Jayapura (ANTARA) - Wabah virus corona menyebabkan seluruh aktivitas di tanah air dihentikan sementara termasuk sekolah diliburkan dan anak belajar di rumah sejak Maret 2020.
Semangat anak Papua belajar disarankan pihak sekolah untuk tetap mengikuti proses belajar mengajar melalui internet daring.
Cukup dengan mengikuti panduan aplikasi yang disediakan pihak sekolah, siswa bisa bertatap muka dan mengikuti pelajaran lewat layar kaca hendphone.
Saran itu diikuti anak-anak sekolah yang tinggal di wilayah kota. Lantaran, sebagian besar mengantongi hendphone android. Tetapi anak-anak di kampung tak semua mendapat hendphone. Seperti anak-anak di Kampung Yoboi, Distrik Sentani Kota, Kabupaten Jayapura, Papua.
Yoboi adalah salah satu kampung ditepi Danau Sentani. Kampung ini dijangkau dengan menggunakan speedboat dari Dermaga Yahim menyebrangi danau Sentani sekitar 15 menit perjalanan. Satu penumpang dikenakan tarif Rp5.000/orang.
Dimasa pandemi COVID-19 anak-anak Yoboi berkumpul dan belajar di rumah baca Onomi Niphi, dengan tetap mengikuti protokol kesehatan, yaitu mencuci tangan, menggunakan masker, duduk berjarak lalu diajar untuk membaca.
Rumah baca Onomi Niphi dibuka oleh Hanni Felle, ibu rumah tangga di Kampung Yoboi, setelah menempuh perjuangan panjang. Awalnya, Hanni memulai dengan kelompok belajar anak (KBA) sejak 2012.
Tahun itu, Wahana Visi Indonesia (WVI) mendampingi ibu-ibu di Yoboi dalam sebuah pelatihan. Berbekal pelatihan itu, ia mulai terinspirasi untuk berbuat sesuatu di kampung.
Niat membuka tempat baca karena kadang anak di kampung itu pulang sekolah, ia bermain dan mandi di danau. Dengan rumah baca sebagian waktu bermain anak bisa dimanfaatkan untuk membaca. Dengan begitu, ketika sampai di sekolah tingkat SMP dan SMA, tidak lagi kaget dengan perkembangan kota.
Bagi ibu dua anak ini, teori yang didapat harus dipraktekan. Hanni memulai aktivitas di kelompok belajar anak dengan mengolah daun sagu, buah sagu, gabah, menjadi media belajar bagi anak. Botol-botol sampah juga didauar ulang menjadi mainan untuk anak-anak.
Seiring berjalannya, waktu, sang suami, Hanni berpikir untuk mengembangkan KBA. Ia ingin anak-anak Yoboi bisa membaca lalu menuangkannya dalam bentuk tulisan. Keinginan membuat setelah Hanni berjualan di pasar, sebagian uang yang didapat, dipakai untuk membelanjakan buku tulis dan pensil.
Buku tulis dan pensil yang dibeli diberikan kepada murid sekolah dasar untuk menulis apa saja yang baru didapat dari sekolah. Setelah anak-anak menulis, buku dikembalikan, tidak dibawa. Kala itu, perhatian difokuskan pada anak usia lima sampai sebelas tahun. Perempuan lulusan SD Komba ini berusaha agar membaca dan menulis menjadi kegiatan ekstrakurikuler setelah anak pulang sekolah.
Rumah baca
Pada 2018, perempuan kelahiran 7 April itu merintis Rumah Baca Onomi Niphi, Kampung Yoboi. Ruang tamu rumahnya, dijadikan sebagai perpustakaan untuk menaruh berbagai buku.Meski rumahnya menjadi perpustakaan, tapi sama sekali tidak mengganggu aktivitas keluarga.
Meskipun, WVI berupaya membantu memfasilitasi kebutuhan yang dirincikan lalu diajukan, bahkan mencari donatur. Salah satunya, mengantar pegawai dari Bank Indonesia (BI) sampai ke rumah baca lalu menyumbang wireles, satu laptop, satu printer serta buku bacaan bernuansa nusantara sekitar 200 buku bacaan untuk anak seusia PAUD hingga mahasiswa. Bank juga menyumbang enam kontainer plastik.
Bantuan lain, dari Balai Bahasa Papua membantu memberikan 50 koleksi buku bacaan, rumah dunia membantu 15 koleksi buku bacaan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Jayapura membantu sekitar 300 lebih buku bacaan.
Salah satu rekan Hanni di Nusa Tenggara Timur (NTT) membantu 50 buku bacaan, Rumah Dunia di Bantaeng membantu 15 buku bacaan. Bantuan buku juga datang dari Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua membantu buku cerita anak negeri Wamena, kemudian dari Pemuda GKI Siloam Waena, dan sekolah menulis Papua.
Jenis-jenis buku yang ada dalam rumah baca itu beragam, ada buku tentang cerita nusantara, buku bacaan untuk kalangan murid sekolah dasar (SD), Sekolah menengah (SMA), ada buku untuk kalangan mahasiswa. Ada sekitar 700 lebih buku bacaan yang kini ada di rumah baca Yoboi.
Waktu baca
Anak-anak tak bisa dipaksa untuk membaca. Jika anak itu datang ke rumah baca maka dipersilahkan untuk belajar membaca, mereka datang sendiri untuk membaca. Jika belum selesai maka dia menandai buku yang dibaca, kemudian pergi bermain sampai waktu dimana mengingat buku itu, ia akan kembali melanjutkan membaca.
"Saya tidak bisa cari anak, hei kamu datang untuk baca, saya melihat minat anak besar untuk datang baca. Saya tidak cari anak itu dari rumah ke rumah," katanya.
Cara memikat anak untuk selalu datang membaca yaitu menjaga hatinya, membiarkannya datang bermain di rumah baca serta berbuat apa saja, membuat anak merasa nyaman, merasa tempat itu bagus, akhirnya mau belajar membaca. Sebenarnya, bukan mengambil peran sekolah tetapi hanya membantu.
Anak bebas, tapi ada waktu khusus yang sudah ditentukan untuk belajar membaca. Khusus untuk anak berusia SD dalam seminggu dua kali yakni Rabu dan Jumat sejak pukul 14.00 WIT sampai pukul 16.00 WIT. Jumat, waktu belajar untuk murid SD kelas empat, lima dan enam. Sedangkan Rabu, waktu belajar untuk murid SD kelas satu, dua dan tiga.
Ada kurikulum yang disusun oleh WVI, melalui kurikulum itu, ada disiplin waktu, cara membaca cerita, bagaimana anak diajar supaya bisa membaca, buat jurnal. Semuanya menggunakan waktu, misalnya absen 15 menit, cerita 20 menit.
Modal kartun bekas digunakan sebagai media belajar anak. Waktu anak datang relawan yang bekerja sebagai fasilitator memegang karton itu lalu menunjuk agenda yang harus diikuti. Jadwal yang ditulis di kartun digantung ketika anak tiba.
Cerita yang hendak dibaca oleh anak juga ditulis di kartun. Dengan begitu bisa mengetahui karakter membaca dari anak tersebut. Rumah baca fokus untuk mengajarkan anak kelas satu sampai kelas tiga SD. Tetapi kelas empat sampai enam SD juga datang untuk meminta diajar membaca.
Jadi, waktu belajarnya dipisahkan, kelas satu, kelas dua, kemudian kelas tiga dan kelas empat lima enam SD.Dari partisipasi anak untuk membaca, karakter anak itu diketahui melalui jurnal, dan tulisan yang dituangkan.
Kebanyakan anak susah untuk membaca, susah menyebut huruf, tidak bisa membaca, kasus itu didapat di rumah baca. Murid SD di kelas enam juga sebagian tak bisa membaca. Meski ada jadwal, tetapi diberi kebebasan datang kapan saja untuk membaca.
Ketika anak yang datang mengambil buku lalu baca, selalu didampingi dalam hal mengarahkan cara memegang buku, bagaimana mereka membuka buku. Hanni selalu mendampingi, tak bisa membiarkan. Relawan yang bersedia sebagai fasilitator juga mendampingi. Kini anak yang sementara belajar membaca di rumah baca sekitar 80 orang.
Fasilitator bekerja secara sukarela, tanpa gaji. Mereka adalah sebagai fasilitator di antaranya Yudit Sokoy, Erna Yati Felle, Ones Tokoro, Riky Wally, David Done dan Hanni Felle fasilitator selaku penanggung jawab.
Perempuan lulusan SMA Asisi Sentani, terus berupaya mempromosikan kegiatan di rumah baca itu melalui media sosial seperti facebook, twitter dan instagram. Dari situlah, banyak orang mulai tahu, sebagian memilih bermitra.
Untuk pemuda tetapi masyarakat secara umum diajak menudukung rumah baca tersebut. Sebab rumah itu menghasilkan orang pintar, bisa melahirkan generasi muda yang cerdas dan mencintai buku, kata Sekretaris GKI PAM GKI Siloam Waena. Gereja ikut membantu menyuplai buku ke rumah baca tersebut.
Kepala Kampung Yoboi, Zefanya Wally mengapresiasi kehadiran rumah baca di wilayah pemerintahannya karena sangat membantu anak. Rumah baca ini sangat penting, lantaran banyak tak bisa membaca sampai pada jenjang pendidikan di tingkat SMP. Untuk, kasus ini perlu dihentikan ditingkat kampung.
Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw mengapresiasi inisiatif warga masyarakat yang turut mendukung sejumlah program pemerintah yang sedang berjalan.
Salah satunya adalah rumah baca di kampung Yoboi. Dari rumah baca ini, puluhan anak dididik untuk bisa membaca dan menulis.