Mulia (Antara Papua) - Sekitar 100 warga pendukung salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua yang diduga melakukan penyerangan ke pendukung paslon lainnya menyatakan tidak akan kembali ke kampung halaman.

"Kami tidak akan kembali ke kampung halaman sampai selesai dilakukannya penyelesaian adat," kata anggota DPR Papua,Elvi Tabuni yang membantu mengartikan apa yang disampaikan para pendukung yang menggunakan dalam bahasa Dani di Mulia.

Dikatakan, walaupun tidak mau dipulangkan ke kampungnya yang berada disekitar Mulia,mereka berjanji tidak akan mengangkat panah dan menyerang ke pendukung paslon lainnya.

Selain menyatakan tidak mau dipulangkan, mereka juga menuntut ganti rugi kepada ketiga paslon masing- masing Rp1 miliar.

Pernyataan itu disampaikan para pendukung paslon no 1 dan 2 saat ditemui Kapolda Papua Irjen Polisi Boy Rafli yang didampingi Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI George Supit, Ketua DPR Papua Yunus Wonda dan Wagub Papua Klemen Tinal secara terpisah.

Sementara para pendukung paslon no 3 menyatakan siap kembali ke kampung dan meninggalkan posko dengan jaminan tidak ada lagi penyerangan yang dilakukan pendukung paslon lainnya.

"Kami siap pulang namun karena ini posko pemenangan maka pasti harus ada yang menjaganya," kata para pendukung paslon no 3.

Pilkada di Kabupaten Puncak Jaya diikuti tiga pasangan yaitu Yustus Wonda-Kirenius Telenggen, Hanock Ibo-Rinus Telenggen dan Yuni Wonda-Deinas Geley.

Kota Mulia sejak Minggu (2/7) dan Senin (3/4) dilanda aksi saling serang antarpendukung paslon hingga menyebabkan 20 honai (rumah khas pegunungan) dibakar dan puluhan orang cidera serta meninggal akibat luka panah.

Kapolda Papua Irjen Boy Rafli didampingi Pangdam Cenderawasih Mayjen TNI George Supit, Ketua DPR Papua Yunus Wonda dan Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal, Selasa (4/7) melakukan kunjungan kerja ke Mulia pasca kerusuhan. (*)

Pewarta : Pewarta: Evarukdijati
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024