kirim hari ini terdiri dari beras, mi instan, gula, kopi dan bahan makanan lain. Seharusnya bisa sampai 1,3 ton yang bisa diangkut. Kami dari Keuskupan Timika mengirim Pastor Rinto Dumatubun ikut ke Sugapa untuk memastikan bantuan yang dikirim ini bisa sampai ke tempat tujuan maka muatan kami kurangi,” kata Beni.
Beni mengatakan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Kabupaten Intan Jaya akan terus dilakukan.
Bahan pokok yang berasal dari sumbangan umat dan berbagai komunitas di Timika kini sebagian ditampung di Gudang Koperasi Maria Bintang Laut Keuskupan Timika yang rencananya dikirim dalam empat kali penerbangan lagi.
Rudolf Kambayong selaku administrator Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Timika menjelaskan, bahan pokok yang dikirim untuk para pengungsi di Bilogai ini merupakan sumbangan dari berbagai kalangan baik dalam bentuk uang tunai maupun barang.
“Sumbangan dari umat Paroki Katedral Tiga Raja, Paroki Sempan, Kuasi Paroki Santa Sesilia SP2, Paroki SP 3, umat katolik di SP1, para guru dan murid SMA YPPK Tiga Raja. Ada dari berbagai kelompok seperti kelompok Karismatik Keuskupan Jayapura, karyawan PT Freeport Indonesia, Konferensi Wali Gereja Indonesia, Keuskupan Jayapura,” tutur Rudolf.
Saul Wanimbo selaku Direktur SKP Keuskupan Timika mengungkapkan pengungsi yang saat ini mengungsi di Komplek Paroki Bilogai, Kabupaten Intan Jaya, sebanyak seribuan jiwa lebih yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak.
“Memang sebagian ada yang pulang ke kampung namun kembali lagi untuk berlindung di Komplek Paroki Bilogai karena situasi keamanan belum kondusif,” ujarnya.
Saul menjelaskan warga Intan Jaya memilih mengungsi sejak pertengahan 2020. Mereka memilih mengungsi ke sejumlah kabupaten tetangga seperti ke Nabire dan Paniai termasuk di Timika.
Namun Saul mengakui Keuskupan Timika belum bisa mengidentifikasi warga Intan Jaya yang mengungsi ke Timika. Sementara itu warga yang mengungsi di Paniai diduga sudah pindah ke Nabire.
Pengumpulan bantuan ini, katanya, bukan saja difokuskan kepada warga Intan Jaya yang mengungsi di Paroki Bilogai tetapi juga yang saat ini ada di Nabire dan menumpang di rumah keluarga atau kerabat.
Pihak Keuskupan Timika berharap ketua-ketua kombas di Paniai dan Timika bisa berinisiatif mendeteksi pengungsi warga Intan Jaya yang berada di Timika dan Paniai.
“Kami tahu di kota beban hidup cukup berat, sehingga keuskupan berpikir baiklah kalau paroki-paroki yang lain membantu warga yang mengungsi lebih dulu ke Nabire dan Paniai. Ini akan menjadi tugas tim pastoral Keuskupan Timika yang ada di Nabire dan Paniai untuk mengkoordinir sumbangan yang masuk agar bisa disalurkan kepada mereka. Jika ada kelebihan baru mereka kirimkan ke Bilogai," jelasnya.
Gereja dan pastoran Bilogai saat ini menjadi posko untuk menampung bantuan yang masuk bagi para pengungsi.
Dalam situasi Intan Jaya saat ini, kata Saul, mustahil bagi masyarakat untuk berkebun, karenanya keuskupan masih tetap mengharapkan kerelaan semua pihak yang berkehendak baik untuk membantu meringankan beban dari masyarakat Intan Jaya di tempat pengungsian dengan memberikan sumbangan baik berupa uang tunai maupun sembako.
Sebelumnya pada Sabtu, 13 Februari 2021, Administrator Diosesan Keuskupan Timika, Pastor Marthen Kuayo Pr mengeluarkan surat permohonan bantuan ke paroki-paroki di seluruh keuskupan Timika.
Surat tersebut bertujuan meminta partisipasi dan dukungan serta solidaritas umat Katolik untuk membantu para pengungsi yang mengungsi di Gereja dan Pastoran Paroki Santo Misael Bilogai dan juga pengungsi warga Intan Jaya yang sementara ditampung di Paroki Santo Antonius Bumiwonorejo, Kabupaten Nabire akibat semakin memanasnya kontak tembak antara TNI dan Polri dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Ketua Pengembangan Sumber Daya Ekonomi (PSE) Keuskupan Timika Beni Meo di Timika, Selasa, mengatakan untuk pengiriman perdana ini sebanyak 1.210 kg atau 1,2 ton bahan kebutuhan pokok diangkut dari Timika ke Sugapa, Intan Jaya, menggunakan maskapai Alda Air yang disewa oleh Kesukupan Timika.
“Bahan pokok yang kami kirim hari ini terdiri dari beras, mi instan, gula, kopi dan bahan makanan lain. Seharusnya bisa sampai 1,3 ton yang bisa diangkut. Kami dari Keuskupan Timika mengirim Pastor Rinto Dumatubun ikut ke Sugapa untuk memastikan bantuan yang dikirim ini bisa sampai ke tempat tujuan maka muatan kami kurangi,” kata Beni.
Beni mengatakan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Kabupaten Intan Jaya akan terus dilakukan.
Bahan pokok yang berasal dari sumbangan umat dan berbagai komunitas di Timika kini sebagian ditampung di Gudang Koperasi Maria Bintang Laut Keuskupan Timika yang rencananya dikirim dalam empat kali penerbangan lagi.
Rudolf Kambayong selaku administrator Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Timika menjelaskan, bahan pokok yang dikirim untuk para pengungsi di Bilogai ini merupakan sumbangan dari berbagai kalangan baik dalam bentuk uang tunai maupun barang.
“Sumbangan dari umat Paroki Katedral Tiga Raja, Paroki Sempan, Kuasi Paroki Santa Sesilia SP2, Paroki SP 3, umat katolik di SP1, para guru dan murid SMA YPPK Tiga Raja. Ada dari berbagai kelompok seperti kelompok Karismatik Keuskupan Jayapura, karyawan PT Freeport Indonesia, Konferensi Wali Gereja Indonesia, Keuskupan Jayapura,” tutur Rudolf.
Saul Wanimbo selaku Direktur SKP Keuskupan Timika mengungkapkan pengungsi yang saat ini mengungsi di Komplek Paroki Bilogai, Kabupaten Intan Jaya, sebanyak seribuan jiwa lebih yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak.
“Memang sebagian ada yang pulang ke kampung namun kembali lagi untuk berlindung di Komplek Paroki Bilogai karena situasi keamanan belum kondusif,” ujarnya.
Saul menjelaskan warga Intan Jaya memilih mengungsi sejak pertengahan 2020. Mereka memilih mengungsi ke sejumlah kabupaten tetangga seperti ke Nabire dan Paniai termasuk di Timika.
Namun Saul mengakui Keuskupan Timika belum bisa mengidentifikasi warga Intan Jaya yang mengungsi ke Timika. Sementara itu warga yang mengungsi di Paniai diduga sudah pindah ke Nabire.
Pengumpulan bantuan ini, katanya, bukan saja difokuskan kepada warga Intan Jaya yang mengungsi di Paroki Bilogai tetapi juga yang saat ini ada di Nabire dan menumpang di rumah keluarga atau kerabat.
Pihak Keuskupan Timika berharap ketua-ketua kombas di Paniai dan Timika bisa berinisiatif mendeteksi pengungsi warga Intan Jaya yang berada di Timika dan Paniai.
“Kami tahu di kota beban hidup cukup berat, sehingga keuskupan berpikir baiklah kalau paroki-paroki yang lain membantu warga yang mengungsi lebih dulu ke Nabire dan Paniai. Ini akan menjadi tugas tim pastoral Keuskupan Timika yang ada di Nabire dan Paniai untuk mengkoordinir sumbangan yang masuk agar bisa disalurkan kepada mereka. Jika ada kelebihan baru mereka kirimkan ke Bilogai," jelasnya.
Gereja dan pastoran Bilogai saat ini menjadi posko untuk menampung bantuan yang masuk bagi para pengungsi.
Dalam situasi Intan Jaya saat ini, kata Saul, mustahil bagi masyarakat untuk berkebun, karenanya keuskupan masih tetap mengharapkan kerelaan semua pihak yang berkehendak baik untuk membantu meringankan beban dari masyarakat Intan Jaya di tempat pengungsian dengan memberikan sumbangan baik berupa uang tunai maupun sembako.
Sebelumnya pada Sabtu, 13 Februari 2021, Administrator Diosesan Keuskupan Timika, Pastor Marthen Kuayo Pr mengeluarkan surat permohonan bantuan ke paroki-paroki di seluruh keuskupan Timika.
Surat tersebut bertujuan meminta partisipasi dan dukungan serta solidaritas umat Katolik untuk membantu para pengungsi yang mengungsi di Gereja dan Pastoran Paroki Santo Misael Bilogai dan juga pengungsi warga Intan Jaya yang sementara ditampung di Paroki Santo Antonius Bumiwonorejo, Kabupaten Nabire akibat semakin memanasnya kontak tembak antara TNI dan Polri dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB).