Jakarta (ANTARA) - Psikolog anak dan keluarga Irma Gustiana dari Universitas Indonesia mengatakan, keluarga yang tetap solid di masa menantang ini terbukti bisa memanfaatkan pandemi sebagai ajang menguatkan hubungan satu sama lain.
"Kalau ada situasi lain yang sulit akan bisa survive karena tujuan pembentukan keluarga adalah memberikan dukung, saling menyayangi dan melindungi," kata Irma dalam webinar kesehatan, Kamis.
Irma mengatakan, pandemi membawa dampak negatif sekaligus positif untuk keluarga. Dilihat dari sisi positif, pandemi membuat anggota keluarga bisa saling mengenal satu sama lain karena menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Orangtua bisa makin memahami anak-anaknya, sementara suami atau istri bisa semakin memahami kepribadian pasangannya.
"Kita juga bisa mensyukuri kebersamaan di rumah saja," katanya.
Sementara itu, sisi negatif dari pandemi terhadap keluarga adalah memicu ketidakharmonisan pasangan suami istri yang sulit menyeimbangkan aktivitas yang menumpuk di rumah. Itulah mengapa, ada kasus-kasus seperti perceraian atau kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi selama pandemi akibat komunikasi yang tidak lancar di dalam keluarga.
"Di rumah pun anak biasanya lebih manja dan clingy (lengket) apalagi yang balita, soalnya orangtuanya selalu ada di rumah, itu lebih ke secure attachment karena merasa aman ada orangtua di rumah," jelas dia.
Irma mengatakan, pengasuhan anak bukan cuma urusan ibu. Sosok ayah juga memiliki tanggung jawab atau peran yang sangat berpengaruh di rumah. Ayah tidak hanya sekadar menjadi sosok penyedia kebutuhan jasmani, tapi juga rohani karena ayah dinilai sebagai pelindung, guru, role model, teman bermain, serta penyayang anak dan Ibu.
Di masa pandemi, sesungguhnya ayah dapat semakin berperan serta dalam pengasuhan tumbuh kembang anak sebagai upaya mencegah anak jenuh, bosan, stress hingga depresi.
“Ayah adalah katalisator dalam keluarga, karena mampu menyeimbangkan peran Ibu dalam ketahanan keluarga. Ayah yang selalu dekat dan siaga, akan menjamin anak tumbuh kembang menjadi pribadi yang tidak hanya sehat fisiknya, namun juga sehat mentalnya terutama di masa krisis, seperti pandemi ini,” ujar Irma.
Selain siaga memberikan perhatian dalam masa tumbuh kembang anak, ayah juga harus berperan dalam membangun hubungan suami istri yang harmonis dan sehat di tengah pandemi.
Beberapa hal yang dapat dilakukan seperti meluangkan waktu berkomunikasi tanpa memberikan penilaian, memahami kecemasan pasangan, melakukan kegiatan bersama-sama agar lebih mengenal karakteristik pasangan, serta memberikan penghargaan atas usaha yang dilakukan pasangan dinilai penting dalam meningkatkan kekuatan serta harmonisasi pasangan suami istri.
"Kalau ada situasi lain yang sulit akan bisa survive karena tujuan pembentukan keluarga adalah memberikan dukung, saling menyayangi dan melindungi," kata Irma dalam webinar kesehatan, Kamis.
Irma mengatakan, pandemi membawa dampak negatif sekaligus positif untuk keluarga. Dilihat dari sisi positif, pandemi membuat anggota keluarga bisa saling mengenal satu sama lain karena menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Orangtua bisa makin memahami anak-anaknya, sementara suami atau istri bisa semakin memahami kepribadian pasangannya.
"Kita juga bisa mensyukuri kebersamaan di rumah saja," katanya.
Sementara itu, sisi negatif dari pandemi terhadap keluarga adalah memicu ketidakharmonisan pasangan suami istri yang sulit menyeimbangkan aktivitas yang menumpuk di rumah. Itulah mengapa, ada kasus-kasus seperti perceraian atau kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi selama pandemi akibat komunikasi yang tidak lancar di dalam keluarga.
"Di rumah pun anak biasanya lebih manja dan clingy (lengket) apalagi yang balita, soalnya orangtuanya selalu ada di rumah, itu lebih ke secure attachment karena merasa aman ada orangtua di rumah," jelas dia.
Irma mengatakan, pengasuhan anak bukan cuma urusan ibu. Sosok ayah juga memiliki tanggung jawab atau peran yang sangat berpengaruh di rumah. Ayah tidak hanya sekadar menjadi sosok penyedia kebutuhan jasmani, tapi juga rohani karena ayah dinilai sebagai pelindung, guru, role model, teman bermain, serta penyayang anak dan Ibu.
Di masa pandemi, sesungguhnya ayah dapat semakin berperan serta dalam pengasuhan tumbuh kembang anak sebagai upaya mencegah anak jenuh, bosan, stress hingga depresi.
“Ayah adalah katalisator dalam keluarga, karena mampu menyeimbangkan peran Ibu dalam ketahanan keluarga. Ayah yang selalu dekat dan siaga, akan menjamin anak tumbuh kembang menjadi pribadi yang tidak hanya sehat fisiknya, namun juga sehat mentalnya terutama di masa krisis, seperti pandemi ini,” ujar Irma.
Selain siaga memberikan perhatian dalam masa tumbuh kembang anak, ayah juga harus berperan dalam membangun hubungan suami istri yang harmonis dan sehat di tengah pandemi.
Beberapa hal yang dapat dilakukan seperti meluangkan waktu berkomunikasi tanpa memberikan penilaian, memahami kecemasan pasangan, melakukan kegiatan bersama-sama agar lebih mengenal karakteristik pasangan, serta memberikan penghargaan atas usaha yang dilakukan pasangan dinilai penting dalam meningkatkan kekuatan serta harmonisasi pasangan suami istri.