"Saya bersyukur, saya senang karena sekarang sudah bisa melihat dengan jelas dan terang. Bertahun-tahun saya tidak bisa melihat," demikian penuturan Marcela Mitemaniu (69).
Warga Kampung Mimika, Distrik Mimika Barat itu, menjadi salah satu dari sembilan pasien operasi katarak yang digelar oleh Biro Kesehatan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) bekerja sama dengan The John Fawcett Foundation (sebelumnya bernama Yayasan Kesehatan Indonesia) yang berpusat di Denpasar-Bali dan PT Freeport Indonesia.
Kegiatan operasi katarak itu berlangsung di atas Kapal Klinik Terapung LPMAK yang berlabuh di muara sungai dekat Kampung Timika Pantai, Distrik Mimika Tengah pada Senin (24/10).
Operasi katarak merupakan puncak dari rangkaian kegiatan bakti sosial kesehatan dalam rangka Hari Penglihatan Sedunia.
Sebelumnya, digelar kegiatan pemeriksaan mata yang diikuti 941 warga terdiri atas 666 dewasa dan 275 anak-anak, pemberian kacamata kepada 376 warga dan pemberian obat mata kepada 229 warga.
Kegiatan bakti sosial kesehatan yang digelar Biro Kesehatan LPMAK kali ini berlangsung di wilayah Puskesmas Kokonao dan Puskesmas Atuka pada 19-24 Oktober 2016.
Kampung-kampung yang didatangi petugas, yaitu mulai dari Kokonao, Distrik Mimika Barat, Atuka, Keakwa, dan Timika Pantai Distrik Mimika Tengah.
Mama Marcela, demikian ia biasa disapa, mengaku sudah bertahun-tahun tidak bisa melihat sebuah objek dengan jelas dan terang. Kedua lensa bola matanya mengalami gangguan akibat katarak.
Kondisi itu membuat ibu dari tujuh orang putra-putri yang sudah memiliki sejumlah cucu itu, tidak bisa melakukan aktivitas secara normal di rumahnya di Kokonao, Ibu Kota Distrik Mimika Barat, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
"Mama tidak bisa kerja apa-apa di rumah karena mata kabur. Untuk jalan ke luar rumah saja, mama harus dituntun oleh cucu. Saya bersyukur sekarang sudah bisa melihat lagi," ujar isteri almarhum Titus Kiripi yang meninggal tahun 1988 itu.
Ungkapan syukur serupa dikemukakan oleh beberapa pasien operasi katarak lainnya.
Kepala Kampung Mimika Urbanus Akiriwi juga ikut operasi katarak lantaran mengalami gangguan penglihatan pada mata kirinya selama satu tahun terakhir.
"Ya, saya bersyukur dengan adanya program operasi katarak yang dilakukan oleh LPMAK ini. Kalau tidak ada bantuan dari LPMAK, mungkin mata kiri saya tidak bisa melihat lagi," tuturnya.
Pasien operari katarak lainnya, Albertus Eyau (58), mengaku sudah lebih dari dua tahun memiliki penglihatan yang kurang jelas alias samar-samar lantaran kedua lensa bola matanya mengalami gangguan akibat katarak.
"Sebelumnya saya tidak bisa melihat dengan jelas, hanya samar-samar. Setelah operasi, kini penglihatan saya sudah terang sekali. Saya senang. Saya bisa bekerja kembali," kata Albertus yang berprofesi sebagai nelayan di Kampung Mimika-Kokonao.
Kegiatan pemeriksaan mata sekaligus operasi katarak yang digagas oleh Biro Kesehatan LPMAK di kampung-kampung pesisir wilayah Mimika Barat juga disyukuri sebagai berkah oleh Fransiskus Umarau (58).
Tanpa adanya kepedulian LPMAK untuk melakukan kegiatan itu, Fransiskus pesimistis mata kanannya yang mengalami gangguan akibat katarak bisa melihat secara jelas kembali.
"Saya alami gangguan penglihatan pada mata kanan sejak akhir 2014. Akibatnya, saya tidak bisa lagi mengemudikan perahu motor. Begitu mendengar ada kegiatan pemeriksaan mata dan operasi katarak oleh LPMAK, saya antusias mendaftarkan diri karena ini untuk kebaikan saya sendiri," ujar ayah dari enam orang putra itu.
Minim kasus
Kepala Biro Kesehatan LPMAK Yusuf Nugroho mengatakan jumlah penderita katarak di wilayah pesisir Mimika jauh lebih sedikit (minim) jika dibandingkan dengan wilayah perkotaan.
Di kota-kota, termasuk Timika, katanya, angka kasus katarak rata-rata lima persen dari jumlah warga yang diperiksa atau "discreening", sementara di wilayah pesisir Mimika hanya 4,1 persen.
Dari 941 warga yang melakukan pemeriksaan mata, sebanyak 27 warga yang teridentifikasi mengalami gangguan penglihatan karena katarak.
Namun, dari jumlah itu hanya sembilan orang yang akhirnya melakukan operasi katarak (11 mata yang dioperasi).
"Ada beberapa pasien katarak kondisinya belum memungkinkan dilakukan operasi karena kataraknya belum matang. Ada satu pasien menolak operasi. Kami tidak bisa memaksakan untuk melakukan operasi kalau yang bersangkutan menolak," kata Yusuf.
Ia mengakui kondisi warga di wilayah pesisir Mimika jauh lebih sehat dibandingkan dengan warga yang bermukim di kawasan pegunungan Mimika.
"Persentase kataraknya lebih rendah. Komplikasi penyakit tekanan darah tinggi dan gula darah juga jauh lebih rendah. Secara umum kondisi masyarakat di kampung pesisir Mimika jauh lebih sehat. Mereka lebih mudah diajak berkomunikasi," ujarnya.
Kegiatan operasi katarak kerja sama antara Biro Kesehatan LPMAK dengan The John Fawcett Foundation (sebelumnya bernama Yayasan Kesehatan Indonesia) di Kabupaten Mimika sudah berjalan rutin selama tiga tahun terakhir sejak 2014.
Pada 2014, terdapat 5.080 orang di sekitar Kota Timika yang menjalani "screening" atau pemeriksaan mata. Dari jumlah itu, yang teridentifikasi mengalami gangguan mata karena katarak sebanyak 240-an orang atau 5 persen, sedangkan yang mengikuti operasi katarak hanya 74 orang.
Sementara pada 2015, kegiatan tersebut dilangsungkan di Kampung Banti, Distrik Tembagapura, Mapurujaya, Distrik Mimika Timur, dan Kampung Kamoro Jaya (SP1), Distrik Wania.
Adapun pertimbangan untuk melakukan operasi katarak di Kampung Timika Pantai kali ini lantaran jarak tempuh ke Kota Timika terlalu jauh.
Para pasien operasi katarak itu dijemput dari kampung-kampung sekitar lalu diinapkan di Kampung Timika Pantai. Pada Senin (24/10) siang, mereka dibawa satu per satu dengan perahu motor dari Dermaga Kampung Timika Pantai menuju Kapal Klinik Terapung LPMAK yang berlabuh di sungai dekat kampung itu.
Tim kesehatan The John Fawcett Foundation yang dibantu petugas dari Biro Kesehatan LPMAK dan Pelkesi harus menunggu berjam-jam hingga air sungai benar-benar surut untuk bisa melakukan operasi pasien katarak di Kapal Klinik Terapung LPMAK.
Proses operasi setiap pasien katarak berjalan cukup singkat, hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit untuk setiap pasien.
"Yang kami angkat yaitu kataraknya. Setelah kataraknya diangkat, kita bersihkan. Lalu kita memasukan semacam lem dan selanjutnya memasukan lensa tanam. Lensa yang sudah matur karena katarak kita ganti dengan lensa buatan manusia untuk memperjelas penglihatan," kata Dr Jusni Saragih SpM dari The John Fawcett Foundation Denpasar-Bali.
Setelah menjalani operasi, para pasien kembali diantar dengan perahu motor menuju Kampung Timika Pantai.
Tahap terakhir pascaoperasi yaitu pembukaan perban pada Selasa (25/10) pagi. Petugas kesehatan memeriksa kondisi mata para pasien yang mengikuti operasi katarak, apakah sudah dapat melihat secara jelas ataukah mengalami pendarahan.
Jusni mengatakan secara keseluruhan hasil operasi katarak pada sembilan pasien di wilayah pesisir Mimika itu cukup bagus.
"Secara keseluruhan cukup bagus. Ada yang memang mengalami pendarahan karena pasien batuk-batuk. Kalau pasien batuk tentu matanya terguncang sehingga terjadi pendarahan pada luka bekas operasi," katanya.
Para pasien disarankan untuk tidur dengan posisi kepala lebih tinggi. Pasien yang mengalami pendarahan diberikan obat untuk menghentikan pendarahannya.
"Kami telah meminta petugas puskesmas agar dapat mengontrol pasien pascaoperasi. Yang harus diingat oleh pasien, mereka tidak boleh merokok atau terkena asap rokok karena akan sangat berpengaruh ke mata. Pasien juga disarankan untuk bisa melakukan aktivitas ringan dua minggu setelah operasi dengan tetap menjaga untuk tidak mengangkat beban berat," ujar Jusni.
Bukan penyakit menular
Jusni menegaskan penyakit katarak bukan penyakit menular, tetapi merupakan penyakit alami yang rentan terkena pada seseorang di atas usia 50 tahun. Penyebab katarak yang paling dominan karena faktor ketuaan atau degenerasi.
"Ada yang mengatakan mengalami katarak karena diguna-gunain (disantet) oleh orang lain. Itu tidak benar. Penyakit katarak karena proses alami setiap orang yang sudah berusia di atas 50 tahun. Jadi, jangan takut untuk melakukan operasi katarak. Operasi hanya cukup satu kali untuk satu mata. Ini bukan penyakit menular," ujarnya.
Ia mengatakan secara medis ada empat tahapan atau stadium penyakit katarak, yaitu stadium insipien di mana kekeruhan baru setitik pada tepi ekuator lensa mata.
Selain itu, stadium intumesen atau imatur yaitu kekeruhan lensa disertai dengan pembengkakan lensa, stadium matur yaitu kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa mata sehingga harus segera dilakukan operasi, dan stadium hipermatur yaitu stadium yang paling akut di mana kataraknya sudah tebal.
Pada stadium terakhir, pasien katarak yang terlambat melakukan operasi terancam akan mengalami kebutaan total lantaran saraf matanya sudah putus.
Beberapa warga yang menderita katarak stadium imatur disarankan untuk melakukan operasi katarak di rumah sakit di Kota Timika dengan bantuan Kartu Papua Sehat atau Kartu BPJS Kesehatan.
Jusni mengapresiasi kepedulian LPMAK dan PT Freeport Indonesia yang menyelenggarakan operasi katarak di kampung-kampung pedalaman dan pesisir Mimika yang jauh dari jangkauan layanan kesehatan dan terisolasi karena dipisahkan oleh sungai yang lebar-lebar dan lautan.
"Bisa jadi kasus katarak di pedalaman dan pesisir Mimika masih banyak. Kampung-kampung lain belum bisa kami jangkau sehingga pasien katarak yang kami temukan jumlahnya tidak banyak. Apalagi operasi katarak ini yang pertama kali dilakukan di wilayah pesisir Mimika. Karena baru pertama, bisa saja ada perasaan takut dari masyarakat. Mudah-mudahan ke depan semakin banyak lagi pasien yang bisa kami tolong," ujarnya.
Secara nasional, katanya, angka kebutaan di Indonesia sebesar 1,5 persen dari total penduduk dan sekitar 0,78 persen di antaranya akibat penyakit katarak.
Projec Manajer The John Fawcett Foundation I Nyoman Wardhana mengatakan lembaga tersebut sudah lama terlibat dalam kegiatan pelayanan sosial di berbagai wilayah di Indonesia.
Selain operasi katarak, The John Fawcett Foundation juga terlibat dalam kegiatan sosial operasi bibir sumbing dan pelayanan kesehatan umumnya.
Untuk melaksanakan kegiatan operasi katarak di wilayah pesisir Mimika, The John Fawcett Foundation menerjunkan tujuh petugas, terdiri atas seorang dokter spesialis mata dibantu petugas medis dan paramedis.
"Target awal kami di wilayah pesisir Mimika bisa melakukan pemeriksaan mata sampai 1.500 orang dan pasien yang dioperasi sampai sebanyak 50 orang. Ternyata jumlah warga yang diperiksa dan dioperasi tidak sebanyak itu. Namun kami terkesan karena warga cukup antusias, sekalipun untuk menjangkau wilayah ini cukup sulit karena harus ditempuh dengan kapal dan perahu motor," ujar Nyoman Wardhana. (*)
Warga Kampung Mimika, Distrik Mimika Barat itu, menjadi salah satu dari sembilan pasien operasi katarak yang digelar oleh Biro Kesehatan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) bekerja sama dengan The John Fawcett Foundation (sebelumnya bernama Yayasan Kesehatan Indonesia) yang berpusat di Denpasar-Bali dan PT Freeport Indonesia.
Kegiatan operasi katarak itu berlangsung di atas Kapal Klinik Terapung LPMAK yang berlabuh di muara sungai dekat Kampung Timika Pantai, Distrik Mimika Tengah pada Senin (24/10).
Operasi katarak merupakan puncak dari rangkaian kegiatan bakti sosial kesehatan dalam rangka Hari Penglihatan Sedunia.
Sebelumnya, digelar kegiatan pemeriksaan mata yang diikuti 941 warga terdiri atas 666 dewasa dan 275 anak-anak, pemberian kacamata kepada 376 warga dan pemberian obat mata kepada 229 warga.
Kegiatan bakti sosial kesehatan yang digelar Biro Kesehatan LPMAK kali ini berlangsung di wilayah Puskesmas Kokonao dan Puskesmas Atuka pada 19-24 Oktober 2016.
Kampung-kampung yang didatangi petugas, yaitu mulai dari Kokonao, Distrik Mimika Barat, Atuka, Keakwa, dan Timika Pantai Distrik Mimika Tengah.
Mama Marcela, demikian ia biasa disapa, mengaku sudah bertahun-tahun tidak bisa melihat sebuah objek dengan jelas dan terang. Kedua lensa bola matanya mengalami gangguan akibat katarak.
Kondisi itu membuat ibu dari tujuh orang putra-putri yang sudah memiliki sejumlah cucu itu, tidak bisa melakukan aktivitas secara normal di rumahnya di Kokonao, Ibu Kota Distrik Mimika Barat, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
"Mama tidak bisa kerja apa-apa di rumah karena mata kabur. Untuk jalan ke luar rumah saja, mama harus dituntun oleh cucu. Saya bersyukur sekarang sudah bisa melihat lagi," ujar isteri almarhum Titus Kiripi yang meninggal tahun 1988 itu.
Ungkapan syukur serupa dikemukakan oleh beberapa pasien operasi katarak lainnya.
Kepala Kampung Mimika Urbanus Akiriwi juga ikut operasi katarak lantaran mengalami gangguan penglihatan pada mata kirinya selama satu tahun terakhir.
"Ya, saya bersyukur dengan adanya program operasi katarak yang dilakukan oleh LPMAK ini. Kalau tidak ada bantuan dari LPMAK, mungkin mata kiri saya tidak bisa melihat lagi," tuturnya.
Pasien operari katarak lainnya, Albertus Eyau (58), mengaku sudah lebih dari dua tahun memiliki penglihatan yang kurang jelas alias samar-samar lantaran kedua lensa bola matanya mengalami gangguan akibat katarak.
"Sebelumnya saya tidak bisa melihat dengan jelas, hanya samar-samar. Setelah operasi, kini penglihatan saya sudah terang sekali. Saya senang. Saya bisa bekerja kembali," kata Albertus yang berprofesi sebagai nelayan di Kampung Mimika-Kokonao.
Kegiatan pemeriksaan mata sekaligus operasi katarak yang digagas oleh Biro Kesehatan LPMAK di kampung-kampung pesisir wilayah Mimika Barat juga disyukuri sebagai berkah oleh Fransiskus Umarau (58).
Tanpa adanya kepedulian LPMAK untuk melakukan kegiatan itu, Fransiskus pesimistis mata kanannya yang mengalami gangguan akibat katarak bisa melihat secara jelas kembali.
"Saya alami gangguan penglihatan pada mata kanan sejak akhir 2014. Akibatnya, saya tidak bisa lagi mengemudikan perahu motor. Begitu mendengar ada kegiatan pemeriksaan mata dan operasi katarak oleh LPMAK, saya antusias mendaftarkan diri karena ini untuk kebaikan saya sendiri," ujar ayah dari enam orang putra itu.
Minim kasus
Kepala Biro Kesehatan LPMAK Yusuf Nugroho mengatakan jumlah penderita katarak di wilayah pesisir Mimika jauh lebih sedikit (minim) jika dibandingkan dengan wilayah perkotaan.
Di kota-kota, termasuk Timika, katanya, angka kasus katarak rata-rata lima persen dari jumlah warga yang diperiksa atau "discreening", sementara di wilayah pesisir Mimika hanya 4,1 persen.
Dari 941 warga yang melakukan pemeriksaan mata, sebanyak 27 warga yang teridentifikasi mengalami gangguan penglihatan karena katarak.
Namun, dari jumlah itu hanya sembilan orang yang akhirnya melakukan operasi katarak (11 mata yang dioperasi).
"Ada beberapa pasien katarak kondisinya belum memungkinkan dilakukan operasi karena kataraknya belum matang. Ada satu pasien menolak operasi. Kami tidak bisa memaksakan untuk melakukan operasi kalau yang bersangkutan menolak," kata Yusuf.
Ia mengakui kondisi warga di wilayah pesisir Mimika jauh lebih sehat dibandingkan dengan warga yang bermukim di kawasan pegunungan Mimika.
"Persentase kataraknya lebih rendah. Komplikasi penyakit tekanan darah tinggi dan gula darah juga jauh lebih rendah. Secara umum kondisi masyarakat di kampung pesisir Mimika jauh lebih sehat. Mereka lebih mudah diajak berkomunikasi," ujarnya.
Kegiatan operasi katarak kerja sama antara Biro Kesehatan LPMAK dengan The John Fawcett Foundation (sebelumnya bernama Yayasan Kesehatan Indonesia) di Kabupaten Mimika sudah berjalan rutin selama tiga tahun terakhir sejak 2014.
Pada 2014, terdapat 5.080 orang di sekitar Kota Timika yang menjalani "screening" atau pemeriksaan mata. Dari jumlah itu, yang teridentifikasi mengalami gangguan mata karena katarak sebanyak 240-an orang atau 5 persen, sedangkan yang mengikuti operasi katarak hanya 74 orang.
Sementara pada 2015, kegiatan tersebut dilangsungkan di Kampung Banti, Distrik Tembagapura, Mapurujaya, Distrik Mimika Timur, dan Kampung Kamoro Jaya (SP1), Distrik Wania.
Adapun pertimbangan untuk melakukan operasi katarak di Kampung Timika Pantai kali ini lantaran jarak tempuh ke Kota Timika terlalu jauh.
Para pasien operasi katarak itu dijemput dari kampung-kampung sekitar lalu diinapkan di Kampung Timika Pantai. Pada Senin (24/10) siang, mereka dibawa satu per satu dengan perahu motor dari Dermaga Kampung Timika Pantai menuju Kapal Klinik Terapung LPMAK yang berlabuh di sungai dekat kampung itu.
Tim kesehatan The John Fawcett Foundation yang dibantu petugas dari Biro Kesehatan LPMAK dan Pelkesi harus menunggu berjam-jam hingga air sungai benar-benar surut untuk bisa melakukan operasi pasien katarak di Kapal Klinik Terapung LPMAK.
Proses operasi setiap pasien katarak berjalan cukup singkat, hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit untuk setiap pasien.
"Yang kami angkat yaitu kataraknya. Setelah kataraknya diangkat, kita bersihkan. Lalu kita memasukan semacam lem dan selanjutnya memasukan lensa tanam. Lensa yang sudah matur karena katarak kita ganti dengan lensa buatan manusia untuk memperjelas penglihatan," kata Dr Jusni Saragih SpM dari The John Fawcett Foundation Denpasar-Bali.
Setelah menjalani operasi, para pasien kembali diantar dengan perahu motor menuju Kampung Timika Pantai.
Tahap terakhir pascaoperasi yaitu pembukaan perban pada Selasa (25/10) pagi. Petugas kesehatan memeriksa kondisi mata para pasien yang mengikuti operasi katarak, apakah sudah dapat melihat secara jelas ataukah mengalami pendarahan.
Jusni mengatakan secara keseluruhan hasil operasi katarak pada sembilan pasien di wilayah pesisir Mimika itu cukup bagus.
"Secara keseluruhan cukup bagus. Ada yang memang mengalami pendarahan karena pasien batuk-batuk. Kalau pasien batuk tentu matanya terguncang sehingga terjadi pendarahan pada luka bekas operasi," katanya.
Para pasien disarankan untuk tidur dengan posisi kepala lebih tinggi. Pasien yang mengalami pendarahan diberikan obat untuk menghentikan pendarahannya.
"Kami telah meminta petugas puskesmas agar dapat mengontrol pasien pascaoperasi. Yang harus diingat oleh pasien, mereka tidak boleh merokok atau terkena asap rokok karena akan sangat berpengaruh ke mata. Pasien juga disarankan untuk bisa melakukan aktivitas ringan dua minggu setelah operasi dengan tetap menjaga untuk tidak mengangkat beban berat," ujar Jusni.
Bukan penyakit menular
Jusni menegaskan penyakit katarak bukan penyakit menular, tetapi merupakan penyakit alami yang rentan terkena pada seseorang di atas usia 50 tahun. Penyebab katarak yang paling dominan karena faktor ketuaan atau degenerasi.
"Ada yang mengatakan mengalami katarak karena diguna-gunain (disantet) oleh orang lain. Itu tidak benar. Penyakit katarak karena proses alami setiap orang yang sudah berusia di atas 50 tahun. Jadi, jangan takut untuk melakukan operasi katarak. Operasi hanya cukup satu kali untuk satu mata. Ini bukan penyakit menular," ujarnya.
Ia mengatakan secara medis ada empat tahapan atau stadium penyakit katarak, yaitu stadium insipien di mana kekeruhan baru setitik pada tepi ekuator lensa mata.
Selain itu, stadium intumesen atau imatur yaitu kekeruhan lensa disertai dengan pembengkakan lensa, stadium matur yaitu kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa mata sehingga harus segera dilakukan operasi, dan stadium hipermatur yaitu stadium yang paling akut di mana kataraknya sudah tebal.
Pada stadium terakhir, pasien katarak yang terlambat melakukan operasi terancam akan mengalami kebutaan total lantaran saraf matanya sudah putus.
Beberapa warga yang menderita katarak stadium imatur disarankan untuk melakukan operasi katarak di rumah sakit di Kota Timika dengan bantuan Kartu Papua Sehat atau Kartu BPJS Kesehatan.
Jusni mengapresiasi kepedulian LPMAK dan PT Freeport Indonesia yang menyelenggarakan operasi katarak di kampung-kampung pedalaman dan pesisir Mimika yang jauh dari jangkauan layanan kesehatan dan terisolasi karena dipisahkan oleh sungai yang lebar-lebar dan lautan.
"Bisa jadi kasus katarak di pedalaman dan pesisir Mimika masih banyak. Kampung-kampung lain belum bisa kami jangkau sehingga pasien katarak yang kami temukan jumlahnya tidak banyak. Apalagi operasi katarak ini yang pertama kali dilakukan di wilayah pesisir Mimika. Karena baru pertama, bisa saja ada perasaan takut dari masyarakat. Mudah-mudahan ke depan semakin banyak lagi pasien yang bisa kami tolong," ujarnya.
Secara nasional, katanya, angka kebutaan di Indonesia sebesar 1,5 persen dari total penduduk dan sekitar 0,78 persen di antaranya akibat penyakit katarak.
Projec Manajer The John Fawcett Foundation I Nyoman Wardhana mengatakan lembaga tersebut sudah lama terlibat dalam kegiatan pelayanan sosial di berbagai wilayah di Indonesia.
Selain operasi katarak, The John Fawcett Foundation juga terlibat dalam kegiatan sosial operasi bibir sumbing dan pelayanan kesehatan umumnya.
Untuk melaksanakan kegiatan operasi katarak di wilayah pesisir Mimika, The John Fawcett Foundation menerjunkan tujuh petugas, terdiri atas seorang dokter spesialis mata dibantu petugas medis dan paramedis.
"Target awal kami di wilayah pesisir Mimika bisa melakukan pemeriksaan mata sampai 1.500 orang dan pasien yang dioperasi sampai sebanyak 50 orang. Ternyata jumlah warga yang diperiksa dan dioperasi tidak sebanyak itu. Namun kami terkesan karena warga cukup antusias, sekalipun untuk menjangkau wilayah ini cukup sulit karena harus ditempuh dengan kapal dan perahu motor," ujar Nyoman Wardhana. (*)