Timika (Antara Papua) - Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang bersama sejumlah anggota DPRD setempat melakukan inspeksi mendadak ke kawasan pengendapan tailing Freeport di Tanggul Barat yang menjadi lokasi ditemukannya jutaan ikan yang mati, Jumat.

Dalam kegiatan sidak tersebut, tim Pemkab Mimika dan Departemen Lingkungan Hidup PT Freeport mengambil sejumlah sampel ikan yang mati untuk selanjutnya diteliti di laboratorium.

Yohanis Bassang mengatakan dugaan sementara kematian massal ikan tersebut karena bermigrasi dari laut dalam ke perairan dangkal.

"Kami masih menunggu hasil uji laboratoriumnya seperti apa. Sampel ikan dan air sungai dari lokasi itu sudah diambil untuk diteliti," kata Bassang.

Ia meminta masyarakat Mimika untuk bersabar menunggu hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel ikan-ikan yang mati tersebut.

Bassang juga meminta Freeport jangan menutup-nutupi soal berbagai kandungan kimiawi pasir sisa tambang alias tailing yang bisa membahayakan kesehatan masyarakat setempat.

"Kalau memang ikan-ikan ini mati akibat limbah Freeport, perusahaan harus terbuka kepada masyarakat, jangan tutup-tutupi," tegas Bassang.

DPRD Mimika meminta keterlibatan pihak independen untuk meneliti sampel ikan-ikan yang mati di sungai-sungai ujung tanggul barat hingga kawasan Cargo Dok Pelabuhan Amamapare.

"Selain diteliti di laboratorium Freeport dan Badan Lingkungan Hidup Pemkab Mimika, sampel ikan ini juga harus diteliti oleh pihak independen, agar ada bahan pembandingnya," ujar Ketua Komisi A DPRD Mimika Saleh Alhamid.

Politisi dari Partai Hanura itu mendesak keterlibatan pihak independen untuk meneliti sampel ikan-ikan yang mati tersebut lantaran warga Mimika, terutama warga Suku Kamoro yang hidup di wilayah pesisir mengandalkan mata pencaharian mereka dari usaha menangkap ikan di sungai-sungai dan perairan sekitar Mimika.

Anggota DPRD Mimika dari Partai Demokrat Robertus Waraopea menyayangkan sikap masa bodoh pihak perusahaan yang dinilai terlambat menangani peristiwa tersebut.

"Kasus ini sudah terjadi satu pekan, baru sekarang diekspose oleh media massa setelah ada laporan dari masyarakat. Terkesan ada proses pembiaran oleh pihak perusahaan," kritik Robertus yang hingga kini masih menjabat Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) itu.

Robertus mengingatkan warga Suku Kamoro untuk tidak melakukan tindakan main hakim sendiri terkait temuan jutaan ikan yang mati di sungai-sungai ujung tanggul barat hingga kawasan Cargo Dok Pelabuhan Amamapare, Distrik Mimika Timur Jauh.

Sebelumnya, Wakil Ketua I Lemasko Georgorius Okoare menuntut PT Freeport bertanggung jawab atas kematian massal berbagai jenis ikan dan biota sungai lainnya di sungai-sungai sepanjang ujung tanggul barat hingga Cargo Dok Pelabuhan Amamapare, Kabupaten Mimika.

Kematian jutaan ekor ikan itu, katanya, menimbulkan polusi udara yang sangat besar dirasakan dampaknya oleh masyarakat Suku Kamoro yang bermukim di Pulau Karaka dan ujung tanggul barat.

"Kami merasa bahwa Freeport sedang berupaya membunuh masyarakat Suku Kamoro yang ada di sekitar area konsesinya. Ini ada apa? Masa` di sungai-sungai lain di wilayah barat dan timur Mimika tidak ada ikan-ikan yang mengapung dan mati, tapi hanya terjadi di sungai-sungai ujung area pengendapan tailing Freeport," kata Georgorius.

Lemasko menduga kematian jutaan ekor ikan ini akibat limbah beracun.

"Mungkin mereka membuang mercuri ke sungai. Kami secara tegas menolak opini yang menyatakan bahwa ini ada kaitannya dengan perubahan iklim dan kehabisan plankton. Pertanyaannya, mengapa di sungai-sungai lain tidak ada kejadian seperti ini," tutur Georgorius.

Dari pantauan Lemasko, kematian massal ikan tersebut terjadi selama kurun waktu satu pekan terakhir. Lokasi terparah, katanya, terdapat di Sungai Yamaima hingga kawasan Cargo Dok Pelabuhan Amamapare, Distrik Mimika Timur Jauh.

Terhadap kejadian tersebut, Lemasko menuntut Departemen Lingkungan Hidup PT Freeport untuk segera membersihkan sampah-sampah ikan yang berserakan di sepanjang sungai-sungai di ujung tanggul pengendapan tailing.

Lemasko juga mendesak Badan Lingkungan Hidup Pemkab Mimika turun meninjau kasus tersebut.

"Freeport tidak bisa cuci tangan terhadap kejadian ini. Dia harus bertanggung jawab. Kami minta Freeport untuk mengundang lembaga adat guna mengklarifikasi masalah ini. Kami tidak mau masyarakat Kamoro terus menjadi korban dari segala macam aktivitas Freeport," tuntut Georgorius.

Lemasko memberi batas waktu kepada Freeport untuk menuntaskan masalah tersebut dalam pekan ini. (*)

Pewarta : Pewarta: Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024