Sentani (ANTARA) -
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, mengharapkan semua sekolah di daerah itu harus lebih bijak menyikapi setiap permasalahan yang dialami siswa.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Jayapura Miryam Y Soumilena di Sentani, Sabtu, mengatakan sesuai Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, sudah diatur dengan jelas mengenai hak dan kewajiban mereka.
“Hak anak tersebut adalah hak hidup, tumbuh dan berkembang, hak beribadah, berpikir dan berekspresi, hak pendidikan, hak menyatakan dan didengar pendapatnya dan dan hak perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” katanya.
Menurut Miryam, selagi anak masih ada di dalam sekolah serta sudah terdaftar pada data pokok pendidikan (Dapodik) maka siswa tersebut memiliki hak untuk memperoleh pendidikan meskipun dalam perjalanan terjadi masalah, tetapi sekolah wajib untuk melindungi.
“Sekolah harus bekerjasama dengan pemerintah (DP3A) sehingga pemenuhan hak-hak dan kewajiban yang diatur dalam undang-undang tetap terlindungi bagi anak,” ujarnya.
Miryam menjelaskan sekolah mempunyai hak penuh ketika ingin mengeluarkan siswa yang terlibat masalah tetapi, harus melakukan koordinasi terlebih dulu kepada OPD terkait dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sehingga anak ini tetap menerima haknya.
“Contohnya, siswa bermasalah itu tidak ikut sekolah tetapi mendapatkan haknya melalui Paket C (pelayanan pendidikan jenjang menengah melalui jalur nonformal) yang difasilitasi oleh sekolah bersangkutan,” katanya.
Dia menambahkan ke depan Kabupaten Jayapura memiliki rumah aman untuk menampung anak-anak yang dianggap bermasalah sehingga mereka bisa memperoleh pendidikan yang baik dan layak.
“Kita memang belum punya rumah aman, tetapi ke depan kalau dibangun, maka anak tersebut bisa di tampung dan guru-guru bisa datang dan memberikan pengajaran bagi mereka, mekanismenya seperti apa itu, nanti DP3A dan Dinas Pendidikan dan Pengajaran setempat yang membahasnya,” ujarnya.*
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Jayapura Miryam Y Soumilena di Sentani, Sabtu, mengatakan sesuai Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, sudah diatur dengan jelas mengenai hak dan kewajiban mereka.
“Hak anak tersebut adalah hak hidup, tumbuh dan berkembang, hak beribadah, berpikir dan berekspresi, hak pendidikan, hak menyatakan dan didengar pendapatnya dan dan hak perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” katanya.
Menurut Miryam, selagi anak masih ada di dalam sekolah serta sudah terdaftar pada data pokok pendidikan (Dapodik) maka siswa tersebut memiliki hak untuk memperoleh pendidikan meskipun dalam perjalanan terjadi masalah, tetapi sekolah wajib untuk melindungi.
“Sekolah harus bekerjasama dengan pemerintah (DP3A) sehingga pemenuhan hak-hak dan kewajiban yang diatur dalam undang-undang tetap terlindungi bagi anak,” ujarnya.
Miryam menjelaskan sekolah mempunyai hak penuh ketika ingin mengeluarkan siswa yang terlibat masalah tetapi, harus melakukan koordinasi terlebih dulu kepada OPD terkait dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sehingga anak ini tetap menerima haknya.
“Contohnya, siswa bermasalah itu tidak ikut sekolah tetapi mendapatkan haknya melalui Paket C (pelayanan pendidikan jenjang menengah melalui jalur nonformal) yang difasilitasi oleh sekolah bersangkutan,” katanya.
Dia menambahkan ke depan Kabupaten Jayapura memiliki rumah aman untuk menampung anak-anak yang dianggap bermasalah sehingga mereka bisa memperoleh pendidikan yang baik dan layak.
“Kita memang belum punya rumah aman, tetapi ke depan kalau dibangun, maka anak tersebut bisa di tampung dan guru-guru bisa datang dan memberikan pengajaran bagi mereka, mekanismenya seperti apa itu, nanti DP3A dan Dinas Pendidikan dan Pengajaran setempat yang membahasnya,” ujarnya.*