Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan langkah pengecekan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-e) Orient P Riwu Kore oleh Bawaslu sebagai kecurigaan awal terkait kewarganegaraan ganda dinilai baru setengah langkah untuk mendapatkan bukti yang utuh.
"Kalau Bawaslu hanya minta dicek KTP-e itu baru setengah langkah untuk mendapatkan klarifikasi dan tidak tuntas," kata Hakim MK Suhartoyo pada sidang lanjutan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Sabu Raijua yang disiarkan MK secara virtual di Jakarta, Senin.
Hakim Suhartoyo juga mempertanyakan langkah Bawaslu tidak meminta bantuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat untuk mencek sekaligus memastikan perihal status kewarganegaraan ganda Orient P Riwu Kore.
Seharusnya, sebagai lembaga negara yang sama-sama menyelenggarakan Pemilu, Bawaslu dan KPU satu arah dan mencari informasi ke Kedutaan Besar Amerika Serikat tentang kecurigaan kewarganegaraan ganda Orient.
Pada September 2020 Bawaslu telah mengirimkan surat ke Kedutaan Besar Amerika Serikat dan baru mendapat balasan pada Februari 2021. Selama rentang waktu tersebut seharusnya Bawaslu menggunakan wewenang untuk klarifikasi.
Apalagi, lanjut dia, jika hanya merujuk kepada pengecekan KTP-e seseorang maka Warga Negara Asing (WNA) pun sebenarnya bisa memiliki dokumen kependudukan berupa KTP-e tetapi tidak memiliki hak politik.
Oleh sebab itu, pengecekan data kependudukan secara valid dan akurat dari berbagai sumber merupakan suatu keharusan dan kewajiban oleh penyelenggara pemilu demi menghindari persoalan sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Sabu Raijua.
"Seharusnya itu satu kesatuan yang melekat di Bawaslu," ujar dia.
Meskipun kejadian Orient P Riwu Kore yang pada akhirnya diketahui memiliki kewarganegaraan ganda, Majelis Hakim meminta semua pihak terutama KPU dan Bawaslu menjadikannya bahan pelajaran untuk penyelenggaraan pesta demokrasi selanjutnya agar tidak kembali terulang.
"Ke depan harus menjadi pelajaran yang berharga," kata dia.
"Kalau Bawaslu hanya minta dicek KTP-e itu baru setengah langkah untuk mendapatkan klarifikasi dan tidak tuntas," kata Hakim MK Suhartoyo pada sidang lanjutan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Sabu Raijua yang disiarkan MK secara virtual di Jakarta, Senin.
Hakim Suhartoyo juga mempertanyakan langkah Bawaslu tidak meminta bantuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat untuk mencek sekaligus memastikan perihal status kewarganegaraan ganda Orient P Riwu Kore.
Seharusnya, sebagai lembaga negara yang sama-sama menyelenggarakan Pemilu, Bawaslu dan KPU satu arah dan mencari informasi ke Kedutaan Besar Amerika Serikat tentang kecurigaan kewarganegaraan ganda Orient.
Pada September 2020 Bawaslu telah mengirimkan surat ke Kedutaan Besar Amerika Serikat dan baru mendapat balasan pada Februari 2021. Selama rentang waktu tersebut seharusnya Bawaslu menggunakan wewenang untuk klarifikasi.
Apalagi, lanjut dia, jika hanya merujuk kepada pengecekan KTP-e seseorang maka Warga Negara Asing (WNA) pun sebenarnya bisa memiliki dokumen kependudukan berupa KTP-e tetapi tidak memiliki hak politik.
Oleh sebab itu, pengecekan data kependudukan secara valid dan akurat dari berbagai sumber merupakan suatu keharusan dan kewajiban oleh penyelenggara pemilu demi menghindari persoalan sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Sabu Raijua.
"Seharusnya itu satu kesatuan yang melekat di Bawaslu," ujar dia.
Meskipun kejadian Orient P Riwu Kore yang pada akhirnya diketahui memiliki kewarganegaraan ganda, Majelis Hakim meminta semua pihak terutama KPU dan Bawaslu menjadikannya bahan pelajaran untuk penyelenggaraan pesta demokrasi selanjutnya agar tidak kembali terulang.
"Ke depan harus menjadi pelajaran yang berharga," kata dia.