Timika (Antara Papua) - Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) akan menghentikan pemberian bantuan (biaya sewa) sarana transportasi helikopter untuk guru-guru yang bertugas di sejumlah sekolah di pedalaman Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Kepala Biro Pendidikan LPMAK Titus Kemong di Timika, Rabu, mengatakan penghentian bantuan sarana helikopter tersebut lantaran hampir seluruh guru yang bertugas di sekolah-sekolah pedalaman Mimika ternyata tidak pernah melaksanakan tugas dan kewajibannya.
"Saya tegaskan, LPMAK tidak akan mengakomodasi lagi permintaan bantuan helikopter untuk mengangkut guru ke sekolah-sekolah pedalaman seperti di daerah Aroanop, Tsinga, Hoeya dan lainnya. Saya sudah cek ke lapangan, ternyata guru-guru itu tidak ada di tempat tugas mereka. Sebagai putra daerah Suku Amungme, saya sangat kecewa melihat kelakuan guru-guru di pedalaman Mimika," kata Titus.
Titus menerangkan bahwa selama ini Biro Pendidikan LPMAK memberikan bantuan sarana transportasi helikopter khusus kepada guru-guru yang bertugas di wilayah pedalaman (pegunungan Mimika).
Pemberian bantuan tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa lokasi dimana sekolah-sekolah tersebut berada hanya bisa dijangkau dengan sarana transportasi helikopter.
Belum lama ini, Biro Pendidikan LPMAK melakukan monitoring ke sejumlah sekolah di wilayah Distrik Tembagapura. Lokasi yang didatangi yaitu Kampung Aroanop dan Tsinga.
"Saya jalan kaki dari Kampung Jagamin sampai di Aroanop. Gedung SD Inpres Aroanop yang megah dibangun LPMAK beberapa tahun lalu kini kondisinya memprihatinkan. Kaca-kaca pecah, meja dan kursi berantakan, sebagian fasilitas sudah rusak. Anak-anak usia sekolah di Aroanop tidak pernah sekolah karena guru tidak pernah ada di tempat tugas. Halaman sekolah juga sudah ditumbuhi rerumputan tinggi karena tidak pernah ada aktivitas di sekolah itu," tutur Titus.
Adapun di SD Inpres Tsinga, aktivitas belajar-mengajar masih berjalan, meskipun belum maksimal.
"Kalau di SDI Tsinga kegiatan belajar-mengajar tetap jalan karena ada guru kontrak dari Dinas Pendidikan Provinsi Papua. Sedangkan guru PNS hampir tidak ada yang melaksanakan tugas. Padahal sebagian besar dari mereka merupakan putra daerah Papua dari tujuh suku. Tapi kelakuan mereka sama dengan guru-guru non Papua," ujar Titus dengan nada kritis.
Ia meminta Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Mimika mengambil sikap tegas kepada guru-guru PNS yang mangkir melaksanakan tugasnya.
"Kewenangan untuk memberikan sanksi dan lain-lain ada pada pemerintah daerah melalui dinas terkait. Bagaimana kita mau cerdaskan anak-anak Mimika kalau kelakuan guru-guru seperti itu. Ironisnya, meskipun anak-anak tidak pernah mengkuti proses belajar-mengajar, tapi pada akhirnya mereka lulus semua dan menerima ijazah. Ini aneh," tutur Titus.
Melihat kondisi pendidikan di pedalaman Mimika yang memprihatinkan itu, Biro Pendidikan LPMAK cukup berhati-hati dalam mengambil kebijakan mengirim pelajar dan mahasiswa asli Papua dari kalangan tujuh suku untuk melanjutkan pendidikan ke berbagai kota studi di Pulau Jawa, Sulawesi dan lainnya.
"Kalau kualitas anak-anak Mimika seperti ini, lembaga malu untuk kirim mereka studi di Pulau Jawa, Manado dan tempat-tempat lain. Bagaimana mungkin kami mengirim peserta beasiswa ke tempat lain kalau mereka saja belum bisa membaca, menulis dan menghitung," kata Titus. (*)
Kepala Biro Pendidikan LPMAK Titus Kemong di Timika, Rabu, mengatakan penghentian bantuan sarana helikopter tersebut lantaran hampir seluruh guru yang bertugas di sekolah-sekolah pedalaman Mimika ternyata tidak pernah melaksanakan tugas dan kewajibannya.
"Saya tegaskan, LPMAK tidak akan mengakomodasi lagi permintaan bantuan helikopter untuk mengangkut guru ke sekolah-sekolah pedalaman seperti di daerah Aroanop, Tsinga, Hoeya dan lainnya. Saya sudah cek ke lapangan, ternyata guru-guru itu tidak ada di tempat tugas mereka. Sebagai putra daerah Suku Amungme, saya sangat kecewa melihat kelakuan guru-guru di pedalaman Mimika," kata Titus.
Titus menerangkan bahwa selama ini Biro Pendidikan LPMAK memberikan bantuan sarana transportasi helikopter khusus kepada guru-guru yang bertugas di wilayah pedalaman (pegunungan Mimika).
Pemberian bantuan tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa lokasi dimana sekolah-sekolah tersebut berada hanya bisa dijangkau dengan sarana transportasi helikopter.
Belum lama ini, Biro Pendidikan LPMAK melakukan monitoring ke sejumlah sekolah di wilayah Distrik Tembagapura. Lokasi yang didatangi yaitu Kampung Aroanop dan Tsinga.
"Saya jalan kaki dari Kampung Jagamin sampai di Aroanop. Gedung SD Inpres Aroanop yang megah dibangun LPMAK beberapa tahun lalu kini kondisinya memprihatinkan. Kaca-kaca pecah, meja dan kursi berantakan, sebagian fasilitas sudah rusak. Anak-anak usia sekolah di Aroanop tidak pernah sekolah karena guru tidak pernah ada di tempat tugas. Halaman sekolah juga sudah ditumbuhi rerumputan tinggi karena tidak pernah ada aktivitas di sekolah itu," tutur Titus.
Adapun di SD Inpres Tsinga, aktivitas belajar-mengajar masih berjalan, meskipun belum maksimal.
"Kalau di SDI Tsinga kegiatan belajar-mengajar tetap jalan karena ada guru kontrak dari Dinas Pendidikan Provinsi Papua. Sedangkan guru PNS hampir tidak ada yang melaksanakan tugas. Padahal sebagian besar dari mereka merupakan putra daerah Papua dari tujuh suku. Tapi kelakuan mereka sama dengan guru-guru non Papua," ujar Titus dengan nada kritis.
Ia meminta Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Mimika mengambil sikap tegas kepada guru-guru PNS yang mangkir melaksanakan tugasnya.
"Kewenangan untuk memberikan sanksi dan lain-lain ada pada pemerintah daerah melalui dinas terkait. Bagaimana kita mau cerdaskan anak-anak Mimika kalau kelakuan guru-guru seperti itu. Ironisnya, meskipun anak-anak tidak pernah mengkuti proses belajar-mengajar, tapi pada akhirnya mereka lulus semua dan menerima ijazah. Ini aneh," tutur Titus.
Melihat kondisi pendidikan di pedalaman Mimika yang memprihatinkan itu, Biro Pendidikan LPMAK cukup berhati-hati dalam mengambil kebijakan mengirim pelajar dan mahasiswa asli Papua dari kalangan tujuh suku untuk melanjutkan pendidikan ke berbagai kota studi di Pulau Jawa, Sulawesi dan lainnya.
"Kalau kualitas anak-anak Mimika seperti ini, lembaga malu untuk kirim mereka studi di Pulau Jawa, Manado dan tempat-tempat lain. Bagaimana mungkin kami mengirim peserta beasiswa ke tempat lain kalau mereka saja belum bisa membaca, menulis dan menghitung," kata Titus. (*)