Jayapura (Antara Papua) - Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP) mendorong pemerintah provinsi membentuk balai pelatihan bisnis atau `bussines development center` sebagai wadah pembinaan berkala dan berkesinambungan bagi anak pribumi yang menekuni dunia usaha.

"Yang kami mau dorong yakni perlu dibangun atau dibentuk "bussines development center" untuk pribumi Papua yang akan terjun ke dunia usaha, ini yang telah kami usulkan kepada Gubernur Papua Bapak Lukas Enembe," kata Bendahara Umum KAPP Merry Costavina Yoweni, di Kota Jayapura, Rabu.

Menurut dia, dengan terbentuknya Balai Pelatihan Bisnis, maka anak-anak pribumi Papua yang akan terjun ke dunia usaha bisa mendapatkan pembekalan, pelatihan dan pendampingan secara berkala sehingga bisa bersaing dengan pengusaha asal daerah lainnya.

"Mau bicara kualitas orang Papua yang dalam tanda kutip tak mampu itu, apakah pernah pemerintah melakukan pembinaan secara berkala dan berkesinambungan untuk menjadi pengusaha yang mandiri? Kan belum optimal," katanya.

Anak asli atau pribumi Papua, kata Yoweni, memerlukan metode khusus untuk dibina dan didorong agar menjadi pengusaha yang mandiri dan terampil dengan keahlian khusus, sehingga pembentukan balai pelatihan bisnis sudah sangat diperlukan.

"Dalam balai pelatihan bisnis, itu kita harus melibatkan para ahli untuk mengetahui anak asli Papua punya kelakuan seperti apa, karakter, sifat, sikap, cara pandang, dan bertindak, karena setiap orang pasti itu beda-beda," ujarnya.

Ia mencontohkan, seorang pribumi Papua yang memiliki usaha, namun juga memiliki tabiat suka mengkonsumsi minuman keras.

"Ini kan bisa diubah, dikarantina, berikan pemahaman dan pelatihan, setelah siap, kemudian diterjunkan ke bidang yang sesuai dengan bakatnya dan didukung modal usaha," katanya.

Untuk itu, tambah Yoweni, nantinya balai pelatihan bisnis itu berkolaborasi dengan Balai Latihan Kerja (BLK) Papua, akademisi dari berbagai kampus terkemuka seperi UGM, ITB dan Uncen serta LSM terkait, untuk mengkaji, meneliti dan menyediakan tenaga pengajar guna membangkitkan jiwa usaha orang asli Papua.

"Mungkin harus berkolaborasi dengan BLK Papus, kampus ternama dan LSM. Kalau KAPP itu, hanya bicara pengusahanya tapi yang bekerja dalam balai pelatihan itu adalah para pakar, karena mereka kasih training segala macam, mulai manajemen keuangan, pengelolaanya, juga pihak perbankan kita undang untuk kasih pelatihan, begitu," katanya.

"Itu semua harus terpadu menjadi satu, kita butuh balai pelatihan bisnis yang saya maksudkan, karena kita punya keinginan untuk usaha, tetapi tidak ada pembinaan yang nyata dari pemerintah," ujarnya.

Selain itu, hal lain yang perlu didukung dan diperhatikan oleh pemerintah daerah yaitu modal usaha.

Misalnya, jika anak asli Papua ingin menjalankan usahanya tetapi tidak punya dana yang memadai, tapi mungkin ada lembaga atau bank yang ditunjuk untuk memberikan pinjaman dengan berbagai kemudahan tanpa ada persyaratan yang memberatkan di kemudian hari.

Apalagi mengacu pada Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi Papua No 18 Tahun 2008 tentang perekonomian berbasis kerakyatan, yang salah satu poinnya menyebutkan ada dana 3,5 persen dari dana Otsus Papua yang telah disiapkan sejak 2009, meskipun sampai kini belum ada kejelasannya.

"Nah, ini juga bisa dimanfaatkan, sudah ada Perdasus tetapi belum ada Pergub, ini perlu didorong. Jika mau dibandingkan dengan kegiatan keagamaan yang belum ada cantolan hukumnya, tetapi sudah mendapatkan dana bantuan pemerintah lewat dana Otsus. Inikan jadi pertanyaan, seharusnya, ini diupayakan agar ada yang namanya pemberdayaan dan keberpihakkan kepada pengusaha asli Papua," kata perempuan yang menekuni usaha tambang itu.

Lebih lanjut Yoweni menyampaikan bahwa dana sebanyak 3,5 persen untuk ekonomi berbasis kerakyatan itu, tidak perlu diberikan kepada KAPP, tetapi kepada lembaga atau bank yang ditunjuk untuk mengelola.

Hanya saja, digunakan untuk pengembangan usaha pengusaha asli Papua, melalui pengajuan pinjaman yang tentunya perlu dilakukan pengecekan dilapangan, apa benar usahanya memang ada atau tidak.

"Kalau itu bisa dipinjamkan modal kenapa tak diberi. Saya punya pengalaman yang kurang enak, ajukan kredit di salah satu bank ternama di Papua, tetapi ditolak dengan alasan tidak penuhi kriteria, padahal usaha saya dalam sebulan bisa menghasilkan keuntungan ratusan juta. Nah, disini juga kita perlu lembaga penjamin kredit khusus orang Papua agar pengalaman saya ini tidak dialami orang lain," ujarnya. (*)

Pewarta : Pewarta: Alfian Rumagit
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024