Jayapura (Antara Papua) - Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia menilai realisasi program amnesti pajak belum maksimal karena uang tebusan dari harta yang berada di luar negeri tidak sesuai dengan harapan.

"Data intelijen menyatakan bahwa dana orang Indonesia yang ada di luar negeri kurang lebih Rp10.000 triliun, makanya dibuat target penerimaan pajak pada tahun pertama sebesar Rp2.000 triliun. Akan tetapi, nyatanya `kan tidak ada," katanya di Jayapura, Kamis.

Ia menyebut realisasi dana tebusan amnesti pajak yang kini sebesar Rp117 triliun sebagian besar didapat dari pengungkapan harta yang ada di dalam negeri. Hal ini menunjukkan pengusaha lokal memiliki jiwa patriotisme yang tinggi bagi negara.

"Saya mau katakan bahwa pengusaha yang mencintai bangsa ini adalah pengusaha dalam negeri. Mereka yang di luar negeri tidak bisa memberikan harapan bagi negeri kita. Faktanya amnesti pajak ini lebih banyak diikuti oleh pengusaha dalam negeri," katanya.

Bahlil mengklaim Hipmi memiliki sumbangsih cukup besar atas dibuatnya program amnesti pajak karena organisasinya adalah salah satu yang mengusulkan program tersebut.

"Hipmi adalah salah satu pihak yang mendorong undang-undang ini (amnesti pajak) dan Hipmi meminta tax amnesty memasukkan pengampunan bagi UMKM yang tebusannya 0,05 persen," katanya lagi.

Menurut dia, Hipmi menjadi salah satu asosiasi yang giat menyosialisasikan program tersebut kepada para pengurus dan anggotanya di daerah.

"Hipmi sudah menyosialisasikan hal ini di 27 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia," katanya.

Hingga kini, dari data yang ada di daring resmi milik Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, diketahui bahwa uang tebusan program tax amnesty mencapai Rp117 triliun dari total deklarasi harta Rp4.590 triliun.

Dari total tersebut, dana repatriasi Rp145 triliun. (*)

Pewarta : Pewarta: Dhias Suwandi
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024