Sentani (ANTARA) - Peserta Kongres Masyarakat Adat Nusantara ( KMAN) VI mendorong perlu adanya perhatian yang serius terhadap keberadaan hutan sagu di Kabupaten Jayapura, Papua.
Salah satu peserta KMAN VI dari region Sulawesi Ruslan Ahmad dalam siaran pers yang diterima Antara di Jayapura, Senin, mengatakan rumput dan hutan sagu di Sentani tumbuh secara alami dan belum tersentuh masyarakat adat maupun pemerintah daerah dalam penataan hutan sagu secara profesional.
Dia mencontohkan keberadaan hutan sagu di Kampung Yoboi yang belum tersentuh dan perlu dikelola secara profesional.
“Hutan sagu yang alami seperti di Kampung Wisata Yoboi itu salah satunya itu wajib untuk dijaga,” katanya.
Menurut Ruslan, masyarakat adat di Papua khususnya Jayapura tanpa hutan sagu ibarat masyarakat adat yang tidak memiliki apa-apa yang bisa diharapkan kedepan untuk kelangsungan masyarakat adat.
“Momen kongres saat ini sangat penting untuk bisa berbagi ilmu tetapi juga pengalaman, walaupun hutan sagu di daerah kami tidak sebanyak di Papua,” ujarnya.
Sementara itu salah satu peserta KMAN VI dari Sulawesi Utara Rikson Wowuruntu mengatakan sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat adat di Papua sehingga kelestarian dan keberadaannya harus dijaga dengan baik.
“Dalam prosesi makan papeda (sagu yang sudah dimasak) terlihat jelas, kekerabatan, kebersamaan dalam satu keluarga masyarakat adat,” katanya.
Dia menjelaskan pihaknya berhaap hutan sagu dan tanah masyarakat adat dapat dipetakan sehingga tidak terjadi eksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab salah satunya dengan disahkan RUU Masyarakat Adat.
“Gambaran hutan di Papua ini sangat seksi bagi mereka yang suka mencari untung dari kelemahan dan ketidakberdayaan masyarakat kecil,” ujarnya
Salah satu peserta KMAN VI dari region Sulawesi Ruslan Ahmad dalam siaran pers yang diterima Antara di Jayapura, Senin, mengatakan rumput dan hutan sagu di Sentani tumbuh secara alami dan belum tersentuh masyarakat adat maupun pemerintah daerah dalam penataan hutan sagu secara profesional.
Dia mencontohkan keberadaan hutan sagu di Kampung Yoboi yang belum tersentuh dan perlu dikelola secara profesional.
“Hutan sagu yang alami seperti di Kampung Wisata Yoboi itu salah satunya itu wajib untuk dijaga,” katanya.
Menurut Ruslan, masyarakat adat di Papua khususnya Jayapura tanpa hutan sagu ibarat masyarakat adat yang tidak memiliki apa-apa yang bisa diharapkan kedepan untuk kelangsungan masyarakat adat.
“Momen kongres saat ini sangat penting untuk bisa berbagi ilmu tetapi juga pengalaman, walaupun hutan sagu di daerah kami tidak sebanyak di Papua,” ujarnya.
Sementara itu salah satu peserta KMAN VI dari Sulawesi Utara Rikson Wowuruntu mengatakan sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat adat di Papua sehingga kelestarian dan keberadaannya harus dijaga dengan baik.
“Dalam prosesi makan papeda (sagu yang sudah dimasak) terlihat jelas, kekerabatan, kebersamaan dalam satu keluarga masyarakat adat,” katanya.
Dia menjelaskan pihaknya berhaap hutan sagu dan tanah masyarakat adat dapat dipetakan sehingga tidak terjadi eksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab salah satunya dengan disahkan RUU Masyarakat Adat.
“Gambaran hutan di Papua ini sangat seksi bagi mereka yang suka mencari untung dari kelemahan dan ketidakberdayaan masyarakat kecil,” ujarnya