Jayapura (Antara Papua) - PT PLN Persero Unit Induk Pembangunan (UIP) Papua diminta membayar ganti rugi atau kompensasi sebesar Rp20 miliar terkait pembangunan jaringan listrik PLTA Orya yang melewati garis sempadan Sungai Sermuai atau Yenggu milik masyarakat adat Kabupaten Jayapura.

"Kami minta PLN untuk bayar ganti rugi terkait pembangunan jaringan listrik PLTA Orya Genyem di Distrik Unurumguay yang melewati garis sempadan Sungai Sermui atau Yenggu senilai Rp20 miliar," kata Seblum Waisimon, ketua tim regulasi garis sempadan Sungai Yenggu/Sermui di Kota Jayapura, Selasa.

Menurut dia, sejak awal 2016 PLTA Orya resmi beroperasi hingga kini, PT UIP PLN Papua tidak pernah menanggapi permintaan masyarakat adat empat suku Namblong, Gresi, Orea Yaban dan Elsem selaku pemilik hak ulayat lahan garis sempadan Sungai Yenggu atau Sermui yang dilewati jaringan pembangkit listrik tersebut.

"Bahkan kami telah melewati berbagai tahapan, baik lewat Pemerintah Kabupaten Jayapura dengan menyurati PLN, lalu melapor ke Polres Jayapura hingga Polda Papua, satu pun surat untuk penyelesaian persoalan terkait ganti rugi lahan tidak pernah ditanggapi oleh UIP PLN Papua," katanya.

Sehingga, kata dia, pada Senin (14/8) pagi hingga sore sebanyak 200 warga dari empat suku pemilik hak ulayat mendatangi kantor PLN Wilayah Papua dan Papua Barat di pusat Kota Jayapura guna mencari keadilan dan menyampaikan aspirasi terkait permintaan ganti rugi lahan tersebut.

"Senin kemarin kami sempat demo di kantor PLN Papua dan Papua Barat, dan meminta bertemu dengan pimpinannya, tapi dia sedang berada di luar daerah. Sehingga hanya bertemu dengan bagian hukum dan humas PT PLN, Pak Onisimus Reba dan Ibu Louisa Bofe," katanya.

Pada pertemuan yang berlangsung sekitar tiga jam itu akhirnya diputuskan bahwa kedua pihak akan kembali bertemu pada 21 Agustus 2017 di Jayapura.

"Senin pekan depan kami sepakat untuk bertemu lagi, terutama bertemu dengan jajaran PT PLN UIP Papua. Pak Onisimus berjanji akan menyampaikan hal ini kepada manajemen PT PLN UIP Papua untuk segera menyelesaikan masalah ini," katanya.

Seblum menegaskan bahwa jika nanti dalam pertemuan tersebut tidak menemui titik terang, maka pemilik hak ulayat empat suku tersebut berencana memblokade PLTA Orya.

Sementara itu, Deputy Manajer Hukum dan Humas PT PLN Papua dan Papua Barat Onisimus Reba ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa ada aksi demo dari warga di sekitar PLTA Orya.

"Benar, saya bersama Ibu Louisa Bofe mencoba memediasi, karena para warga minta bertemu dengan pimpinan, padahal pimpinan sedang di luar daerah. Terkait nominal permintaan ganti rugi, saya tidak tahu persis, tetapi saya berupaya untuk menengahi dengan agenda pertemuan lagi pada 21 Agustus 2017 yang akan melibatkan PT PLN UIP Papua," katanya.

Onisimus berharap warga yang mengklaim pemilik lahan yang dimaksud bisa menahan diri sambil menunggu penyelesaian yang akan dilakukan, karena pasokan listrik dari PLTA Orya sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas, apalagi itu termasuk objek vital yang dilindungi oleh negara berdasarkan aturan hukum. (*)

Pewarta : Pewarta: Alfian Rumagit
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024