Timika (Antara Papua) - Pertemuan antara SPSI dan manajemen PT Freeport Indonesia yang membahas rencana mogok kerja karyawan di Timika, sejak Kamis (27/4) pagi hingga Jumat dini hari, berakhir tanpa ada kesepakatan.

Pertemuan yang berlangsung sekitar 17 jam itu difasilitasi oleh Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang yang dihadiri oleh Dirjen PHI dan Jaminan Sosial Kementerian Tenaga Kerja Haiyani RumodangHaiyani Rumodang dan Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon.

Dalam pertemuan tersebut, manajemen PT Freeport Indonesia diwakili oleh Executiv Vice President Bidang Human Resources Achmad Didit Ardianto bersama sejumlah pimpinan manajemen PT Freeport.

Pihak serikat pekerja diwakili oleh Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (PUK SP-KEP) SPSI PT Freeport Abraham Tandi Datu, Ketua PC SP-KEP SPSI Mimika Aser Gobay, dan Pengurus Pusat SP-KEP SPSI Ferri Nuzarli.

Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang mengaku kecewa atas belum adanya kesepakatan kedua belah pihak untuk menghentikan rencana mogok kerja karyawan Freeport pada tanggal 1 s.d. 30 Mei 2017 di Timika.

"Kami sudah membawa diri untuk ikut menyelesaikan persoalan yang dihadapi bapak-bapak. Akan tetapi, bapak-bapak tidak mau mendengarkan kami. Bahkan, Ibu Dirjen sudah berbicara panjang lebar, tetapi bapak-bapak tidak mau memahami, yah, mau bagaimana lagi," kata Bassang.

Bassang meminta pihak manajemen PT Freeport maupun serikat pekerja berjiwa besar menerima dan mengakui kelebihan serta kekurangan masing-masing guna mencegah terjadi mogok kerja ribuan karyawan.

Jika mogok kerja ribuan karyawan Freeport benar-benar ada, menurut dia, akan berdampak luas terhadap semua hal di Mimika.

"Kalau karyawan mogok total selama sebulan, ini dampaknya ke mana-mana. Tolong dipikirkan baik-baik. Saya tegaskan, kalau terjadi mogok, bapak-bapak dari manajemen Freeport dan serikat pekerja yang menginginkan hal itu. Kalau terjadi perkelahian di antara kalian, jangan tanya di mana pemerintah. Jangan lagi mengadu ke pemerintah kalau ada masalah," kata Bassang.

Pertemuan membahas rencana mogok kerja karyawan Freeport tersebut sempat berlangsung dalam suasana tegang dan panas.

Sepanjang pertemuan berlangsung, terjadi adu argumentasi antara manajemen PT Freeport dan pihak serikat pekerja saat membahas tiga poin untuk menjadi kesepakatan bersama.

Poin pertama dan kedua sepakat diterima oleh kedua belah pihak. Poin pertama menyebutkan bahwa Program Furlough (dirumahkan) PT Freeport Indonesia harus dihentikan terhitung mulai 23 April 2017 dan diharapkan kepada privatisasi dan kontraktor untuk mengikutinya dengan menghentikan PHK.

Poin kedua menyebutkan bahwa pekerja yang sudah telanjur di-"furlough", harap dibayarkan hak-haknya berdasarkan paraturan perundang-undangan dan Perjanjian Kerja Bersama-Pedoman Hubungan Industrial 2015 s.d. 2017 serta dilakukan verifikasi terhadap para pekerja yang masih layak untuk bekerja kembali atau memilih PPHKS (Program Pengakhiran Hubungan Kerja Sukarela).

Jika terjadi organisasi yang baru, PT Freeport Indonesia mengomunikasikan kepada pihak PUK SP-KEP SPSI PT Freeport khusus bagi karyawan yang terkena "furlough".

Perdebatan panjang kedua belah pihak saat membahas poin ketiga.

Pihak serikat pekerja memilih bertahan pada sikap bahwa pekerja yang meninggalkan tempat kerjanya segera kembali ke tempat kerjanya masing-masing tanpa PHK (ada karyawan yang sudah tidak masuk kerja sejak 11 April 2017). Akan tetapi, mereka diberikan sanksi pembinaan dengan tidak menerima upah selama meninggalkan tempat kerja dan penegakan disiplin yang mengacu pada PKB-PHI 2015 s.d. 2017.

Sementara itu, pihak manajemen PT Freeport tidak menyetujui pernyataan tersebut. Pihak manajemen Freeport mengusulkan penambahan kalimat dalam poin ketiga tersebut: "dengan tidak membatasi manajemen untuk mengambil tindakan sesuai dengan PKB-PHI 2015 s.d. 2017".

Kepala Disnakertrans Perumahan Rakyat Mimika Septinus Soumilena menambahkan bahwa kalimat: "dalam pelaksanaannya diawasi oleh Disnakertrans Perumahan Rakyat Mimika".

Usulan manajemen PT Freeport dan Disnakertrans PR Mimika ditolak mentah-mentah oleh pihak serikat pekerja lantaran mengkhawatirkan jika catatan tersebut diterima, hal itu mejadi celah bagi manajemen untuk melakukan PHK massal pekerja yang kini sudah berada di Timika lantaran terjadi keresahan akibat program Forlough.

Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang masih memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menuntaskan pembahasan poin ketiga tersebut dalam pertemuan lanjutan pada hari Sabtu (29/4). (*)

Pewarta : Pewarta: Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024