Timika (Antara Papua) - Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF) mengagendakan demo akbar yang melibatkan ribuan orang di bundaran Timika Indah, jalan Budi Utomo, Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, pada Kamis (23/3).

Juru bicara GSPF Betty Ibo kepada wartawan di Timika, Rabu, mengatakan massa yang diperkirakan berjumlah 5.000 orang itu akan melakukan konvoi dari bundaran Kuala Kencana, Distrik Kuala Kencana menuju kantor Bupati, kemudian dilanjutkan ke bundaran Timika Indah yang menjadi titik sentral demonstrasi.

Berbeda dengan aksi sebelumnya yang telah digelar di Mimika pada 17 Februari 2017, dan 7 Maret lalu di depan kantor Kementerian ESDM di Jakarta.

"Kali ini GSPF akan mengikutsertakan paguyuban-paguyuban yang ada di Mimika dan dua lembaga adat suku Amungme dan Kamoro sebagai pemilik hak ulayat," ujarnya.

Ibo memperkirakan massa yang datang lebih banyak dari aksi-aksi yang telah digelar sebelumnya.

Sementara itu, tokoh pemuda Amungme, John Magal mengatakan dalam aksi massa itu pihaknya akan meminta pemerintah pusat agar segera mengeluarkan izin ekspor konsentrat dan kepastian kelangsungan usaha PT Freeport Indonesia.

Selain itu, mereka juga akan meminta pemerintah pusat untuk menghormati semangat yang tertuang dalam kontrak karya.

Ia juga mengatakan pihaknya akan mendesak pemerintah pusat dan Freeport untuk melibatkan masyarakat pemilik hak ulayat dalam perundingan kelanjutan kontrak karya.

Pihak GSPF menilai PT Freeport telah memberikan kontribusi yang besar terhadap masyarakat Mimika yang mana telah membangun dan menyediakan empat sekolah, tiga rumah sakit umum dan lima klinik, yangdiberikan secara gratis kepada masyarakat tujuh suku.

Selain itu Freeport juga telah menekan angka malaria hingga 70 persen serta membantu pemberantasan tuberkulosis dengan 99 persen tingkat keberhasilan.

"Di tengah konflik yang tak kunjung usai ini, Papua jadi korbannya. Pebisnis lokal, mulai dari peternak ayam hingga pemilik hotel dan rental mobil, kehilangan pelanggan akibat karyawan-karyawan perusahaan yang dirumahkan. Perekonomian kami lesu dan menurun drastis Bank lokal pun merugi hingga Rp1 miliar per bulan akibat kredit macet," ujarnya

John mengakui pihaknya merasa kesal lantaran belum ada jawaban pasti pemerintah pusat atas aspirasi yang telah disuarakan secara langsung selama kurang lebih tiga pekan ini kepada pemerintah pusat melalui lembaga adat suku Kamoro dan Amungme. (*)

Pewarta : Pewarta: Jeremias Rahadat
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024