Timika (Antara Papua) - Tokoh masyarakat Mimika, Papua, Athanasius Allo Rafra mendesak pemerintah daerah setempat untuk segera melakukan terobosan besar untuk perbaikan kondisi pendidikan anak-anak asli Papua dari Suku Amungme dan Kamoro yang tinggal di pedalaman Mimika.
"Saya menerima laporan bahwa ada begitu banyak sekolah di pedalaman dan pesisir yang hampir tidak berjalan aktivitas belajar-mengajar selama bertahun-tahun," kata Allo Rafra di Timika, Rabu.
Dia menyebutkan ada dua SD di Kampung Aroanop Distrik Tembagapura yang sama sekali tidak ada aktivitas. Begitu pula di Jila, Hoeya, Alama, Geselema, Amungun dan sekolah di Distrik Mimika Barat Jauh.
Tokoh masyarakat yang juga mantan Penjabat Bupati Mimika periode 2007-2008 itu mendesak Bupati Mimika Eltinus Omaleng agar segera menata kembali sistem pendidikan di wilayah pedalaman dan pesisir Mimika yang sebagian besar tidak berjalan maksimal.
"Bayangkan saja kalau di Aroanop yang merupakan kampung asalnya Bupati Eltinus Omaleng saja pendidikan tidak berjalan baik lalu bagaimana mau mengharapkan kondisi pendidikan di kampung-kampung lain jauh lebih baik. Kita harus menata kembali pendidikan di pedalaman dan pesisir karena anak-anak asli Suku Amungme dan Kamoro tinggal di kampung-kampung, bukan di kota," tuturnya.
Menurut dia, upaya menata kembali sistem pendidikan di pedalaman dan pesisir Mimika tidak begitu sulit jika ada kemauan politik yang kuat dari pemerintahan Bupati Eltinus Omaleng dan Wakilnya Yohanis Bassang.
"Apanya yang sulit, kita punya anggaran yang sangat besar. Sekitar 70 tahun lalu orang tua kami datang bertugas sebagai guru di Papua dalam kondisi serba kesulitan, tapi mereka tidak pernah tinggalkan tempat tugas. Mengapa sekarang dengan fasilitas yang memadai, tapi masih banyak guru-guru yang tidak ada di tempat tugas," tanya Allo Rafra yang juga pernah menjadi anggota DPRD Mimika periode 2009-2014 itu.
Ia mengatakan, ukuran keberhasilan pendidikan di Mimika bukan dilihat dari berapa banyak anak-anak non Papua yang tinggal di Kota Timika menyelesaikan pendidikan tingkat SD, SMP, SMA/SMK hingga masuk Perguruan Tinggi.
"Ukurannya bukan di situ, tapi berapa banyak anak-anak Amungme dan Kamoro yang masuk SD, SMP, SMA/SMK dan melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Saya tidak yakin anak-anak sekolah yang sekarang mengikuti ujian nasional di sekolah-sekolah pedalaman mampu mengerjakan soal-soal UN. Bagaimana mungkin mereka lulus 100 persen sementara mereka tidak pernah sekolah. Ataukan soal ujian mereka dikerjakan oleh guru-guru. Ini masalah yang sangat memprihatinkan," ujarnya.
Kepala dinas ke Jakarta
Dalam kesempatan itu, Allo Rafra mengeritik kinerja Kepala Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Jenni Usmani yang berangkat tugas ke Jakarta sejak Minggu (8/5) di saat ribuan pelajar SMP di wilayah itu sedang mengikuti UN.
"Kelihatannya dia tidak serius untuk menangani masalah pendidikan di daerah ini. Bagaimana mungkin anak-anak sedang mengikuti UN, tapi kepala dinasnya malah jalan-jalan ke Jakarta. Apakah jalan-jalan ke Jakarta itu jauh lebih penting daripada mengurus nasib ribuan anak-anak sekolah. Seharusnya dia lebih fokus membenahi masalah pendidikan di pedalaman dan pesisir Mimika yang sudah amburadul," kata Allo Rafra.
Allo Rafra mengaku menerima banyak laporan dari guru-guru menyangkut berbagai persoalan selama kegiatan UN tingkat SMP di Mimika yang sedang dilangsungkan pekan ini.
Beberapa sekolah yang mengalami masalah selama pelaksanaan UN tingkat SMP seperti di SMP Negeri 7 Timika.
Pelaksana Tugas Kepsek SMP Negeri 7 Timika Bastiana Kareth mengatakan selama dua hari penyelenggaraan UN, sekolah mereka menyelenggarakan UN molor dari jadwal. Pada hari pertama (Senin), pengawas membawa naskah soal pelajaran matematika, padahal sedianya peserta harus mengerjakan soal pelajaran bahasa Indonesia.
Selanjutnya pada hari ke dua (Selasa), pengawas hanya membawa empat amplop soal UN dari sembilan amplop yang seharusnya tersedia untuk dibagikan ke 165 peserta.
Setelah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Mimika, panitia UN tingkat kabupaten membawa naskah soal bahasa Inggris ke sekolah itu. Padahal seharusnya peserta mengerjakan soal mata pelajaran matematika.
Peserta UN SMP Negeri 7 Timika akhirnya baru mengikuti UN hari kedua mulai pukul 09.40 WIT hingga pukul 11.40 WIT setelah naskah soal mata pelajaran matematika diantar ke sekolah itu oleh petugas Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Mimika. (*)
"Saya menerima laporan bahwa ada begitu banyak sekolah di pedalaman dan pesisir yang hampir tidak berjalan aktivitas belajar-mengajar selama bertahun-tahun," kata Allo Rafra di Timika, Rabu.
Dia menyebutkan ada dua SD di Kampung Aroanop Distrik Tembagapura yang sama sekali tidak ada aktivitas. Begitu pula di Jila, Hoeya, Alama, Geselema, Amungun dan sekolah di Distrik Mimika Barat Jauh.
Tokoh masyarakat yang juga mantan Penjabat Bupati Mimika periode 2007-2008 itu mendesak Bupati Mimika Eltinus Omaleng agar segera menata kembali sistem pendidikan di wilayah pedalaman dan pesisir Mimika yang sebagian besar tidak berjalan maksimal.
"Bayangkan saja kalau di Aroanop yang merupakan kampung asalnya Bupati Eltinus Omaleng saja pendidikan tidak berjalan baik lalu bagaimana mau mengharapkan kondisi pendidikan di kampung-kampung lain jauh lebih baik. Kita harus menata kembali pendidikan di pedalaman dan pesisir karena anak-anak asli Suku Amungme dan Kamoro tinggal di kampung-kampung, bukan di kota," tuturnya.
Menurut dia, upaya menata kembali sistem pendidikan di pedalaman dan pesisir Mimika tidak begitu sulit jika ada kemauan politik yang kuat dari pemerintahan Bupati Eltinus Omaleng dan Wakilnya Yohanis Bassang.
"Apanya yang sulit, kita punya anggaran yang sangat besar. Sekitar 70 tahun lalu orang tua kami datang bertugas sebagai guru di Papua dalam kondisi serba kesulitan, tapi mereka tidak pernah tinggalkan tempat tugas. Mengapa sekarang dengan fasilitas yang memadai, tapi masih banyak guru-guru yang tidak ada di tempat tugas," tanya Allo Rafra yang juga pernah menjadi anggota DPRD Mimika periode 2009-2014 itu.
Ia mengatakan, ukuran keberhasilan pendidikan di Mimika bukan dilihat dari berapa banyak anak-anak non Papua yang tinggal di Kota Timika menyelesaikan pendidikan tingkat SD, SMP, SMA/SMK hingga masuk Perguruan Tinggi.
"Ukurannya bukan di situ, tapi berapa banyak anak-anak Amungme dan Kamoro yang masuk SD, SMP, SMA/SMK dan melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Saya tidak yakin anak-anak sekolah yang sekarang mengikuti ujian nasional di sekolah-sekolah pedalaman mampu mengerjakan soal-soal UN. Bagaimana mungkin mereka lulus 100 persen sementara mereka tidak pernah sekolah. Ataukan soal ujian mereka dikerjakan oleh guru-guru. Ini masalah yang sangat memprihatinkan," ujarnya.
Kepala dinas ke Jakarta
Dalam kesempatan itu, Allo Rafra mengeritik kinerja Kepala Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Jenni Usmani yang berangkat tugas ke Jakarta sejak Minggu (8/5) di saat ribuan pelajar SMP di wilayah itu sedang mengikuti UN.
"Kelihatannya dia tidak serius untuk menangani masalah pendidikan di daerah ini. Bagaimana mungkin anak-anak sedang mengikuti UN, tapi kepala dinasnya malah jalan-jalan ke Jakarta. Apakah jalan-jalan ke Jakarta itu jauh lebih penting daripada mengurus nasib ribuan anak-anak sekolah. Seharusnya dia lebih fokus membenahi masalah pendidikan di pedalaman dan pesisir Mimika yang sudah amburadul," kata Allo Rafra.
Allo Rafra mengaku menerima banyak laporan dari guru-guru menyangkut berbagai persoalan selama kegiatan UN tingkat SMP di Mimika yang sedang dilangsungkan pekan ini.
Beberapa sekolah yang mengalami masalah selama pelaksanaan UN tingkat SMP seperti di SMP Negeri 7 Timika.
Pelaksana Tugas Kepsek SMP Negeri 7 Timika Bastiana Kareth mengatakan selama dua hari penyelenggaraan UN, sekolah mereka menyelenggarakan UN molor dari jadwal. Pada hari pertama (Senin), pengawas membawa naskah soal pelajaran matematika, padahal sedianya peserta harus mengerjakan soal pelajaran bahasa Indonesia.
Selanjutnya pada hari ke dua (Selasa), pengawas hanya membawa empat amplop soal UN dari sembilan amplop yang seharusnya tersedia untuk dibagikan ke 165 peserta.
Setelah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Mimika, panitia UN tingkat kabupaten membawa naskah soal bahasa Inggris ke sekolah itu. Padahal seharusnya peserta mengerjakan soal mata pelajaran matematika.
Peserta UN SMP Negeri 7 Timika akhirnya baru mengikuti UN hari kedua mulai pukul 09.40 WIT hingga pukul 11.40 WIT setelah naskah soal mata pelajaran matematika diantar ke sekolah itu oleh petugas Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Mimika. (*)