Timika (Antara Papua) - Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Polisi Boy Rafli Amar mengakui sembilan orang polisi yakni Kapolsek Tigi Iptu MR dan delapan anggota Brimob diduga melakukan pelanggaran Prosedur Tetap (Protap) saat menangani aksi massa di Kampung Bomou, Distrik Tigi Selatan, Deiyai.

Pelanggaran protap itu menewaskan seorang warga beberapa waktu lalu.

"Sesuai rekomendasi yang diberikan oleh tim investigasi Kapolsek dan delapan anggota Brimob (termasuk komandan peleton) diduga telah melakukan pelanggaran prosedur dalam penanganan aksi massa," kata Boy Rafli di Timika, Jumat.

Mantan Kadiv Humas Polri itu mengatakan tim investigasi telah kembali dari Deiyai dan telah melaporkan hasil kerja mereka kepada pimpinan Polda Papua.

"Setelah dicek satu per satu rangkaian tindakan anggota di lapangan, ternyata ada tindakan-tindakan yang tidak terkoordinasi dengan baik antara Polsek dan Brimob yang ada di Deiyai. Kemudian tidak adanya kesepahaman dalam mengatasi masyarakat yang saat itu melampiaskan kekecewaan mereka terhadap perusahaan," jelas Boy Rafli.

Menurut Kapolda, terdapat indikasi kuat bahwa anggota melakukan pelanggaran prosedur dalam hal penggunaan senjata api saat menangani aksi warga.

"Yang tidak dikedepankan yaitu prinsip kehati-hatian dan kepatutan karena seharusnya masyarakat masih bisa ditangani dengan proses negosiasi atau kemudian melumpuhkan dengan tangan kosong karena ada warga yang membawa senjata tajam. Tindakan maksimal yang bisa dilakukan dalam kondisi seperti itu baru sebatas tembakan peringatan," ujar Kapolda.

Terkait kasus itu, Polda Papua dalam waktu dekat akan segera menggelar sidang Kode Etik Profesi dan Pengamanan kepada sembilan anggota Polri yang terlibat kasus penembakan di Deiyai tersebut.

"Berkas para terduga pelanggar kode etik masih disiapkan oleh Tim Propam Polda Papua. Kami akan segera menggelar sidang secara terbuka, silahkan masyarakat menyaksikan langsung persidangan tersebut," ujar Boy.

Sanksi hukuman bagi anggota yang terlibat kasus penembakan di Deiyai itu terberat yaitu bisa diberhentikan dari keanggotaan Polri.

"Nanti kita lihat fakta-fakta yang terungkap selama persidangan," katanya.

Insiden penembakan yang menewaskan seorang warga itu berawal dari penolakan karyawan saat warga meminta bantuan untuk mengantar korban tenggelam ke rumah sakit.

Warga kemudian membawa korban tenggelam itu ke rumah sakit, dan saat tiba di rumah sakit korban sudah meninggal.

Warga yang marah kemudian melakukan penyerangan terhadap karyawan dan peralatan di camp milik PT Putera Dewa yang sedang melakukan pembangunan jembatan.

Karyawan tersebut kemudian melaporkan insiden tersebut ke Polsek Tigi dan pos Brimob sehingga datang ke loaksi kejadian, namun diserang warga yang membawa berbagai peralatan tradisional seperti parang, panah dan batu hingga terjadi penembakan dan mengenai warga. (*)

Pewarta : Pewarta: Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024