Jakarta (ANTARA) -
Kementerian Agama menyatakan kuota haji khusus dialokasikan delapan persen dari total kuota yang diberikan Arab Saudi kepada Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
 
"Kita masih menunggu berapa kuota haji yang akan diberikan kepada Indonesia. Kuota haji nantinya sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 akan terdiri dari 92 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus," ujar Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Selasa.
 
Hilman mengatakan berdasarkan data pelunasan haji khusus tahun 2020, terdapat 15.466 jamaah yang telah melakukan pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) Khusus.
 
Ia mengingatkan bahwa jika kuota yang diberikan kepada Indonesia tidak dalam jumlah normal (100 persen), maka ada potensi banyak jamaah lunas yang belum dapat diberangkatkan. Apalagi Arab Saudi hanya membuka haji sebanyak satu juta orang baik domestik maupun luar negeri.


 
"Ini harus segera direkonsiliasi datanya dan siapkan mitigasinya," kata Hilman.
 
Sebagai bagian mitigasi, Hilman meminta jajarannya untuk melakukan sejumlah persiapan, seperti rekonsiliasi data jamaah haji khusus yang lunas dan siap berangkat, mendata jamaah haji khusus di bawah usia 65 tahun yang siap berangkat.
 
Kemudian, memastikan bahwa jamaah haji khusus yang siap berangkat, telah divaksinasi COVID-19 dosis lengkap, dan menyusun regulasi konfirmasi pelunasan BPIH Khusus dan pengisian kuota haji khusus.
 
"Bina Umrah dan Haji Khusus (UHK) juga harus membuat simulasikan skenario pemberangkatan jamaah haji khusus, menyangkut konsorsium PIHK, petugas PIHK, dan pengurusan kontrak layanan Arab Saudi," kata dia.
 
Terkait pengisian kuota haji khusus, Hilman meminta agar dibuat pedoman yang jelas dan tegas. Dia minta jangan sampai ada jamaah yang merasa diperlakukan tak adil gara-gara terlompati nomor porsinya.
 
“Acuan dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 sudah jelas, prinsip first come first serve, tidak dapat ditawar lagi, karena mereka sudah melunasi BPIH, mengantri, dan tertunda berangkat selama 2 tahun. Jika ada yang tidak dapat berangkat karena kendala persyaratan, maka digantikan oleh nomor porsi secara urutan yang ada di bawahnya," kata dia.
 
Hilman juga mengidentifikasi sejumlah persoalan yang perlu dimitigasi, seperti potensi kenaikan biaya layanan setelah dua tahun tidak ada pemberangkatan, baik layanan akomodasi, konsumsi, transportasi di Arab Saudi, juga visa dan asuransi.


 

Pewarta : Asep Firmansyah
Editor : Hendrina Dian Kandipi
Copyright © ANTARA 2024