Jayapura (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Perwakilan Papua meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat memastikan hak pilih kelompok marginal rentan untuk dapat menyalurkan hak suara saat Pilkada 2024.
Ketua Penegakan dan Pemajuan HAM pada Komnas HAM Papua Melchior Weruin di Jayapura, Senin, mengatakan saat pemilihan umum presiden dan anggota legislatif pada Februari 2024 pihaknya memiliki beberapa catatan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan pihak penyelenggara.
"Dalam catatan itu kami fokus pada pemenuhan hal pilih kelompok marjinal rentan seperti pendataan hak pilih penyandang disabilitas di mana hampir semua KPU tidak mempunyai data pasti jumlah pemilih dengan status disabilitas," ucapnya.
Menurut Melchior, selain itu KPU juga tidak mengakomodasi secara maksimal pemenuhan hak pilih pasien dan tenaga kesehatan yang saat pemungutan suara berlangsung diduga tidak menyalurkan hak pilih.
"Catatan yang penting juga ialah hak pilih para tahanan pada jajaran Polres kurang maksimal, kemudian untuk narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan (Lapas), hanya Lapas Abepura yang memfasilitasi narapidana untuk melakukan pencoblosan sementara Lapas Doyo juga kurang maksimal," ujarnya.
Dia menjelaskan pihaknya juga menilai persiapan penyelenggaraan pemilu di Papua juga kurang maksimal terkait keterlambatan pendistribusian logistik karena dilakukan H-1 pencoblosan seperti yang dilakukan KPU Kota Jayapura saat pemilu Februari 2024.
"Dan juga kami berharap supaya tahapan sosialisasi kepada masyarakat juga harus dilakukan secara optimal oleh pihak penyelenggara pemilu," harapnya.
Dia menambahkan berdasarkan catatan tersebut dan fokus Komnas HAM ialah mendorong pilkada yang inklusif dan melibatkan kelompok marjinal rentan maka pihaknya meminta KPU memastikan kelompok marjinal rentan dapat menyalurkan hak politik.
Ketua Penegakan dan Pemajuan HAM pada Komnas HAM Papua Melchior Weruin di Jayapura, Senin, mengatakan saat pemilihan umum presiden dan anggota legislatif pada Februari 2024 pihaknya memiliki beberapa catatan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan pihak penyelenggara.
"Dalam catatan itu kami fokus pada pemenuhan hal pilih kelompok marjinal rentan seperti pendataan hak pilih penyandang disabilitas di mana hampir semua KPU tidak mempunyai data pasti jumlah pemilih dengan status disabilitas," ucapnya.
Menurut Melchior, selain itu KPU juga tidak mengakomodasi secara maksimal pemenuhan hak pilih pasien dan tenaga kesehatan yang saat pemungutan suara berlangsung diduga tidak menyalurkan hak pilih.
"Catatan yang penting juga ialah hak pilih para tahanan pada jajaran Polres kurang maksimal, kemudian untuk narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan (Lapas), hanya Lapas Abepura yang memfasilitasi narapidana untuk melakukan pencoblosan sementara Lapas Doyo juga kurang maksimal," ujarnya.
Dia menjelaskan pihaknya juga menilai persiapan penyelenggaraan pemilu di Papua juga kurang maksimal terkait keterlambatan pendistribusian logistik karena dilakukan H-1 pencoblosan seperti yang dilakukan KPU Kota Jayapura saat pemilu Februari 2024.
"Dan juga kami berharap supaya tahapan sosialisasi kepada masyarakat juga harus dilakukan secara optimal oleh pihak penyelenggara pemilu," harapnya.
Dia menambahkan berdasarkan catatan tersebut dan fokus Komnas HAM ialah mendorong pilkada yang inklusif dan melibatkan kelompok marjinal rentan maka pihaknya meminta KPU memastikan kelompok marjinal rentan dapat menyalurkan hak politik.