Biak (ANTARA) - Peristiwa Pekabaran Injil ke Tanah Papua diawali dari Pulau Mansinam, Kabupaten Manokwari, Papua Barat,  pada 5 Februari 1855. Kehadiran dua misionaris asal Jerman, Carl Wilhelm Ottouw dan Johann Gottlob Geissler, menjadi tonggak sejarah  dalam penyebaran agama Kristen di Bumi Cendrawasih. 

Bagi kalangan umat Kristiani di Tanah Papua, Pekabaran Injil pada 168 tahun silam merupakan awal untuk menerima peradaban Injil. Warga Papua dengan ketulusan hati menerima ajaran Yesus Kristus dalam lingkungan keluarga mereka.  

Kegiatan misionaris dalam mewartakan Injil di tanah Papua sangat berhasil karena adanya kesadaran para tokoh masyarakat saat itu, bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia dan memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan. 

Pandangan kesetaraan inilah menjadi motivasi yang kuat bagi para tokoh-tokoh penginjil untuk terus memberitakan Injil dari pelosok kampung pesisir kepulauan hingga ke lembah-lembah pengunungan Papua. 

Tugas penginjilan berjalan beriringan dengan sejumlah permasalahan di tengah kehidupan sehari-hari masyarakat Papua, di antaranya dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum dan hak asasi manusia.

Gereja tidak dapat menutup mata terhadap setiap muncul persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Pihak gereja diharapkan dapat menjadi penerang di tengah  masyarakat Papua. Tugas penginjilan menuju masa depan yang lebih baik dan sejahtera, terus dikembangkan. 

Bupati Kabupaten Biak Numfor Herry Ario Naap mengakui bahwa sejarah Pekabaran Injil di Tanah Papua 5 Februari 1855 menjadi sebuah peristiwa keimanan bagi kalangan umat Kristiani di Tanah Papua. 

Misi keagamaan untuk mewartakan Injil oleh penginjil  Ottow dan Geissler dinilai telah mampu membawa perubahan yang terang untuk semua masyarakat orang asli di Tanah Papua.

Bahkan, berkat hasil Pekabaran Injil  masyarakat orang asli Papua dapat mengenal peradaban dan keimanan sebagai pengikut setia ajaran Yesus Kristus. 

Oleh karena itu, ajaran agama Kristen yang pertama dikenalkan di Pulau Mansinam, Provinsi Papua Barat, pada 5 Februari 1855, diharapkan dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan sehari-hari umat Kristiani bersama keluarga di Tanah Papua. 

Peristiwa Pekabaran Injil telah mampu memberikan spirit baru kepada kalangan umat Kristiani untuk tetap setia melaksanakan keyakinan ajaran Yesus Kristus sebagai juru selamat manusia.  

Dengan kondisi itu, tak dipungkiri jika Pekabaran Injil di Pulau Mansinam selalu dikenang dan diperingati umat Kristiani di Tanah Papua, karena telah mampu mengimplementasikan ajaran kasih dan hidup berdampingan dengan sesama umat manusia. 

Peristiwa Pekabaran Injil juga telah mengajarkan kepada masyarakat di Tanah Papua tentang kesetaraan, kemanusiaan, keadilan, dan perlindungan kelompok minoritas, tidak merendahkan martabat manusia seperti ujaran kebencian, fitnah, menebar informasi hoaks, dan membeda-bedakan suku, agama serta tidak bertindak rasisme.

Secara eksternal umat Kristiani dengan peristiwa Pekabaran Injil dapat mengajarkan tentang keberagaman untuk saling membantu dan mengasihi tanpa melihat latar belakang, asal budaya, suku, ras dan keyakinan. 

Papua Tanah Damai

Setiap agama mengajarkan harmoni dan kebaikan kepada pengikutnya untuk mampu bersikap baik, seimbang tanpa membeda-bedakan satu dengan lainnya. 

Kerukunan antar umat beragama di Indonesia menjadi satu-satunya pilihan yang mengikat dan terus menjaga kedamaian di Tanah Papua. 

Apalagi dengan sosial geografis wilayah Provinsi Papua dengan mayoritas penduduk beragama Kristen namun dalam kehidupan sehari-hari mereka tetap menjunjung nilai toleransi beragama antar warga. 

Sebab, dengan menjaga toleransi beragama di Tanah Papua maka telah dapat menciptakan keharmonisan dan kedamaian antar sesama masyarakat di Bumi Cenderawasih ini. 

Agama-agama yang dianut warga di Tanah Papua memiliki tempat dan peranan yang vital dalam menentukan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Toleransi beragama dengan roh ke-Indonesia-an berarti tidak mempertentangkan perbedaan atau kemajemukan agama.  Tapi sebaliknya, terbuka pada perbedaan dan kemajemukan yang dibangun di atas narasi persaudaraan sesama anak bangsa Indonesia. 

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Biak Numfor, Pendeta M.Kapisa, mengakui, dalam upaya menjaga kedamaian di Tanah Papua telah menjadi tanggung jawab semua elemen masyarakat.

"Warga Biak Numfor telah mengedepankan nilai toleransi beragama di dalam kehidupan sehari-hari, " ujarnya. 

Tanah Papua merupakan tempat yang telah diberkati Tuhan Yesus Kristus. Dengan demikian, menurut Pdt Kapisa, semua harus merawatnya supaya Bumi Cenderawasih tetap memancarkan kedamaian dan kenyamanan. 

Peran umat beragama untuk menjaga kedamaian di Biak, terbukti di saat umat Kristiani merayakan Natal dan Tahun Baru 2023, Pada momen itu kalangan umat beragama lainnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan kondusif. 

Situasi Tanah Papua yang senantiasa damai, aman dan kondusif merupakan harapan dari semua masyarakat Kabupaten Biak Numfor. 

Pdt Kapisa berharap, semua warga Kristiani di Kabupaten Biak Numfor senantiasa ikut serta menjaga kedamaian dan toleransi beragama dalam kehidupan sehari-hari dengan mengedepankan ajaran kasih untuk sesama umat manusia. 

Hal ini tidak terlepas dari  adanya peristiwa bersejarah Pekabaran Injil setiap 5 Februari 1855  yang  diperingati sebagai momentum untuk menjaga keberagaman dan persatuan sebagai bangsa Indonesia. 

Saat ini masih banyak tantangan dan pekerjaan rumah dalam upaya pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan kepada masyarakat orang asli di tanah Papua.

Gereja menebarkan kasih

Persekutuan Gereja-Gereja di Papua (PGGP) mengecam aksi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang telah membakar pesawat Susi Air Pilatus Porter PC/6 PK-BVY di Lapangan Terbang Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua Tengah. 

"Gereja mengecam aksi kekerasan membakar pesawat dan menyandera Pilot Susi Air Philip Max Marthin," kata Ketua PGGP Pendeta Sherly Parinussa. 

PGGP Papua mengajak seluruh gereja menjaga netralitas dan terus menebarkan kasih demi mewujudkan Tanah Papua adalah tanah yang damai.

Selama ini, gereja senantiasa menjalankan misi kemanusiaan untuk menyelamatkan warga sipil yang terdampak konflik TNI-Polri dan KKB.

Pdt Sherly mengatakan, seharusnya pilot pesawat Susi Air berkebangsaan Selandia Baru mendapat jaminan keselamatan, karena telah memberikan pelayanan bagi masyarakat sipil khususnya orang asli Papua di daerah pedalaman Papua Pegunungan.

Pemerintah memiliki komitmen kuat untuk meneguhkan paradigma baru untuk terus menjaga kedamaian dan keharmonisan di Tanah Papua dengan membuat lompatan kesejahteraan untuk masyarakat Papua yang adil makmur, mandiri dan sejahtera dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Nilai toleransi keberagaman beragama di Papua dari Pekabaran Injil  pada 168 tahun silam hingga kini masih terjaga dan dipertahankan umat Kristiani di Tanah Papua, tak terkecuali di Kabupaten Biak Numfor. Nilai-nilai itu menjadi tiang penyangga yang kokoh  eksistensi kedaulatan NKRI dari Sabang hingga Merauke,  dan dari Pulau Rote ke Pulau Mianggas.

“Saudara-saudaraku Umat Kristiani di Tanah Papua, selamat memperingati Hari Pekabaran Injil Ke-168 Tahun di Tanah Papua. Kiranya peringatan ini menjadi momen reflektif bagi umat Kristiani untuk terus giat mempraktikkan nilai-nilai kasih, damai dan kebaikan, dalam bingkai Indonesia yang majemuk,” ucap Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam tayangan video saat peringatan Pekabaran Injil 5 Februari 2023.
 

Pewarta : Muhsidin
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024