Jayapura (Antara Papua) - Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN) Provinsi Papua mengemukakan, batas maritim dibutuhkan masyarakat untuk memperoleh kepastian hukum terkait dengan berbagai kegiatan kelautan, seperti penegakan kedaulatan dan hukum di laut.

Kepala BPLKN Provinsi Papua Suzana Wanggai di Jayapura, Kamis, mengatakan jika belum ada kesepakatan batas laut Indonesia dengan negara tetangga, dapat menimbulkan permasalahan saling klaim wilayah pengelolaan.

"Khususnya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Papua di era kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Lukas Enembe-Klemen Tinal telah melakukan penjajakan kerja sama dengan negara-negara di kawasan Pasifik," katanya.

Mulai 2015, pihaknya membuka kerja sama dengan negara-negara di Pasifik atau negara-negara Melanesia dan Mikronesia (Republik Palau). Kerja sama itu karena adanya hubungan budaya di antara kedua pihak.

"Sampai kini Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dengan Republik Palau belum ada kesepakatan menyangkut masalah batas negara," ujarnya.

Dia menuturkan Pemprov Papua akan melakukan kunjungan ke Republik Palau dalam rangka mengadakan kerja sama.

"Kami berharap kepada pemerintah pusat untuk tidak melupakan masalah batas laut antara Indonesia dengan negara tetangga, khususnya yang ada di wilayah Papua," katanya.

Selama ini, katanya, pemerintah hanya fokus membicarakan masalah batas RI-PNG, padahal banyak nelayan Papua --Indonesia dipenjara karena melewati batas laut, seperti yang terjadi di Republik Palau.

"Bahkan banyak orang Papua juga ada di sana, karena marga mereka sama dengan orang Papua yang ada di Biak dan Raja Ampat, untuk itu diminta agar pemerintah pusat secepatnya menetapkan batas-batas maritim secara lengkap," ujarnya. (*)

Pewarta : Pewarta: Hendrina Dian Kandipi
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024